KILAS BALIK

Dari Sepak Bola Kampung Jadi Tokoh yang Mengubah Indonesia, Inilah Sosok Jenderal Oerip Sumohardjo

Dikenang sebagai sosok yang meletakkan dasar bagi sejarah militer republik Tanggal 5 Oktober 1945, yang kini diperingati sebagai hari ulang tahun T

wikipedia.com
Jendral Urip Sumoharjo 

Dari Sepak Bola Kampung Jadi Tokoh yang Mengubah Indonesia, Inilah Sosok Jenderal Oerip Sumohardjo

TRIBUNBATAM.id - 'Tidak mungkin sebuah negara berdiri zonder tentara.'

Demikian kata-kata terkenal dari Oerip Sumohardjo atau Urip Urip Sumoharjo seperti dilansir dari buku '100 Tokoh Yang Mengubah Indonesia : Biografi Singkat 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah Indonesia Abad 20, Terbitan Narasi, 2005.

Itulah kegelisahan Oerip pada hari-hari pertama kemerdekaan Republik Indonesia.

Kegelisahan Oerip Soemohardjo ini akhirnya bisa punya bisa wujud.

Ia dikenang sebagai sosok yang meletakkan dasar bagi sejarah militer republik Tanggal 5 Oktober 1945, yang kini diperingati sebagai hari ulang tahun TNI.

Urip Sumoharho mulai menggagas berdirinya organisasi "pelindung bangsa".

Ya, memang tidak mungkin suatu negara bisa berdiri dengan kedaulatan penuh tanpa ada tentara.

Maka, bersama kawan-kawannya, termasuk sejumlah mantan perwira Peta (Pembela Tanah Air),
ia membentuk Tentara Keamanan Rakyat di Yogyakarta.

Sosok Oerip SuMasa Kecil yang Nakal

Dilansir dari wikipedia.org Urip Sumoharjo yang dulunya dieja dengan Oerip Soemohardjo merupakan Jenderal TNI (Anumerta) lahir 22 Februari 1893 – meninggal 17 November 1948 pada umur 55 tahun. Oerip Soemohardjo lahir dengan nama Muhammad Sidik ("Muhammad Kecil") di rumah keluarganya di Sindurjan, Purworejo, Hindia Belanda.

Ia adalah putra pertama dari pasangan Soemohardjo, seorang kepala sekolah dan putra tokoh Muslim setempat, dan istrinya, putri dari Raden Tumenggung Widjojokoesoemo, bupati Trenggalek; pasangan ini kemudian memiliki dua putra lagi, Iskandar dan Soekirno,serta tiga orang putri.

Oerip merupakan jenderal dan kepala staf umum Tentara Nasional Indonesia pertama pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Lahir di Purworejo, Hindia Belanda, Oerip kecil adalah anak nakal yang sudah memperlihatkan kemampuan memimpin sejak usia dini.

Pada usia muda Sidik mulai menunjukkan kualitas pemimpin, ia memimpin kelompok anak-anak di lingkungannya ketika memancing dan bermain sepak bola.

Ketiga saudara ini bersekolah di sekolah untuk suku Jawa yang dikepalai oleh ayah mereka, oleh sebab itu mereka menerima perlakuan khusus.

Hal ini menyebabkan mereka menjadi nakal dan berpuas diri.

Pada tahun kedua sekolahnya, Sidik jatuh dari pohon kemiri dan kehilangan kesadaran.

Setelah sadar, ibunya mengirim surat kepada Widjojokoesoemo, mengungkapkan bahwa nama Sidik adalah penyebab perilaku buruknya.

Sebagai balasan, Widjojokoesoemo menyarankan bahwa Sidik harus diganti dengan Oerip, yang berarti "hidup".

Saat ia sembuh, keluarganya memutuskan untuk menamainya kembali dengan nama Oerip, meskipun kelakuannya tetap saja buruk.

Ia kemudian dikirim ke Sekolah Putri Belanda (Europese Lagere Meisjesschool); sekolah untuk putra sudah penuh dan orangtuanya berharap bahwa sekolah putri akan meningkatkan kemampuan Oerip dalam berbahasa Belanda, juga mengubah temperamennya.

Setelah belajar satu tahun di sekolah putri, Oerip menjadi lebih kalem, ia lalu dikirim ke sekolah Belanda untuk putra.

Meskipun demikian, nilai akedemiknya tetap buruk.

Pada tahun terakhirnya di sekolah dasar, ia sering mengunjungi teman ayahnya, seorang mantan tentara yang pernah bertugas di Aceh selama dua puluh tahun, untuk mendengarkan cerita dari pria tua itu.

Hal ini kemudian menginspirasi Oerip untuk bergabung dengan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL).

Setelah lulus ujian calon pegawai negeri dan persiapan selama beberapa bulan, Oerip pindah ke Magelang pada tahun 1908 untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi (Opleidingsschool Voor Inlandse Ambtenaren, atau OSVIA.

Orangtuanya ingin Oerip menjadi bupati seperti kakeknya.

Setahun kemudian, adik-adiknya menyusulnya ke OSVIA. Setelah ibunya meninggal dunia pada tahun 1909, Oerip tenggelam dalam depresi selama berbulan-bulan dan berubah menjadi penyendiri.

Bergabung dengan Tentara Belanda

Pada tahun terakhirnya di OSVIA, Oerip memutuskan untuk mendaftar ke akademi militer di Meester Cornelis, Batavia (kini Jatinegara, Jakarta).

Ia berangkat ke sana langsung dari Magelang, dan mengatakan kepada adik-adiknya untuk memberitahu ayah mereka, yang tidak setuju dengan pilihan putranya.

Soemohardjo pada awalnya berusaha untuk membujuk putranya agar kembali ke OSVIA dengan memberinya uang 1.000 gulden, tetapi akhirnya menyetujui pilihan Oerip untuk masuk akademi militer.

Setelah pelatihan, yang menurutnya menyenangkan, Oerip lulus dari akademi militer pada bulan Oktober 1914 dan menjadi letnan dua di KNIL.

KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda; het Koninklijke Nederlands-Indische Leger, atau secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Setelah mengunjungi ayahnya di Purworejo selama beberapa hari, Oerip kembali ke Meester Cornelis, tempat ia menjabat di Batalion XII.

Jadi Pimpinan KNIL

Meskipun ia adalah pria terkecil dan satu-satunya pribumi di unitnya, ia diserahi jabatan pemimpin.

Satu setengah tahun kemudian, ia dikirim ke Banjarmasin, Borneo. Setelah melewati masa-masa berpatroli di belantara Puruk Cahu dan Muara Tewe, ia dikirim ke Tanah Grogot, kemudian ke Balikpapan.

Saat ditempatkan di sana, Oerip dipromosikan menjadi letnan satu, namun menghadapi diskriminasi dari tentara Belanda karena ia berasal dari kalangan pribumi.

Di Banjarmasin, ia meyakinkan komandannya untuk mengeluarkan peraturan yang memperbolehkan perwira non-Belanda bergabung dengan tim sepak bola, dan pada tahun 1917 ia telah menerima status hukum yang sama dengan tentara Belanda.

Setelah Balikpapan, Oerip dikirim ke Samarinda, Tarakan, dan terakhir ke Malinau.

Di Malinau, Oerip berpatroli di perbatasan Kerajaan Sarawak (kini bagian dari Malaysia) yang dikuasai oleh Hindia Belanda dan Inggris; ia juga bertugas mencegah konflik dan pengayauan antar suku Dayak.

Suatu hari, tujuh tahun setelah tiba di Borneo, Oerip baru saja selesai berpatroli dan menemukan rumahnya sudah dibakar.

Atas rekomendasi seorang dokter, Oerip kembali ke Jawa, melalui Tarakan dan Surabaya, dan tiba di Cimahi. Di Cimahi, Oerip mengistirahatkan diri selama beberapa bulan.

