Biodiesel Dikenakan Tarif Masuk oleh Uni Eropa, Indonesia Akan Balas Terhadap Susu
Pemberlakuan tarif 8 persen oleh Uni Eropa terhadap biodesel yang berbahan baku sawit asal Indonesia membuat pemerintah menyiapkan aksi balasan
TRIBUNBATAM.ID - Pemberlakuan tarif 8 persen oleh Uni Eropa terhadap biodesel yang berbahan baku sawit asal Indonesia membuat pemerintah kesal.
Indonesia pun bersiap melakukan aksi balasan terhadap perlakuaan diskriminatif Uni Eropa tersebut.
Balasan Indonesia yang disiapkan berupa pengenaan bea masuk anti-subsidi terhadap produk susu dari Uni Eropa.
Ancaman itu diungkapkan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Rabu (31/7/2019, seprti dilansir Kontan.co.id).
Enggar akan memanggil importir produk susu dari Uni Eropa untuk beleid balasan tersebut.
• 4 Unicorn Indonesia Disebut Milik Singapura, Gojek, Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak Tersengat
• Soal Insiden KM Sembilang Terbakar, Manajemen PT KMS: Keselamat Kerja Tak Ada Masalah
• Anak Usahanya Sempat Gagal Bayar, Toral Utang Duniatex Group Mencapai 18,6 Triliun
"Saya bilang ada unsur subsidi, sama seperti biodisel. Lebih baik impor dari India dan dari Amerika Serikat (AS)," jelasnya usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden.
Hanya saja Enggar belum memberikan perincian mengenai apa yang ia tuduhkan soal apa bentuk subsidi yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap peternak sapi susu maupun industri susu di benua biru itu.
Enggar juga tidak memberikan perincian berapa besar tarif bea antisubsidi yang akan dikenakan terhadap produk susu tersebut.
Sebagai gambaran, Uni Eropa akan menganakan bea anti-dumping biodiesel dari Indonesia.
Adapun besaran tarif yang akan dikenakan berkisar 8%-18%.

Sebelumnya, Uni Eropa mengeluarkan kebijakan yang berisi bahwa produk biodiesel asal Indonesia dikenai bea masuk sebesar 8 sampai 18 persen yang akan berlaku sementara pada 6 September mendatang.
Keputusan itu juga akan berlaku secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
Uni Eropa menuding RI memberikan subsidi kepada produsen biodiesel dangan cara memberikan insentif potongan pajak penghasilan bagi para produsen.
Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kamis (1/8/2019 mambantah tuduhan itu.
Ia mengatakan bahwa insentif yang dituduhkan itu juga berlaku bagi industri lainnya karena insentif diberikan bagi seluruh industri yang berinvestasi di kawasan ekonomi khusus (KEK).
Pengusaha Mengaku Berat
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyebutkan bahwa bea masuk yang diterapkan Uni Eropa itu terlalu berat sehingga sulit untuk mengekspor ke negara tersebut.
“Ya, tidak bisa eksporlah, susah 8 persen,” kata Paulus seperti dikutip Antara.
Paulus mengatakan meskipun pemerintah masih mengkaji dokumen proposal tersebut, namun para pengusaha telah mengirim surat balasan kepada Uni Eropa supaya bisa menjadi bahan pertimbangan terkait besaran provision tersebut.
"Semua tergantung pada hasil dari pembelaan masing-masing perusahaan dan pemerintah. Mungkin bisa kurang dari 8 persen, nanti kita lihat," ujarnya.
“Baru September, kalau bisa lebih rendah lagi kan mungkin banyak yang bisa ekspor. Kalau 5 persen sama saja seperti pajak biasa. Tapi kalau 18 atau 16 persen; besar sekali,” katanya.
Kementerian Perdagangan menegaskan, Pemerintah Indonesia akan menyampaikan protes keras kepada Pemerintah Uni Eropa (UE) atas proposal tersebut.
"Indonesia akan menyampaikan respons resmi yang menyatakan keberatan," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati.
Keberatan akan difokuskan pada metode penghitungan besaran bea masuk yang diduga tidak memerhatikan fakta yang diperoleh selama penyelidikan.
Pemerintah UE diduga hanya menggunakan best information available (BIA), yaitu data yang dimiliki petisioner (pemohon/industri UE) yang jelas merugikan Indonesia.
Pradnyawati memaparkan, Indonesia harus tegas terhadap sikap UE yang telah memberikan hambatan perdagangan yang signifikan pada ekspor biodiesel Indonesia.
"Bila proposal ini menjadi penentuan awal (preliminary determination), maka bisa dipastikan ekspor biodiesel ke UE mengalami hambatan. Sikap EU inií tidak dapat dibiarkan. Apalagi, proposal yang diajukan UE mengindikasikan adanya penerapan BIA yang menjadi sangat tidak masuk akal. Kami akan menyampaikan respon tegas secara resmi untuk hal ini," ujar Pradnyawati.
Ekspor biodiesel Indonesia ke UE meningkat tajam dari sebelumnya 116,7 juta dolar AS pada 2017 menjadi 532,5 juta dolar AS pada 2018. Namun, pada 2019 ini, tren ekspor biodiesel Indonesia ke UE cenderung turun bila dibanding tahun 2018.
Pradnyawati melanjutkan, proposal tersebut sebenarnya merupakan ancaman kesekian kalinya yang dilakukan Pemerintah UE untuk menghambat akses pasar produk Indonesia di UE. Pada Desember 2018, European Commission (EC) menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap biodiesel asal Indonesia.
Indonesia diklaim memberikan suatu bentuk fasilitas subsidi yang melanggar ketentuan organisasi perdagangan dunia (WTO) kepada produsen/eksportir biodiesel sehingga memengaruhi harga ekspor biodiesel ke UE.
Padahal, beberapa bulan sebelumnya pasar ekspor biodiesel Indonesia ke UE juga baru terbebas dari hambatan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD). Pada 16 Februari 2018, Court of Justice EU (CJEU) mengeluarkan keputusan yang menguatkan putusan Hakim General Court sehingga UE memutuskan membatalkan pengenaan BMAD yang mulai efektif berlaku per 16 Maret 2018.
Indonesia juga berhasil terbebas dari pengenaan BMAD atas impor biodiesel melalui keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 26 Oktober 2017. Panel DSB memenangkan klaim Indonesia atas UE pada sengketa DS 480-EU- Indonesia Biodiesel.
"Perusahaan biodiesel Indonesia yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya sangatlah mandiri dan Pemerintah Indonesia tidak menyubsidi industri biodiesel nasional seperti yang dituduhkan UE.
Dengan menginisiasi penyelidikan antisubsidi pada Desember 2018 dan kini mengajukan proposal pengenaan bea masuk, dapat disimpulkan bahwa UE sangat berniat menghambat ekspor biodiesel asal Indonesia," tegas Pradnyawati.
Pemerintah Indonesia beberapa kali menyampaikan protes keras kepada Pemerintah UE. Bahkan, sejak isu akan adanya penyelidikan, Indonesia telah mengambil langkah pendekatan melalui konsultasi pra penyelidikan dengan EU Case Team.