Kehebatan Pasukan Marinir Usman dan Harun, Menyusup dari Batam, Ledakkan MacDonald House Singapura

Kehebatan pasukan Korps Komando (kini disebut Marinir) Usman dan Harun, menyusup dari Batam dan ledakkan MacDonald House di Orchard Road, Singapura.

IST
Berbicara soal pasukan khusus, nampaknya Indonesia belum begitu familiar dengan nama Usman dan Harun 

Menyusup dari Batam, Begini Usman & Harun Tembus Perhatanan Laut dan Ledakan Gedung di Singapura?

TRIBUNBATAM.id - Kehebatan pasukan Korps Komando (kini disebut Marinir) Usman dan Harun, menyusup dari Batam dan ledakkan MacDonald House di Orchard Road, Singapura.

Kisah kehebatan Usman dan Harun kembali dikenal mengingat momen keduanya dihukum mati di Singapura pada Kamis 17 Oktober 1968.

51 tahun sudah peristiwa itu terjadi. 

Beberapa tahun lalu, protes keras dilayangkan Singapura ke Indonesia karena penamaan KRI Usman - Harun.

Seperti diketahui, nama, Usman dan Harun memang kurang sreg bagi negeri jiran tersebut karena sebuah peristiwa 10 Maret 1965 yang sering disebut peristiwa pemboman MacDonald House di Orchard Road, Singapura.

Usman Janatin dan Harun Tohir dituduh sebagai orang yang meletakkan bom di Mc Donald House (MDH), kawasan Orchard Road, Singapura tersebut. 

Kini kawasan jadi gedung perbankan di Singapura.

Terkait penolakan Singapura atas penamaan Usman dan harun ,dikutip dari Tribunnews.com edisi terbitan Sabtu (8/2/2014), pengamat hubungan internasional Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI), Ganeti Wulandari menilai kurang pas.

Sebab peristiwa pengeboman yang dilakukan Usman dan Harun di Orchard saat itu adalah ketika keadaan perang.

Jadi, kejadian tersebut sah-sah aja sebab konteksnya perang.

"Dalam konteks itu tidak pas Singapura untuk melakukan protes itu.

Kan itu dalam konteks perang. Dalam konteks perang dan kita melihat mereka itu sebagai pahlawan nasional dan kita memberikan penghargaan sebagai pahlawan nasional,"kata Ganewati.

Lantas, siapa Usman dan Harun?

Tribun Batam melansir Buku berjudul : Usman Janatin dan Harun Tohir Kisah Perjuangan Pahlawan Dwikora, Tulisan Arif Saefudin, Penerbit Deep Publish terbitan Tahun 2018, disebutkan, Usman lahir Kamis, 18 Mater 1943.

Nama yang diberikan ayahnya adalah janatin. 

Sekitar jam 10. 00 siang, Janatin membuka mata untuk pertama kalinya melihat dunia.

Janatin lahir dari rahim Siti Rukijah, seorang ibu rumah tangga di Dusun Tawangsari, yang masuk
ke dalam wilayah administrasi Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga.

Janatin lahir di wilayah yang masuk ke dalam kawasan Kecamatan Purbalingga, tepatnya di Desa
Jatisaba. Janatin merupakan anak ke-7.

Kelak, Janatin termasyur namanya dengan Usman, seorang pasukan khusus TNI AL yang sangat terkenal dan dipuji Presiden Soekarno.

Kelak namanya melegenda dengan sebutan Usman Janatin.

Usman Janatin disebut sebagai pahlawan dari Indonesia karena keberaniannya di masa lampau.

Sementara Harun, melansir Wikipedia, bernama lengkap Harun Tohir bin Mandar, lahir di Pulau BaweanKabupaten GresikJawa Timur14 April 1943.

Harun adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando; kini disebut Korps MarinirIndonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.

Bermula Dari Konfrontasi

Semuanya berawal ketika Indonesia tengah terlibat dalam konfrontasi militer dengan Malaysia (1961-1966) silam, Indonesia melakukan beragam cara.

Presiden Sukarno wakti itu kurang sreg melihat tingkah Federasi Malaya. 

Selain melancarkan operasi penyusupan lewat perbatasan yang berada di darat, militer Indonesia juga melancarkan operasi rahasia lewat laut.

Tujuan operasi penyusupan yang dilakukan oleh Pasukan Katak (Kopaska) dan Marinir (KKO) itu berupa operasi intelijen, provokasi, dan sabotase.

Salah satu misi operasi sabotase yang berhasil adalah yang dilakukan oleh Sersan Dua KKO Djanatin, Kopral Satu KKO Tohir, dan rekan-rekannya yang bertugas sebagai operator perahu, Gani bin Aroep.

Untuk mengamankan jalannya operasi itu, mereka membuat nama samaran sesuai dengan nama warga setempat.

Kopaska TNI AL
Kopaska TNI AL (Pinterest)

Djanatin memakai nama samaran Usman bin Haji Muhammad Ali dan Tohir memakai nama Harun bin Said.

Sasaran utama misi rahasia itu adalah melakukan sabotase di pusat kota Singapura dengan berbekal bahan peledak seberat 12,5 kg.

Target yang harus diledakkan adalah gedung McDonald House yang berada di pusat keramaian kota.

Karena ketatnya penjagaan di perairan Singapura, ketiga infiltran itu menyamar sebagai pemasok barang dagangan ke Malaysia dan Singapura.

Ketika sedang menyamar sebagai pedagang itulah mereka mempelajari sasaran yang harus diserang termasuk rute bagaimana harus melahirkan diri.

Setelah merasa yakin dengan semua rencana yang sudah dimatangkan ketiga infiltran itu pun siap melancarkan serangan sabotase.

Saat menjelang fajar menyingsing tanggal 9 Maret 1965 ketiga infiltran itu berhasil mendarat di pantai Singapura dan menyusup masuk ke pusat kota Singapura.

Gedung McDonald yang menjadi sasaran sabotase berhasil diledakkan pada pukul 03.07 waktu setempat.

Saat kembali menuju perahu karet yang ditempatkan di lokasi tersembunyi mereka sengaja berpisah dengan Gani bin Aroep.

Taktik memisahkan diri itu bertujuan untuk menghindarkan kecurigaan aparat kepolisian yang telah melancarkan operasi pencarian secara besar-besaran.

Djanatin dan Tohir berhasil mencapai pantai dan selanjutnya melarikan diri menggunakan perahu motor rampasan.

Tapi pelarian yang berlangsung pada 13 Maret 1965 itu mengalami kendala karena secara tiba-tiba mesin perahu mati.

Tak lama kemudian polisi perairan Singapura berhasil menemukan dan menangkap keduanya.

Usman dan Harun, oleh Singapura, dianggap sebagai pelaku terorisme.

Kopaska
Kopaska (Beritahati)

Mereka bukan dianggap tawanan perang karena ketika sedang melancarkan misinya tidak mengenakan seragam serta identitas militer.

Setelah diadili kedua infiltran yang bertempur demi tugas negara itu akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Langkah Diplomatik

Langkah diplomatik untuk membebaskan keduanya pun diupayakan secara serius oleh Pemerintah RI.

Tujuannya agar hukuman mati minimal berbuah jadi hukuman seumur hidup.

Tapi upaya diplomatik itu ternyata gagal.

Tiga tahun kemudian, persisnya pada Kamis 17 Oktober pukul 06.00 waktu setempat, Usman dan Harus dihukum dengan cara digantung.

Karena keduanya bertugas membela negara, saat jenazahnya dipulangkan ke Indonesia mereka mendapatkan penghormatan sebagai pahlawan.

Keduanya diberikan penghargaan tertinggi Bintang Sakit serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibatan, Jakarta Selatan.

#Menyusup dari Batam, Begini Usman & Harun Tembus Perhatanan Laut dan Ledakan Gedung di Singapura?#
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved