Bambang Widjojanto Mengendus Bau Sangit Kolusi dalam Pemilihan Pimpinan KPK, "Baunya Menyengat"
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015 Bambang Widjojanto, mengendus indikasi bau sangit kolusi pada proses pemilihan calon pimpinan
#Bambang Widjojanto Mengendus Bau Sangit Kolusi dalam Pemilihan Pimpinan KPK, "Baunya Menyengat"
TRIBUNBATAM.id - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015 Bambang Widjojanto, mengendus indikasi bau sangit kolusi pada proses pemilihan calon pimpinan KPK 2019-2023.
"Indikasi bau sangit kolusif pemilihan capim KPK terasa menyengat."
"Parade kepongahan dipertontonkan secara seronok," ujar Bambang Widjojanto kepada wartawan, Minggu (15/9/2019).
"Calon yang oleh KPK dituduh nir-integritas dan tak mampu mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi, justru sengaja dipilih jadi komisioner KPK oleh parlemen setelah diusulkan Presiden," tuturnya.
Masukan publik terhadap proses pemilihan capim KPK, kata Bambang Widjojanto, diabaikan.
Dia menduga uji kelayakan dan kepatutan di DPR cuma ajang pengukuhan terhadap calon yang sebenarnya sudah disepakati.
• Masyarakat Butuh Capim KPK Berintegritas Tinggi
• Aliansi Pemuda & Mahasiswa Kepri Dukung Pansel Capim KPK, Berharap Tak Terkontaminasi Politik
"Ada banyak tuduhan miring pada parlemen dan Presiden yang bersekutu dengan kuasa kegelapan, berkaitan dengan proses pemilihan capim KPK yang perlu diklarifikasi," katanya.
"Kalau begitu bisa kita ucapkan, selamat datang otoritarianisme?" ucap Bambang Widjojanto.
Sebelumnya, setelah memilih lima komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), anggota Komisi III DPR lantas memilih Ketua KPK.
Pemilihan Ketua dilakukan berdasarkan Musyawarah Kapoksi (Ketua Kelompok Fraksi) terhadap lima calon pimpinan (capim) KPK terpilih.
Ada pun calon pimpinan KPK terpilih adalah Alexander Marwata, Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.
10 Kapoksi Fraksi di Komisi III sepakat memilih Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.
"Dalam rapat pleno komisi III, pemilihan Capim KPK periode 2019 -2023, berdasarkan diskusi dari seluruh fraksi yang hadir, dan seluruh fraksi fraksi menyepakati."
"Untuk menjabat komisoner KPK, masa bakti 2019-2023, pertama sebagai Ketua, Irjen Firli Bahuri, bisa disepakati?" Tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, Jumat (13/9/2019)
"Sepakat," jawab anggota Komisi III.
Setelah menetapkan Ketua KPK, Komisi III juga menyepakati empat komisioner sebagai wakil ketua.
Mereka adalah Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata.
"Atas nama pimpinan dan seluruh anggota Komisi III, kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan semua."
"Kepada yang memberikan masukan baik yang pro maupun kontra."
"Kami menaruh harapan pada lima pimpinan agar dapat menjalankan tugas, sesuai undang-undang dengan catatan komitmen yang telah ditandatangani," papar Aziz.
Hasil voting Capim KPK:
1. Alexander Marwata – (Komisioner KPK) 53 suara
2. Firli Bahuri – (Anggota Polri) 56
3. I Nyoman Wara – (Auditor BPK) 0
4. Johanis Tanak – (Jaksa) 0
5. Lili Pintauli Siregar – (Advokat) 44 suara
6. Luthfi Jayadi Kurniawan – (Dosen) 7
7. Nawawi Pomolango – (Hakim) 50
8. Nurul Ghufron – (Dosen) 51
9. Roby Arya – (PNS Sekretaris Kabinet) 0
10. Sigit Danang Joyo – (PNS) 19
Berikut ini profil singkat lima pimpinan KPK periode 2019-2023:
1. Firli Bahuri (Polri)
Seperti halnya Alexander Marwata, Firli merupakan satu-satunya anggota Korps Bhayangkara yang terpilih masuk 10 besar.
Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
Pria kelahiran Ogan Kumering Ulu, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 ini sebelumnya menjabat Deputi Penindakan KPK.
Nama Firli berulang kali mengundang kontroversi.
Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli dilaporkan lantaran diduga bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018.
