Tsamara Amany Ngaku Diserang, Pendukung Jokowi Jelaskan soal Suami Perkosa Istri
Politisi PSI Tsmara Amany mendapatkan serangan personal gara-gara mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Penulis: Agus Tri Harsanto | Editor: Agus Tri Harsanto
TRIBUNBATAM.id - Politisi PSI Tsmara Amany mendapatkan serangan personal gara-gara mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Namun Tsmara Amany termasuk politisi pendukung Jokowi di Pilpres 2019 menolak RKUHP.
Tsamara Amany mengaku mendapatkan serangan personal gara-gara twett mengenai pemerkosaan dalam rumah tangga.
Sejak tweet itu, akun Tsmara Amany dibanjiri beragam komentar.
Ada yang mendukung bahkan tidak sedikit pula yang menghujatnya.
Di akun instagramnya, Selasa (1/10/2019), Tsamara Amany mengaku mendapatkan serangan personal.
Namun ia tidak mempedulikannya.
"Sejak tweet saya dua hari lalu mengenai pemerkosaan dalam rumah tangga (marital rape), banyak reply yang tak beradab dan begitu kasar. Banyak netizen yang mungkin shock dan tak habis pikir dengan reply itu. •
Saya pribadi sudah kenyang dengan serangan personal & cenderung tidak peduli. Yang menyeramkan adalah kenyataan bahwa banyak orang yang tidak memahami definisi perkosaan dan menganggap perkosaan dalam rumah tangga itu tidak ada atau menganggap itu sebagai sesuatu yahg baik-baik saja. •
Padahal, banyak sekali perempuan yang sedang hamil, baru melahirkan, atau sedang haid yang menjadi korban pemaksaan seperti ini. Bahkan ada yang akhirnya meninggal dunia. Mereka abai & cenderung tak mau mendengar kisah para korban. •
Itulah kenapa kita harus mendukung disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Dibanding kaget terhadap serangan personal kepada saya, lebih baik kita kaget terhadap fakta bahwa DPR periode 2014-2019 gagal mengesahkan RUU-PKS untuk melindungi korban kekerasan seksual. •
Ini harus menjadi salah satu fokus utama kita. Selamat dilantik Bapak/Ibu anggota DPR RI periode 2019-2024, kami akan kawal!," tulisnya.
DPR Tunda RKUHP dan 4 RUU lainnya
DPR sepakat menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP).
Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna ke-12 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9/2019).
Awalnya Ketua DPR Bambang Soesatyo menuturkan bahwa sebelum Rapat Paripurna, pimpinan DPR menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) bersama pimpinan fraksi dan komisi.
Dalam rapat tersebut seluruh unsur pimpinan menyetujui usulan penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang, salah satunya RKUHP.
"Bahwa tadi sebelum Rapat Paripurna ini telah diadakan Rapat Bamus antarpimpinan DPR dan seluruh unsur pimpinan fraksi serta komisi terkait usulan penundaan atau carry over beberapa rancangan undang-undang yang akan kita selesaikan pada periode ini," ujar Bambang saat memimpin Rapat Paripurna. "Apakah dapat disetujui?" tanya dia.
Seluruh anggota DPR yang hadir pun menyatakan setuju. Selain RKUHP terdapat empat RUU yang ditunda dan dilanjutkan pembahasannya pada periode 2019-2024.
Keempat RUU tersebut adalah RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU Perkoperasian dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan.
Bambang mengatakan, dalam Rapat Bamus, seluruh fraksi dan alat kelengkapan mengerti urgensi pengesahan RUU tersebut, karena telah melalui proses yang panjang.
Namun seluruh fraksi juga memahami situasi sehingga menyetujui RUU tersebut ditunda.
"Seluruh fraksi memahami situasi sehingga setuju RUU ditunda dan dicarry-over pada masa persidangan pertama pada periode yang akan datang," kata Bambang.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.
Jokowi sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019).
Jokowi menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substasi RKUHP.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi.
Presiden Jokowi juga telah memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk menampung masukan dari berbagai kalangan terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, untuk mencari masukan-masukan dari berbagai kalangan masyarakat, sebagai bahan untuk menyempurnakan RUU KUHP yang ada," ucap Jokowi.(*)