Viral Lulusan UI Tolak Gaji Rp 8 Juta. Benarkah Kampus Menentukan Gaji Karyawan Baru?
Jika seorang fresh graduate memiliki nilai lebih sehingga merasa pantas dibayar lebih tinggi, maka ia harus menunjukkan kemampuan selama kuliah
TRIBUNBATAM.ID , JAKARTA - Sebuah akun di Instagram viral di media sosial.
Dari tangkapan layar yang menyebar, memperlihatkan status Instastory seseorang yang baru lulus kuliah alias fresh graduate membagi pengalamannya diundang wawancara kerja.
Setelah proses tawar-menawar gaji, ia menolak lantaran nominal yang ditawarkan di kisaran Rp 8 juta.
“Jadi tadi gue diundang interview kerja perusahaan lokal dan nawarin gaji kisaran 8 juta doang. Hello meskipun gue fresh graduate gue lulusan UI, Pak. Universitas Indonesia. Jangan disamain sama fresh graduate dengan kampus lain dong ah. Level UI mah udah perusahan luar negeri. Kalau lokal mah oke aja, asal harga cocok,” demikian tulis unggahan tersebut.
Tangkapan layar unggahan ini pun menyebar luas. Bahkan, tanda pagar alias tagar #gaji8juta menjadi trending di Twitter.
Ada lebih dari 13.000 twit soal ini. Instagram story seorang yang mengaku fresh graduate lulusan Universitas Indonesia viral di media sosial.
Psikolog yang juga konsultan HR, Arienda Anggraini M.Psi, mengatakan, saat ini, para fresh graduate dianggap lebih mementingkan apa yang didapat dalam bentuk materi dibandingkan pengalaman.
Padahal, kata dia, dengan pengalaman itu, mereka dapat membentuk diri serta meningkatkan nilai jual.
Fenomena yang terjadi saat ini, menurut Arienda, karena adanya pengaruh dari kebiasaan sebagian besar anak muda saat ini yang lebih memilih hang out, nongkrong, atau memenuhi kebutuhan untuk tampilan sehari-hari.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan tambahan dana untuk memenuhi gaya hidupnya. Sehingga saat tawar-menawar gaji, para kandidat pencari kerja juga harus memperhitungkan kemampuan perusahaan sebelum melakukan negosiasi gaji dengan nominal yang lebih tinggi.
"Namun, biasanya pada saat interview awal, masalah gaji memang jarang dibahas oleh end user atau HRD karena fokus mereka ingin menggali kemampuan dan kompetensi calon pekerja," ujar Arienda saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/7/2019).
Menurut dia, saat wawancara awal, seorang lulusan baru seharusnya memanfaatkan kesempatan untuk "menjual dirinya".
Hal ini dilakukan untuk meyakinkan perusahaan jika mereka memiliki nilai lebih dan memang pantas berada di perusahaan tersebut.
Arienda mengungkapkan, jika seorang fresh graduate memiliki nilai lebih sehingga merasa pantas dibayar lebih tinggi, maka ia harus menunjukkan kemampuan seperti aktif dalam berogranisasi atau komunitas selama kuliah.
Selain itu, mereka juga bisa menunjukkan pengalamannya magang di dunia kerja. Hal ini dapat memberikan pandangan bahwa kandidat tersebut dapat cepat beradaptasi dengan dunia kerja dibanding pekerja lainnya.
"Jadi tidak hanya mengandalkan ia lulusan dari mana," ujar Arienda.
Menurut dia, asal sekolah atau universitas memang bisa menjadi salah satu pertimbangan. Ada perusahaan yang biasanya memiliki kecenderungan khusus terhadap universitas tertentu.
"Mungkin kalau dulu dan pada beberapa perusahaan (sampai sekarang biasanya BUMN) ada kecenderungan mempertimbangkan asal universitasnya," kata dia.
Pertimbangannya, ada budaya atau value almamater yang sama dari pendahulunya yang bekerja di perusahaan tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak perlu menerka etos kerja si pencari kerja.
Akan tetapi, lanjut dia, ada juga perusahaan yang tidak melihat sisi tersebut.
Mereka lebih mempertimbangkan potensi, kemampuan, serta aktivitas dari kandidat khususnya selama mereka kuliah atau menuntut ilmu.
"Hal tersebut akan menjadi poin utama sebagai bahan pertimbangan," ujar Rienda.
Selain itu, Rienda menjelaskan, generasi pencari kerja saat ini memiliki kecenderungan daya tahan atau daya juang yang rendah saat menerima tantangan. "Jadi saat ada kesulitan di kantor, lebih memilih resign atau mencari kesempatan di tempat lain," kata Arienda.
Kampus Tak Menentukan
Sementara itu, Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan, perusahaan sudah menentukan apa saja faktor yang menjadi pertimbangan ketika menerima seorang pelamar.
Ini tentunya sesuai dengan posisi/jabatan yang dilamar beserta nominal gajinya.
"Pengalaman dan jam terbang sebelumnya, rata-rata gaji di pasaran untuk perusahaan yang sama dan posisi yang similar, dan kemampuan perusahaan dalam mempekerjakan kandidat (internal equity)," kata Audi kepada Kompas.com.
Audi menambahkan, ketiga aspek di atas biasa akan ditawarkan kepada kandidat atau pelamar kerja dalam proses wawancara, sehingga bisa menentukan besaran gaji/honor.
Sedangkan latar belakang kampus atau universitas pelamar tidak begitu berpengaruh pada besaran gajinya ketika diterima bekerja.
"Not necessary, walaupun bisa dipertimbangkan sebagai salah satu pertimbangan tapi bukan mutlak," ujarnya.
Latar belakang kampus atau universitas pelamar biasanya menjadi pertimbangan bagi yang baru lulus (fresh graduate) ketika melamar kerja dan bicara soal gaji.
"Kalau konteks fresh grad mungkin bisa tapi bukan jaminan. Artinya ada pemilahan dalam konteks ini," ungkapnya.
Dia menjelaskan, perusahaan sebagai rekruter tidak hanya melihat siapa yang paling pintar atau paling hebat dari pengalaman dari para pelamar. Namun yang dilihat adalah yang paling sesuai dengan lowongan kerja yang ditawarkan.
"Dalam konteks fit yang dilihat pengalaman dan jam terbang, personal values, attitude and behaviors, career plan di perusahaan yang diterima, dan background check pengalaman sebelumnya," ungkapnya.
Nah, Anda sudah tahukan apa saja alasan perusahaan menentukan besaran gaji seseorang ketika diterima di perusahaan. Ternyata nama kampus favorit sekalipun tidak jadi jaminan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Tolak Gaji Rp 8 Juta, Ini yang Harus Diperhatikan "Fresh Graduate".