Lailatul Qomariyah, Anak Tukang Becak Raih Delar Doktor di ITS, Tolak ke Jepang Demi Tugas Mulia

Lailatul Qomariyah (27), anak tukang becak raih gelar doktor di ITS, tolak tawaran ke Jepang demi tugas mulia

(Doc. Lailatul Qomariyah)
Lailatul Qomariyah, mahasiswa doktoral ITS Surabaya yang baru menyelesaikan sidang terbuka disertasinya tentang pemanfaatan aplikasi silika solar sel. Laila mampu menyelesaikan studi S2 ke S3 hanya dalam jangka waktu tiga tahun. 

TRIBUNBATAM.id - Lailatul Qomariyah (27) membuktikan bahwa anak tukang becak meraih gelar doktor.

Bahkan Lailatul Qomariyah meraih gelar doktor dari kampus yang bergengsi yakni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Memulai pendidikan S1 sejak pertengahan tahun 2011, dan menamatkan S3 tahun ini, banyak menyisakan kenangan bagi anak sulung pasangan suami istri Saningrat (43) dan isterinya Rusmiati (40) ini.

Laila, sapaan akrabnya, ingin mengabdi dan mengamalkan ilmunya di kampus yang dicintainya.

Diuji Profesor Pakai Bahasa Inggris, Mahasiswi yang Raih Gelar Doktor S3 Ternyata Anak Tukang Becak

Berat baginya untuk meninggalkan orang-orang baik yang sudah membantu dirinya hingga meraih pendidikan tertinggi, seperti para dosen, karyawan dan pembimbing, serta promotor program S3-nya.

Laila diminta oleh para dosennya untuk tetap bertahan di ITS.

Selain atas permintaan itu, sejak awal kuliah, semua penelitian dilakukan di ITS.

Dengan demikian, Laboratorium Fakultas Teknologi Industri, menjadi tempat yang nyaman untuk terus berinovasi.

"Aku sudah menemukan semacam chemistry di ITS. Jadi meskipun banyak tawaran dari luar, saya berat meninggalkan ITS," kata Laila saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/9/2019).

Perempuan kelahiran Pamekasan, 16 Agustus 1992 ini mengaku, sudah ada tawaran untuk kembali lagi ke Jepang dalam rangka melakukan penelitian, seperti yang dilakukannya pada tahun 2017-2018 lalu.

Namun, karena jarak yang menghalanginya sehingga tawaran itu ditolaknya.

"Kalau saya mau, tawaran dari Jepang sudah ada. Tapi saya masih ingin dekat dengan orang tua dan di ITS fasilitas untuk melakukan penelitian masih sangat memadai," kata alumni SMAN 1 Pamekasan ini.

Sebagai orang tua, Saningrat ingin agar Laila berpikir untuk segera membangun rumah tangga.

Mengingat, Laila sudah berada di puncak pendidikan, yang dianggap sulit dicapai oleh orang yang hanya berlatar belakang anak tukang becak dan buruh tani.

"Kalau saya ingin Laila bisa segera berumah tangga setelah wisuda nanti. Tapi saya tidak ingin memaksa kapan harus menikah," ungkap Saningrat, ayah Laila.

Pertanyaan kapan menikah, sering dialamatkan kepada Laila. Pertanyaan itu datang dari kerabatnya, teman-temannya. Namun Laila enggan untuk menjawabnya.

"Kalau bapak dan ibu tidak pernah bertanya kapan menikah. Justru orang lain yang banyak bertanya," terang Laila. Syarifah, saudara kandung ayah Laila berharap, agar setelah wisuda S3 pada tanggal 15 September 2019 mendatang, Laila diberi kemudahan untuk menempuh hidup baru di luar dunia pendidikan.

"Adik sepupu Laila di Pamekasan sudah kawin. Semoga Laila segera menyusul agar saya bisa cepat gendong cucu lagi," ungkap Syarifah.

Bikin bangga

Orang tua mana yang tak bangga anaknya bisa menempuh pendidikan tinggi sampai meraih gelar doktor. 

Bukan sedikit biaya yang harus disiapkan ditengah komersialisasi pendidikan saat ini. 

Namun, jalan hidup orang memang tidak ada yang tahu, berkat usaha-usaha yang dilakukan hidup bisa membawa orang ke mana saja.

Saningrat (43) dan istrinya Rusmiati (40) tidak pernah menyangka dirinya akan mampu mengantarkan anak sulungnya, Lailatul Qomariyah (27), menempuh pendidikan di Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya hingga lulus doktor.

Apalagi pasangan suami istri asal Dusun Jinangka, Desa Teja Timur, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, ini sehari-hari hanya menarik becak dan menjadi buruh tani.

Saningrat menceritakan bagaimana keluarganya mengantarkan anaknya bisa menempuh pendidikan sampai S3.

Lailatul Qomariyah sudah dikenal di keluarganya sebagai anak yang cerdas sejak di bangku SD, padahal Saningrat tidak pernah memberikan pendidikan khusus kepada anaknya.

Saningrat hanya sibuk bekerja sebagai penarik becak dan istrinya menjadi buruh tani.

Namun sejak SD, Lailatul terus-menerus mendapat ranking 1.

"Setelah lulus SD, anak saya mendaftar di SMP negeri. Alhamdulillah diterima di SMPN 1 dan SMPN 4 Pamekasan.

Namun, pilihannya jatuh ke SMPN 4 Pamekasan. Saya tidak tahu mengapa Lailatul memilih SMPN 4 Pamekasan," ujar Saningrat saat ditemui di kediamannya, Minggu (8/9/2019).

Selama duduk di bangku SMP, Lailatul yang lahir pada 16 Agustus 1992 selalu meraih ranking 1 di sekolahnya.

Hingga akhirnya dia diterima di SMAN 1 Pamekasan dengan meraih beasiswa.

Sepeda impian

Sepeda milik Lailatul Qomariyah
KOMPAS.COM/TAUFIQURRAHMAN
Sepeda milik Lailatul Qomariyah

Saat di bangku SMA, Lailatul dianggap orang kaya karena setiap hari selalu diantar dan dijemput dengan becak.

Waktu itu, anak yang bisa diantar dan dijemput becak tergolong anak orang kaya, padahal yang mengantar dan menjemput Lailatul adalah ayahnya sendiri.

"Oleh teman-temannya, Lailatul dibilang anak orang mampu, padahal yang narik becak saya sendiri sebagai ayahnya," ujar Suningrat.

Entah karena apa, Lailatul memutuskan diri agar tidak diantar dan dijemput oleh ayahnya menggunakan becak.

Dia minta dibelikan sepeda ontel agar tidak merepotkan ayahnya.

Sebagai ayah, Suningrat tidak langsung memenuhi permintaan anaknya karena tidak punya uang.

Untuk memenuhi permintaan anaknya, Suningrat harus menunggu masa panen tembakau usai.

"Untuk membeli sepeda ontel anak saya, saya harus menunggu hasil panen tembakau dan menguras tabungan selama setahun.

Waktu itu harga sepedanya Rp 1 juta," ujarnya. Setelah punya ontel, Lailatul yang pernah menempuh pendidikan di TK Muslimat NU Pamekasan rajin mengikuti les selama dua kali dalam seminggu.

Ayahnya sendiri tidak tahu dari mana biaya les diperoleh.

Selama menempuh pendidikan di SMAN 1 Pamekasan, Lailatul yang juga dikenal kutu buku di rumahnya selalu meraih ranking 1 yang sekaligus mengantarkan dirinya diterima di dua perguruan tinggi terkemuka di Surabaya.

"Setelah lulus SMA, Lailatul diterima di Unair Surabaya dan di ITS Surabaya. Tapi pilihannya jatuh ke ITS," ungkap Saningrat.

Cibiran tetangga

Saat hendak kuliah di Surabaya, Saningrat sempat membujuk Lailatul agar memilih kuliah di Pamekasan saja.

Apalagi, Saningrat sering mendapat cibiran dari beberapa orang bahwa dirinya tidak akan mampu membiayai pendidikan anaknya.

"Cibiran tetangga ke saya begini, 'Jadi tukang becak mau menyekolahkan anaknya ke Surabaya, dapat uang dari mana, apalagi tanahnya hanya sepetak yang ditempati sebagai rumahnya'," tutur Saningrat.

Namun, cibiran orang itu dianggap sebagai motivasi oleh Saningrat.

Begitu pula dengan Lailatul. Lailatul sendiri sudah bulat tekadnya untuk tetap melanjutkan pendidikan ke ITS sambil menutup telinga dari cibiran para tetangga.

"Bapak dan ibu tidak perlu kawatir soal biaya kuliah saya. Semoga saya mendapatkan rezeki sampai lulus," tutur Saningrat, mengenang kata-kata anaknya ketika hendak berangkat ke Surabaya.

Anak kebanggaan Saningrat Setelah Lailatul Qomariyah dinyatakan lulus sebagai mahasiswa baru di ITS, Saningrat dipanggil untuk datang ke kampus ITS.

Saningrat datang dengan baju seadanya dan bersandal jepit.

Untuk menemukan anaknya, Saningrat berkeliling kampus ITS kurang lebih satu jam lebih karena tidak tahu di mana ruangan yang harus dituju.

Beruntung ada satpam yang mengarahkan Saningrat ke ruang kuliah Fakutas Teknologi Industri.

"Ketika saya mau masuk ke ruang pertemuan anak saya, saya lihat orangtua dan mahasiswa yang lain turun dari mobil pribadi semua dan berdasi, sedangkan saya hanya bersandal jepit.

Tapi anak saya tidak minder dan mengajak saya masuk ke dalam ruangan," kata Saningrat.

Selama menempuh pendidikan S1, Saningrat dan istrinya tidak pernah dimintai biaya kuliah dan biaya hidup oleh Lailatul.

 

Dia sudah hidup mandiri di Surabaya dengan mengisi les privat dari rumah ke rumah.

Dari setiap anak, Lailatul mendapat honor Rp 800.000. Dari pendapatannya itu, Lailatul masih sempat mengirimkan uang ke orangtua, terutama ketika ayahnya butuh uang untuk modal bertani di musim tembakau.

"Seingat saya, saya hanya mengeluarkan biaya Rp 10 juta untuk beli motor dan Rp 6 juta untuk beli laptop Lailatul.

Selain itu, saya lebih sering dikirimi uang oleh Laila untuk modal bertani," kata dia.

Kepada Kompas.com, Lailatul Qomariyah menuturkan tidak pernah merasa minder karena berlatar belakang anak seorang tukang becak.

Meskipun setiap hari dirinya naik ontel sejauh 5 km dari tempat kos ke kampusnya, hal itu tidak mengurangi semangat untuk meraih prestasi gemilang hingga lulus doktor dengan IPK 4.0.

"Saya anak orang miskin, tapi saya tidak minder. Yang saya butuhkan adalah semangat orangtua, doa orangtua, dan kesabaran orangtua.

Hasilnya saya petik saat ini dan untuk masa depan saya," ungkap Lailatul saat diwawancarai via telepon seluler.

Hari Minggu, 15 September 2019, Lailatul Qomariyah, anak kebanggaan Saningrat itu akan diwisuda.

Saat sidang terbuka disertasi Lailatul pada 4 September 2019, Saningrat datang bersama enam saudaranya yang juga paman Lailatul.

Saat sidang berlangsung, mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa yang menjadi perbincangan antara anaknya dan tujuh profesor yang menguji Lailatul.

Pasalnya, bahasa yang digunakan bahasa Inggris. "Saya dan paman-pamannya Laila hanya duduk kebingungan karena kami tidak mengerti bahasa Inggris.

Kami ini orang kecil. Tapi sekarang saya bangga dengan anak saya.

Bukan saya sombong dengan prestasi anak saya saat ini, saya mensyukuri nikmat besar anak saya bisa sampai doktor tanpa saya banyak mengeluarkan biaya," ungkap Saningrat. (Intisari Online)

#Diuji Profesor Pakai Bahasa Inggris, Mahasiswi yang Raih Gelar Doktor S3 Ternyata Anak Tukang Becak

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bangganya Saningrat, Tukang Becak yang Lihat Anaknya Berhasil Raih Gelar Doktor"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved