Ini Hal-hal yang Wajib Dilakukan Agar Anak Sehat Tanpa Obesitas dan Bullying

Ia menceritakan ada anak usia 3 tahun beratnya mencapai 29 kilogram, ketika diminta anaknya harus turun 10 kilogram menjadi 19 kilogram, orangtuanya m

kwanchaichaiudom
Ilustrasi anak gemuk 

TRIBUNBATAM.id - Tanpa disadari, anak dengan badan gemuk lebih sering jadi korban labelling atau bahkan bully teman-temannya. Dipanggil dengan sebutan dengan si gendut, si tukang makan, atau si pipi gembul.

Sayangnya tidak sedikit orangtua yang masih menganggap, gemuk lambang kecukupan gizi, sehat,dan lucu menggemaskan.

Dr Yovita Ananta SpA MHSM IBCLC mengatakan, orangtua seringkali ‘ngeyel’ ketika diberi tahu anaknya sudah masuk obesitas.

Ia menceritakan ada anak usia 3 tahun beratnya mencapai 29 kilogram, ketika diminta anaknya harus turun 10 kilogram menjadi 19 kilogram, orangtuanya merasa keberatan.
 

“Masak sih dok harus turun banyak sekali. Nanti kalau kurus kan nggak lucu lagi, nggak sehat kan dok,” kata Yovita menirukan keberatan salah satu orangtua saat media gathering yang membahas Bagaimana Gaya Hidup Sehat Untuk Anak dan Remaja Demi Mencegah Obesitas di Amertha Warung coffee, Kamis (18/7/2019).

Dokter dari RS Pondok Indah ini menjelaskan, obesitas tidak bisa dibilang sehat.

 

Justru pada jangka panjang akan menambah risiko penyakit tidak menular.

Penelitian dari Cancer Research UK, obesitas akan meningkatkan kanker payudara sampai 31 persen dibandingkan yang tidak gemuk, kanker hati meningkatkan 44 persen, kanker usus besar mencapai 60  persen, dan kanker rahim mencapai 22 persen dibandingkan orang yang  memilliki berat normal.

Selain itu risiko  lebih tinggi di masalah persarafan menjadi demensi saat tua, paru-paru, hipertensi, diabetes mellitus, masalah pencernaan, asam lambung menjadi  lebih meningkat, masalah liver, batu empedu dan lainnya.  

Anak yang sudah mengalami obesitas memiliki kecenderungan mengalami obesitas di usia dewasa. Sehingga sejak dini harus dihindari.

Penggunaan gawai yang berlebihan sehingga anak banyak diam, menjadi salah satu penyebab anak menjadi lebih gemuk.

“Ketika pemakaian perangkat digital tinggi dan bukan lagi aktivitas fisik akan  menyebabkan berat badan meningkat.  Awalnya tidak gemuk sekali,” tutur dokter Yovita.

Bila kebiasaan terus dilakukan, mulai agak gemuk, makin malas berolahraga lalu merasa  potensinya bukan di olahraga.

Apalagi peer group yang membuatnya juga  merasa minder serta depersi.

Perbaikan Pola Makan

Anak dengan obesitas dan harus bisa kembali ke berat badan normal, diperlukan  tatalaksana.

Dari perbaikan pola makan, aktivitas fisik, modifikasi perilaku, serta keterlibatan keluarga.   

Menurut dokter Yovita, anak harus melakukan diet seimbang, karena anak tetap berkembang jadi butuh semua asupan gizi.

Dari lingkungan juga harus netral. Tidak memaksakan anak mengonsumsi makanan tertentu saja atau jumlah tertentu.

Ia menjelaskan, makan besar harus tetap 3x per hari ditambah camilan 2x.

Camilannya diganti buah-buahan.  Air putih dan durasi makan tidak lebih dari 30 menit.

Habis tidak habis makanan yang disediakan, bila sudah 30 menit harus berhenti.

Pengurangan kalori 200-500 kalori sehari dengan target penurunan berat badan 0,5 kilogram per minggu.

Target berat badan turun sampai 20 persen diatas berat badan ideal/cukup dipertahankan agar tidak bertambah.  Melakukan diet seimbang dan tinggi serat.

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik harus dilakukan rutin dan tepat. Sesuaikan perkembangan motorik anak. agar lebih menyenangkan bisa dilakukan bersama teman-teman.

Dokter Yovita menyarankan pada anak usia sekolah diperlukan aktivitas fisik dengan ketrampilan otot seperti bersepeda, berenang, menari, karate, senam, sepakbola, basket. Pada usia remaja bisa olahraga dalam kelompok.

Sementara aktivitas harian untuk menambah aktivitas fisik,  bisa dengan berjalan kaki atau bersepeda ketika berangkat ke sekolah, menempati kamar tingkat, mengurangi aktivitas gadget, serta perbanyak bermain di luar rumah.

Idealnya, jenis aktivitas fisik berupa aerobic, penguatan otot, dan penguatan tulang. Aktivitas aerobic bisa dilakukan setiap hari selama 60 menit atau  lebih.

Terdiri dari aktivitas aerobic dengan intensitas sedang (misalnya jalan cepat, atau aktivitas aerobic dengan intensitas bugar misalnya lari.

Aktivitas aerobic dengan intensitas bugar dilakukan paling sedikit tiga kali dalam seminggu.

Penguatan otot bisa dengan senam, push up yang dilakukan paling sedikit tiga kali dalam seminggu.

Sementara  untuk penguatan tulang bisa dengan lompat tali  atau berlari yang juga dilakukan paling sedikit tiga kali dalam seminggu.

Dukungan Lingkungan

Seluruh keluarga harus ikut berpartisipasi. Caranya dengan ikut makan makanan anak. Sehingga anak tidak merasa dibedakan.

Guru dan teman sekolah juga mendukung dengan memuji bila berhasil dan tidak mengejak anak gemuk.

Bila hal-hal tersebut masih belum merubah keadaan, dokter akan melakukan terapi pengobatan serta tindakan bedah misalnya bedah bariatrik.

Pencegahan

Pencegahaan obesitas sudah harus dilakukan sejak dini.

Pencegahan primer dimulai dari pemberian ASI, Makanan Pendamping ASI (MPASI), dan aktivitas fisik yang tepat sejak bayi.

“Anak yang diberi ASI, diusia 6 tahun hanya 0,8 persen peluang obesitas dan anak tidak dapat ASI 4,5 persen peluang obesitasnya. Kandungan susu formula  yang padat energi memicu sistem endokrin untuk mengeluarkan  insulin dan growth faktor sehingga meningkatkan kadar lemak bayi,”  kata Dokter Yovita.

Anak sejak dini tidak diajarkan makan sambil nonton TV, menghindari makanan, minuman, dan susu berlebih, selalu aktif serta batasi screentime.

Pencegahan sekunder dengan mendeteksi dini ketika melihat  anak mulai malas bergerak dan pertumbuhan terhambat, segera lakukan deteksi dini.

Apabila indeks massa tubuh anak naik, ada faktor risiko obesitas yakni peningkatan bobot tubuh secara tiba-tiba dan drastic bisa lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mencegah komorbiditas  (penyakit penyerta akibat obesitas).

Bullying

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 26.000 kasus bullying dari tahun 2011-2017.

Ada 4.300 kasus setiap tahun, dan 358 kasus setiap bulan. Itu yang dilaporkan. Biasanya kasus yang tidak terlapor juga tidak sedikit jumlahnya.

Sekolah menjadi salah satu tempat kejadian bullying.

Hal ini karena adanya interaksi antara korban dan pelaku. Walaupun belum ada data pastinya, anak yang gemuk tak jarang menjadi sasaran bullying.

Hal ini karena gemuk masih menjadi anak yang ‘beda’ dibandingkan anak lainnya. Menurut Psikolog Vera Itabiliana, sesuatu yang beda seringkali menjadi alasan pelaku bullying melakukan bullying.

Psikolog anak Jane Cindy Linardi mengatakan, untuk mengatasi bully, orangtua harus menjalin komunikasi secara terbuka dengan anak. Lakukan sharing session.

Mengekspesikan kasih sayang dan penerimaan anak. Selalu menjadi pendengar yang baik dengan hadir seratus persen dan menganggap anak penting dan jangan dipotong obrolannya.

“Ketika anak mau cerita, ibu malah asyik dengan telepon genggamnya. Jawab hanya singkat-singkat dan mata tetap asyik di layar telepon. Hal ini pasti membuat anak malas untuk bercerita. Apalagi menganggap cerita anak tidak penting,” ujar Psikologg Jane di kesempatan yang sama.

4 Jenis Bullying

1.      Bullying Fisik

Penindasan yang dilakukan dengan melibatkan kekerasan fisik (memukul, mencekik, meninju, menendang, meludahi, dan lainnya). Termasuk merusak barang milik korban bullying.

2.      Bullying Verbal

Kekerasan verbal berupa naming (memberi julukan nama), celaan, fitnah, penghinaan, menyebarkan tuduhan yang tidak benar.

3.      Bullying Sosial

Pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengucilan, pengabaian, penyingkiran (termasuk menghasut orang lain untuk ikut mengasingkan korban bullying).

4.      Bullying Cyber

Muncul seiring perkembangan  teknologi. Korban terus mendapat  pesan negative, baik berupa SMS, pesan di chat, internet (website), maupun media sosial.

Cara mendeteksi Anak Terkena Bullying

1.      Munculnya perubahan perilaku kea rah negative (mudah tersinggung, marah, menangis).

2.      Mudah takut (misalnya takut tidur sendiri, takut ditinggal orangtua).

3.      Menarik diri dari lingkungan sosial (mengurung diri di kamar, tidak mau keluar rumah).

4.      Penurunan minat atau enggan melakukan hobi atau aktivitas kesukaannya.

5.      Menolak pergi ke sekolah (bukan karena masalah akademis atau menghindari tugas atau ujian).

6.      Kesulitan tidur.
 

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Ini yang Perlu Dilakukan Agar Anak Sehat Tanpa Obesitas dan Bullying

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved