Nyi Roro Kidul Trending, Ahli Ungkap Penyebab Larangan Pakai Baju Hijau ke Pantai
Nyi Roro Kidul jadi trending setelah warganet dunia ingin 'menyerbu' area 51 untuk melihat alien.
TRIBUNBATAM.id - Nyi Roro Kidul jadi trending setelah warganet dunia ingin 'menyerbu' area 51 untuk melihat alien.
Tanggapan dari Warganetpun hampir sama, dengan guyonan meme khas warganet dunia mereka menyatakan ingin 'menyerbu' tempat itu.
Penyerbuan warganet ke Area 51 itu berhasil mencapai ratusan ribu orang yang ingin datang ke Facebook Events itu.
Dikutip dari Washington Post, lebih dari 500 ribu orang di seluruh dunia telah mendaftar di sebuah acara Facebook (Facebook Event) untuk menginvasi Area 51 di Nevada, Amerika Serikat.
Facebook event, yang direncanakan oleh seorang pengguna bernaama Kyle ini bertujuan untuk "See them alien" (Melihat alien-alien).
Acara yang berjudul Storm Area 51, They Can't Stop All of Us, (Serbu Area 51, Mereka Tidak Bisa Menghentikan Kita Semua).

Acara ini mengundang pengguna Facebook dari seluruh dunia untuk bergabung dalam sebuah acara invasi Area 51.
Tidak hanya itu saja acara ini dikabarkan akan menggunakan cara berlari ala Naruto.
Lari Naruto ini adalah sebuah gaya lari yang diinspirasi sebuah manga Jepang yang menampilkan lengan yang direntangkan ke belakang dan mengarah ke depan, untuk menginvasi Area 51.
"Kita bisa bergerak lebih cepat daripada peluru mereka," tulis keterangan pada acara tersebut.
Facebook Event ini akan mereka selenggarakan di Area 51, Nevada, Amerika Serikat pada 20 September.
Serbu Nyi Roro Kidul
Tak hanya di Amerika, Indonesia juga memiliki tempat yang dianggap mistis oleh warganya.
Salah satu tempat itu adalah pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.
Pantai Parangtritis yang indah ini memiliki cerita rakyat memang begitu tenar karena dikabarkan mistis bagi masyarakat.
Di sebuah postingan Acara Facebook seorang warganet bernama Alfi Syahr mengajak orang-orang untuk pergi bersama ke Pantai yang berada di selatan Kota Yogyakarta itu.

Postingan ini terlihat dibanjiri komentar warganet yang ingin mengikuti acara ini.
Acara Facebook ini bertuliskan:
"Ayo ribuan orang Serbu ParangTritis pakai baju hijau."
Acara Facebook 'serbu' Pantai Parangtritis ini telah ditanggapi dengan tertarik mengikuti oleh 7 ribu lebih penggunanya bahkan mungkin masih bertambah.
Bahkan sekitar 3 ribuan (3K) orang menyatakan akan mengikuti acara.
Selain itu Acara Facebook yang kini mendapatkan ribuan kali dibagikan itu juga menuliskan informasi tambahan di bagian tentang.
Bertuliskan, dengan nada bercanda:
"Katanya kalau pakai baju hijau ke pantai parangtritis nanti bisa ilang sama Nyi Roro Kidul."
"Kalau ada ribuan orang nyerbu masa iya ilang masal."
"She cant drown us all.. :'v"
Beberapa komentar warganet juga menganngapi pada kolom diskusi.
Salah satunya:
Ada yang protes karena tanggalnya selalu berubah ubah, akun ini menuliskan, "Ye tanggalnya diganti mulu, niat attack (menyerang) atau kagak nih"
Bahkan beberapa warganet menambahkan gambar 'meme' pada bagian diskusi.
Ada juga warganet yang berniat breangkat meski dari Jakarta dan sekitarnya, jauh.
Belum diketahui apakah ini hanya sebuah 'meme' candaan atau benar-benar acara sungguhan, tapi patut dihargai karena ke-arifan lokal acara ini.
Mengapa harus pakai baju hijau
Dalam undangan, Alfi menyerukan, siapa yang mau mengikuti tantangan ini haruslah menggunakan baju warna hijau.
Warna ini disebut-sebut sakral dan menjadi warna kegemaran Ratu Pantai Selatan.
Banyak mitos yang mengatakan, jika memakai baju hijau bakalan terserat ombak dan dibawa oleh Nyi Roro Kidul untuk dijadikan pengikutnya.

Alfi juga ingin mematahkan mitos soal busana hijau.
Dalam detail undangan disebutkan,
"Katanya kalau pakai baju hijau ke Pantai Parangtritis nanti bisa ilang sama Nyi Roro Kidul. Kalau ada ribuan nyerbu, masa iya ilang massal. She can't drown us all (dia tak bisa menenggelamkan kita semua), " tulisnya.
Sementara itu Peneliti Madya Bidang Oseanografi Terapan Pusat Riset Kelautan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Widodo Pranowo, alasan logisnya.
Seperti ditulis Genpi.co, Widodo Pranowo menjelaskan bahwa sebaiknya memang tidak memakai baju warna hijau jika ke pantai, sebab jika terseret arus atau tenggelam, sulit dicari.
Warna hijau menyatu dengan warna air laut.
Akan lebih sulit mencari orang tenggelam berbaju hijau ketimbang warna merah, jingga, atau pink.
Nah, itu tadi alasan di balik larangan penggunaan baju hijau.
Tak ada hubungannya dengan penguasa Pantai Selatan Nyi Roro Kidul.
Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul Setelah Viral Serbu Area 51, Kini Warganet Heboh Ingin Serbu Parangtritis Demi Temui Nyi Roro Kidul, Penulis: Dhimas Yanuar Nur Rochmat
Jejak tsunami purba
Eko Yulianto, pelacak jejak tsunami purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan informasi berharga dari mitos Nyi Roro Kidul.
Dalam serangkaian penelitian, ia dan timnya menemukan ada keterkaitan antara peristiwa tsunami purba dan cerita yang ada dalam mitos Nyi Roro Kidul atau Ratu Kidul.
Jejak tsunami yang dilacak oleh Eko adalah gelombang "monster" di selatan Jawa.

Kanjeng Ratu Kidul Fakta atau Mitos? Ini Dia Hasil Diskusinya di Pakualaman
Jika merunut catatan sejarah sendiri, wilayah Selatan Jawa memang beberapa kali pernah diterjang tsunami akibat gempa besar.
Salah satunya adalah tsunami yang terjadi pada 400 tahun lalu.
"Ada peristiwa yang terjadi pada 5 Januari 1699. Data saya yang dari Lebak, lebih mengindikasikan boleh jadi sumbernya bukan di darat, jalur subduksi Selatan Jawa," ujar Eko dalam video berdurasi 22 menit 50 detik tersebut.
Cerita Dibalik Sosok Nyi Roro Kidul yang Masyhur Hingga ke Negeri Seberang
"Itulah yang memicu kami lagi untuk mengejar benar nggak ini. Dari situlah penelitian kami lanjutkan lagi untuk menyisir Selatan Jawa," sambungnya.
Merunut mitos Nyi Roro Kidul
Video berjudul The Untold Story of Java Southern Sea itu juga menampilkan juru kunci Pantai Parangkusumo, Yogyakarta, Mas Penewu Surakso Jaladri.
Dia menceritakan kisah awal munculnya Ratu Kidul atau yang kerap kita kenal Nyi Roro Kidul hingga pertemuannya dengan Panembahan Senopati yang ingin membangun Kejaraan Mataram Islam di Jawa.
Bagi Eko, kisah Nyi Roro Kidul ini menarik karena ada cerita tentang gelombang besar yang kini kita sebut tsunami dalam kisah pembangunan kerajaan Mataram Islam di Jawa.
"Pada awalnya, sesaat sebelum Panembahan Senopati atau Sutawijaya (Raja Pertama Mataram) mendeklarasikan kerajaannya, dia bertapa di sebuah tempat yang disebut sebagai Watu Gilap.
Dan di situlah dia pertama kali bertemu dengan Nyi Roro Kidul," kisah Eko.
"Sebelumnya, saya hanya mendengar kisah itu dari cerita atau drama tradisional ketoprak di Jawa."
"Tapi ketika saya menemukan bukti itu, saya penasaran dan mencari buku Babad Tanah Jawa beberapa versi," imbuhnya.
Menurut Eko, kisah tersebut terkesan seperti dongeng.
Potensi Gempa dan Tsunami di Subduksi Pesisir Selatan Jawa Tinggi, Termasuk di Tapak NYIA
Salah satu yang digarasibawahi Eko adalah kisah Panembahan Senopati yang ingin mendirikan kerajaannya sendiri.
Pada menit ketujuh, pencerita dalam video dokumenter itu berganti dengan juru kunci Pantai Parangkusumo.
Berbahasa Jawa, Surakso mengisahkan awal mula keinginan Panembahan Senopati mendirikan kerajaan.
Surakso menceritakan bahwa Panembahan Senopati diminta untuk melakukan pertapaan menggunakan perahu dari Kerajaan Pajang menuju arah selatan oleh ayahnya, Ki Ageng Pamanahan.
Sementara, calon raja itu bertapa, sang ayah berjalan ke arah utara menuju gunung Merapi untuk mendapatkan pertolongan Ki Sapu Jagat.
Mengenal Sabuk Cincin Api, Si Pembangkit Gempa, Gunung Api dan Tsunami di Indonesia
"Panembahan Senopati itu anak angkat dari Sultan Hadiwijaya dari kerajaan Pajang, yang berkuasa saat itu.
Jadi dia bukan seseorang yang mempunyai darah biru," Eko memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Tapi kemudian Sultan Hadiwijaya mencurigai Panembahan Senopati ingin mendirikan kerajaan dan mengkudetanya."
"Tapi dalam cerita itu menariknya adalah Panembahan Senopatidan ayahnya sudah mendengar bahwa akan ada serbuan pasukan dari Hadiwijaya," tambah Eko.
Dalam kisah itu, ketika Hadiwijaya hendak menyerbu ayah dan anak tersebut, tidak lama gunung Merapi meletus.
Singkat cerita, aliran lahar dari gunung Merapi akhirnya menghalangi pasukan Hadiwijaya hingga terjatuh dari gajah tunggangannya lalu sakit dan meninggal.
"Pada kesempatan yang sama, Panembahan Senopati yang ke selatan masuk ke Kali Opak dan berenang.
Tapi kemudian diberi bantuan oleh seekor naga raksasa atau versi lain ikan raksasa yang mengantarkannya sampai ke pantai," tutur Eko.
"Sampai di pantai, dia kemudian bersemedi. Di tengah semedinya, terjadilah gelombang sangat besar," tambahnya.
Dalam kisah itu dideskripsikan gelombang tersebut memiliki air panas, mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan, serta mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.
"Sehingga Nyi Roro Kidul menghadap sendiri ke Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti dari semedi," ucap Eko.
Pada kisah selanjutnya, terjadi percakapan antara keduanya hingga sepakat untuk saling membantu dalam membangun kerajaan Mataram Islam di tanah Jawa.
Menalar Mitos
Kisah ini menarik perhatian Eko sebagai peneliti paleotsunami.
"Apakah cerita itu hanya benar-benar sebuah cerita rekaan atau mitos saja?
Atau cerita itu sebenarnya sebuah metafor tentang sebuah gelombang di masa lalu?" ucap Eko.
"Nah, ketika itu tahun pendirian kerajaan Mataram Islam sendiri terjadi pada 1586, penyerbuan Hadiwijaya terjadi tahun 1584, dan hasil dating atau penanggalan (jejak tsunami purba) yang saya dapatkan plus minus 400 tahun yang lalu.
Maka, seolah-olah ini menjadi waktu-waktunya sangat sinkron," tegasnya.
Eko menduga kisah tentang Nyi Roro Kidul ini adalah sebuah metafora.
"Bahwa gelombang besar itu terjadi benar. Tapi kemudian karena kebutuhan politik dari Panembahan Senopati yang ingin menjadi raja baru sementara dia bukan berdarah biru, maka dia perlu legitimasi politik," kata Eko.
"Ratu Pantai Selatan sampai meminta Panembahan Senopatiuntuk menghentikan semedinya. Seolah-olah, dia direstui untuk menjadi raja. Jangan-jangan kecerdasan politik Panembahan Senopati inilah yang kemudian dia bisa memanfaatkan yang sesungguhnya peritiwa alam," imbuhnya.
Sebagai informasi, letusan gunung pada tahun-tahun tersebut memang benar terjadi.
Hal ini membuat Eko juga mencurigai bahwa hasil temuannya juga merujuk pada gelombang tsunami yang sama dalam kisah tersebut.
"Tapi kemasan yang dihadirkan oleh Panembahan Senopati dan diceritakan itu adalah hasil kerja dia dan ayahnya untuk meminta tolong," ujar Eko.
Di beberapa menit akhir video tersebut, Eko terlihat sedang melakukan kerja lapangan.
Selanjutnya, dia nampak sedang memberikan penjelasan tentang riwayat gempa dan letusan gunung kepada beberapa orang.
Ketika memberikan penjelasan tersebut, dia berkata, "Kejadian gempa dan tsunami (dalam kepercayaan Yunani) selalu dikaitkan dengan Poseidon."
"Yang dilihat oleh orang, saat itu dan sekarang sama yaitu gempa dan tsunami.
Hanya karena orang dari waktu ke waktu memiliki kepercayaan yang berbeda-beda, mereka menjelaskan dengan cara yang berbeda," tegasnya.
Lebih lanjut, Eko juga menyinggung legenda Nyi Roro Kidul di Selatan Jawa. Menurutnya, legenda Nyi Roro Kidul merupakan hal serupa.
"Tugas kita adalah mengungkap cerita-cerita lama yang sebenarnya adalah kejadian yang sungguh-sungguh terjadi.
Hanya karena kepercayaan masyarakat pada saat itu kemudian ceritanya seolah-olah berbeda," ujarnya.
Geomitologi
Eko menuturkan, apa yang dia lakukan saat ini adalah salah satu cabang ilmu yang disebut geomitologi.
"Sebenarnya ini adalah ilmu yang mempelajari kisah-kisah mitos, yang kemudian dicoba dikaitkan dengan peristiwa alam yang terjadi," kata Eko.
"Prinsip yang digunakan seperti ini, bumi itu mempunyai siklus untuk peritiwa-peristiwa yang ada di dalamnya.
Apakah itu letusan gunung, atau tsunami, banjir, gempa sekalipun. Dengan demikian, manusia jaman dahulu juga melihat siklus itu," imbuhnya.
Perbedaannya adalah, menurut Eko, kepercayaan zaman peristiwa alam terjadi.
Seperti halnya kisah Poseidon, kisah-kisah mitologi semacam ini juga terjadi di seluruh dunia.
"Cerita-cerita itu adalah sebuah metafor yang wujudnya menjadi cerita karena kepercayaan masyarakat saat itu," ungkap lulusan ITB itu.
"Sehingga kalau kita bisa membuka kulit dari cerita itu dan menemukan inti di dalamnya, kita akan menemukan bahwa itu adalah peritiwa alam yang terjadi di masa lalu.
Dan boleh jadi menyimpan pesan untuk orang yang hidup sekarang," imbuhnya.

Eko berpendapat, kisah semacam itu penting karena manusia sering kali mempunyai rentang sejarah yang pendek.
Apalagi di Indonesia yang catatan sejarah tulis baru ada ketika masa penjajahan Belanda.
"Padahal kalau kita tahu, peristiwa gempa dan tsunami raksasa itu perulangannya bisa ratusan hingga ribuan tahun," tegas Eko.
"Kalau kita bisa membuka inti dari cerita itu, maka harapannya adalah bisa menggunakan cerita itu untuk membangun kesadaran masyarakat tentang adanya ancaman bencana apakah itu gempa, letusan gunung, atau tsunami," lanjutnya.
Di akhir video, Eko berharap untuk bisa melengkapi mitos-mitos ini dengan bukti ilmiah untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap potensi bencana.
Artinya, kisah-kisah ini bisa dipandang dari sudut pandang akademis. (Resa Eka Ayu Sartika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com oleh Resa Eka Ayu Sartika dengan judul "Mengungkap Jejak Tsunami Purba dalam Mitos Nyi Roro Kidul" dan di Tribunjogja.comdengan judul Cerita Gelombang 'Monster' Pantai Selatan dalam Mitos Pertemuan Nyi Roro Kidul - Panembahan Senopati,