Padahal, saat itu, KPK sedang menyelidiki divestasi saham PT Newmont yang diduga terkait dengan Gubernur yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) itu.
Firli juga disorot lantaran diduga menerima gratifikasi berupa menginap di hotel selama dua bulan.
Saat mengikuti wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK, Firli mengakui pertemuannya dengan TGB.
Namun, Firli mengklaim tidak melanggar kode etik terkait pertemuan tersebut.
Firli mengaku sudah meminta izin kepada pimpinan KPK untuk menghadiri sebuah acara di NTB.
Di NTB, Firli mengaku diundang untuk bermain tenis. Di lapangan tenis itu, Firli bertemu secara tidak sengaja dengan TGB.
Saat itu, TGB datang ke lapangan tenis setelah beberapa saat Firli bermain tenis.
Firli mengaku sempat diklarifikasi oleh lima pimpinan KPK terkait pertemuan tersebut pada pertengahan Maret 2019.
Setelah proses klarifikasi, Firli mengklaim tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukannya terkait pertemuan dengan TGB.
"Unsurnya tidak ada. Saya tidak berhubungan dengan TGB. Yang menghubungi Danrem. Simpulan akhir tidak ada pelanggaran. Bisa ditanya ke Pak Alexander dan Pak Laode," katanya.
Terkait gratifikasi, Firli juga membantahnya.
Firli membenarkan pernah menginap di Hotel Grand Legi di Lombok selama kurang lebih dua bulan, karena anaknya masih SD.
Sementara, dia harus kembali ke Jakarta untuk berdinas. Namun, Firli membantah biaya hotel selama dua bulan merupakan bentuk gratifikasi.
Semua tagihan hotel, kata Firli, sepenuhnya ia tanggung sendiri.
2. Alexander Marwata (Komisioner KPK 2014-2019)
Alexander atau yang akrab disapa Alex merupakan satu-satunya Komisioner KPK petahana yang lolos hingga seleksi tahap akhir.
Dikutip dari laman kpk.go.id, Alex lama berkarier di Badan Pengawas Pembangunan Keuangan (BPKP), yakni sejak 1987 hingga 2011.
Setelah sekitar 24 tahun berkiprah di BPKP, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 itu kemudian banting setir.
Ia menjadi hakim ad-hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Saat menjalani wawancara dan uji publik seleksi Capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa (27/8/2019) lalu, Alex mengungkap adanya konflik di internal penyidik KPK.
Bahkan, selaku pimpinan, Alex mengaku sulit mengakses berita acara pemeriksaan (BAP) dari penyidik.
3. Nurul Ghufron (Dosen)
Nurul Ghufron tercatat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember.
Ghufron juga kerap menjadi saksi ahli bidang hukum di berbagai persidangan.
Sebelum menjadi dosen PNS, pria kelahiran Madura, 22 September 1974 ini juga punya pengalaman sebagai lawyer.
4. Nawawi Pomolango (Hakim)
Nawawi merupakan satu-satunya hakim karier yang masuk 10 besar seleksi Capim KPK periode 2019-2023.
Alexander Marwata memang berasal dari hakim. Namun, Alex, sapaan Alexander Marwata merupakan hakim adhoc, sementara Nawawi merintis karier sebagai hakim sejak 1988.
Selama 30 tahun berkarier sebagai hakim, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi itu pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Poso.
Lalu, Wakil Ketua Pengadilan Bandung, Ketua Pengadilan Samarinda, dan Ketua Pengadilan Jakarta Timur.
Saat ini, Nawawi menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.
Pria kelahiran Manado, 28 Februari 1962 ini telah mengantongi sertifikasi hakim tipikor sejak 2006.
Nawawi pernah menangani sejumlah perkara korupsi besar, di antaranya kasus Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, dan Patrialis Akbar.
5. Lili Pintauli Siregar (Advokat)
Lili dikenal sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Tak lagi mengabdi di LPSK, Lili kemudian mengurus kantor konsultan hukum pribadinya.
Baru jalan beberapa bulan, ia maju sebagai calon pimpinan KPK. (Ilham Rian Pratama)
#Bambang Widjojanto Mengendus Bau Sangit Kolusi dalam Pemilihan Pimpinan KPK, "Baunya Menyengat"
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Bambang Widjojanto Cium Bau Sangit Kolusi, Sebut DPR dan Presiden Bersekutu dengan Kuasa Kegelapan