Setelah pulih total, pada tahun 1923 Oerip ditempatkan di kampung halamannya, Purworejo. Pada September 1925, Oerip dipindahkan ke Magelang dan bertugas di Maréchaussée te Voet, sebuah unit militer bentukan KNIL.

Menikah

Meski awalnya Oerip diketahui adalah pria yang kerap menghindari wanita, di bawah tekanan untuk segera menikah, Oerip berkenalan dengan Rohmah Soebroto, putri dari Soebroto, mantan guru bahasa Jawa dan Melayu-nya, yang juga kerabat jauh tokoh emansipasi wanita Kartini.

Sejoli ini bertunangan pada tanggal 7 Mei 1926 dan menikah pada 30 Juni pada tahun yang sama.

Di Magelang, Oerip menggunakan nama ayahnya sebagai nama belakang untuk berurusan dengan Belanda. Setelah itu, ia mulai menyebut dirinya dengan nama lengkap Oerip Soemohardjo, meskipun orang lain terus memanggilnya Oerip.

Setahun setelah pernikahannya, Oerip dan istrinya ditempatkan di Ambarawa. Di sana, Oerip ditugaskan untuk membangun kembali unit KNIL yang telah dibubarkan sebelumnya.

Sambil melatih prajurit lokal menggantikan komandan Belanda yang belum tiba, Oerip dipromosikan menjadi kapten.

Setelah komandan Belanda tiba, pada Juli 1928 Oerip diberi cuti satu tahun, yang ia manfaatkan untuk melakukan perjalanan wisata ke seluruh Eropa bersama istrinya.

Sekembalinya ke Hindia, ia ditempatkan di Meester Cornelis.

Di Meester Cornelis, Oerip mulai menjalankan latihan militer; saat ditempatkan di sana, ayahnya meninggal dunia.

Pada 1933, ia dikirim ke Padang Panjang di Sumatera untuk menangani kerusuhan yang menewaskan beberapa perwira Belanda.

Di Padang Panjang, ia melalui hari-harinya tanpa banyak peristiwa, dan bulan Juli 1935 ia diberi cuti untuk bepergian ke Eropa sekali lagi.

Oerip juga dipromosikan menjadi mayor pada saat itu, yang menjadikannya sebagai perwira pribumi dengan pangkat tertinggi di KNIL Setahun kemudian, setelah kembali ke Hindia, ia ditempatkan di Purworejo.

Tanggal 31 Agustus 1938, di Purworejo dilangsungkan upacara ulang tahun Ratu Wilhelmina. Urip Sumoharjo diangkat sebagai ketua panitia. Salah seorang undangan yakni Bupati Purworejo datang terlambat.

Ia melarang Bupati memasuki tempat upacara karena melanggar aturan yang sebelumnya sudah ditetapkan. Kasus tersebut dilaporkan kepada Departemen Perang, ternyata Jenderal Urip Sumoharjo disalahkan.

Kemudian ia dipindahkan ke Gombong, karena merasa tidak bersalah, ia akhirnya minta berhenti dari dinas militer.

Oerip dan istrinya, Rohmah, kemudian pindah ke sebuah desa di dekat Yogyakarta.

Di sana, mereka membangun sebuah vila dan kebun bunga yang luas. Setelah Jerman Nazi menginvasi Belanda pada bulan Mei 1940, Oerip dipanggil kembali untuk bertugas.

Ketika Kekaisaran Jepang menduduki Hindia dua tahun kemudian, Oerip ditangkap dan ditahan di kamp tawanan perang selama tiga setengah bulan.

Pada tahun 1942, semua tentara Belanda ditawan Jepang, termasuk Urip Sumoharjo. Setelah Urip Sumoharjo dibebaskan, Jepang menawarkan jabatan sebagai komandan polisi namun ia menolaknya. Atas sikap penolakan ini, Jepang melakukan pengawasan ketat terhadap Urip Sumoharjo.

 Ia melalui sisa masa pendudukan Jepang di vilanya.

Jasanya di Masa Kemerdekaan

Pada tanggal 14 Oktober 1945, beberapa bulan setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Oerip ditetapkan sebagai kepala staff dan pemimpin sementara angkatan perang yang baru dibentuk.

Oerip berupaya untuk menyatukan kekuatan kelompok-kelompok militer yang terpecah-pecah di Indonesia.

Pada 12 November 1945, Jenderal Soedirman terpilih sebagai panglima angkatan perang setelah melalui dua tahap pemungutan suara buntu.

Oerip tetap menjabat sebagai kepala staff, dan mereka berdua sama-sama mengawasi pembangunan angkatan perang pada masa Revolusi Nasional Indonesia.

Oerip punya peran besar bagi terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang saat ini menjadi payung keamanan negara Republik Indonesia.

Karena itu, bersama Jenderal Sudirman, Jenderal Urip Sumoharjo diakui sebagai bapak Angkatan Perang Republik Indonesia.

Memasuki zaman kemerdekaan, Urip Sumoharjo mengusulkan agar pemerintah segera membentuk tentara. Usul itu disetujui kemudian berdiri Tentara Keamanan rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 (tanggal 5 Oktober ditetapkan sebagai hari jadi TNI).

Saat itu, ia masih berada di Gentan, di daerah Yogyakarta. Sementara teman-temannya bekas KNIL yang berada di Jakarta mengusulkan kepada Pemerintah agar ia diangkat menjadi pimpinan TKR.

Selanjutnya Urip Sumoharjo  mengumpulkan teman-temannya bekas KNIL untuk bersama-sama membuat atau mengeluarkan pernyataan tidak terikat lagi dalam dinas KNIL.

Pernyataan itu ditandatangani 13 orang. Pada 15 Oktober 1945, Urip Sumoharjo pun kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat Letjen. Tugasnya pun cukup berat, mengingat jumlah tentara cukup banyak sedangkan organisasinya belum teratur.

Dalam posisinya sebagai pemimpin tertinggi TKR, Urip Sumoharjo terus berupaya menyempurnakan keorganisasian tentara hingga kelak TKR berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pada 1948, Urip Sumoharjo mengundurkan diri dari jabatan sebagai Kepala Staff Umum TKR. Hal itu karena ia tidak setuju dengan Perjanjian Renville yang dianggapnya banyak merugikan Indonesia. Namun, kemudian, ia diangkat sebagai penasihat militer Presiden Soekarno.

Meninggal Dunia

Mengidap lemah jantung, kondisi kesehatannya memburuk dan ia wafat karena serangan jantung beberapa bulan kemudian.

Berpangkat letnan jenderal pada saat kematiannya, Oerip secara anumerta dipromosikan menjadi jenderal penuh. Ia menerima beberapa penghargaan dari pemerintah Indonesia, termasuk gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1964.

Oerip menerima sejumlah tanda kehormatan dari pemerintah secara anumerta, termasuk Bintang Sakti (1959), Bintang Mahaputra (1960),Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967), dan Bintang Kartika Eka Pakçi Utama (1968).

Pada tanggal 10 Desember 1964, Oerip ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 314 Tahun 1964. Soedirman juga dinyatakan sebagai pahlawan nasional oleh keputusan yang sama.

Pada tanggal 22 Februari 1964, akademi militer Indonesia di Magelang mendedikasikan sebuah tugu untuk dirinya, dan menggambarkan Oerip sebagai "seorang putra Indonesia yang mengagungkan karya daripada kata, yang mengutamakan Dharma daripada minta."

Gereja Katolik di akademi tersebut juga mempersembahkan sebuah dedikasi untuk Oerip sejak tahun 1965, yang berawal dari perbincangan antara Rohmah dan teman misionarisnya.

Beberapa jalan juga dinamakan untuk menghormati Oerip, termasuk di kampung halamannya Purworejo, di Yogyakarta,dan di ibu kota Jakarta.

#Dari Sepak Bola Kampung Jadi Tokoh yang Mengubah Indonesia, Inilah Sosok Jenderal Oerip Sumohardjo#

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul TRIBUNWIKI: Sejarah Urip Sumoharjo, Jadi Pimpinan Tentara Belanda, Bapak Angkatan Perang RI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved