Penyebab Awan Topi di Gunung Rinjani, Terlihat Indah Tapi Bahaya bagi Pendaki Gunung

Fenomena awan topi di Gunung Rinjani sedang viral di media sosial, Rabu (17/7/2019), simak penjelasan ahli astronomi.

Facebook Lilik Sukmana
Fenomena alam 'cap cloud' terlihat melingkari puncak Gunung Rinjani di Lombok , Nusa Tenggara Barat, Rabu (17/7/2019) 

Bentuk lenticular (cekung-cembung) nya dibentuk oleh angin lapisan atas pada arah horizontal.

Meski indah, namun fenomena alam ini justru berbahaya bagi para pendaki gunung.

Turbulensi atau pusaran angin yang membentuk awan tersebut menyebabkan suhu di puncak gunung menjadi sangat dingin.

Hal ini berbahaya bagi para pendaki karena dapat menyebabkan hypothermia, yang mana ini adalah mekanisme tubuh kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin.

Gejala hypothermia ringan ditandai dengan penderita berbicara melantur, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha tubuh untuk menghasilkan panas.

Pada penderita hypothermia moderat, detak jantung dan respirasi melemah hingga hanya 3-4 kali bernapas dalam satu menit.

Sementara itu, jika telah parah, penderita tidak sadar diri, badan menjadi sangat kaku, pernapasan sangat lambat hingga kehilangan panas tubuh.

Tak hanya di Gunung Semeru, netizen juga sempat dihebohkan dengan penampakan awan tersebut di atas Gunung Lawu Magetan,  Jawa Timur, Jumat (8/3/2019).

Beberapa netizen pun mengunggah foto kondisi awan di puncak Gunung Lawu, Magetan di media sosial.

Tampak dalam foto itu, awan tersebut seperti melingkar dan membentuk topi di Puncak Gunung lawu.

Berikut foto-foto yang diunggah netizen :

Penjelasan ahli

Dalam dunia astronomi, fenomena seperti ini disebut awan lentikular.

"Itu awan lentikular, awan berbentuk lensa. Awan lentikular terbentuk akibat aliran naik udara hangat yang membawa uap air mengalami pusaran. Itu sering terjadi di puncak gunung," ungkap Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin, Rabu (17/7/2019).

Marufin Sudibyo, astronom amatir Indonesia menambahkan, awan yang muncul sekitar pukul 7.00-9.00 WITA ini bersifat statis alias tak bergerak atau selalu menetap di satu tempat.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved