HEADLINE TRIBUN BATAM
Belum Berunding Sudah Walk Out, Serikat Pekerja Tolak UMK Batam Sesuai PP 78
Ketua FSPMI Batam, Alfitoni memilih keluar alias walk out sebelum perundingan UMK Batam 2020 dimulai karena menilai ada yang tak beres dalam rapat.
Belum Berunding Sudah Walk Out, Serikat Pekerja Tolak UMK Sesuai PP 78
TRIBUNBATAM.id,BATAM - Rapat penentuan Upah Minumum Kota (UMK) Kota Batam tahun 2020 berakhir buntu karena utusan serikat pekerja memilih walk out dalam perundingan yang digelar Dewan Pengupahan Kota (DPK) di kantor Disnaker Kota Batam di Sekupang, Batam, Selasa (5/11/2019).
DPK Terdiri dari perwakilan pengusaha, Disnaker Batam, dan serikat pekerja.
Utusan pekerja yang hadir adalah Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI).
Sedangkan utusan pengusaha diwakili oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam.
Perundingan tak berlangsung lama, bahkan boleh dikatakan belum dimulai dan pihak pekerja langsung meninggalkan rapat.
Ketua FSPMI Batam, Alfitoni mengatakan, pihaknya memilih keluar alias walk out sebelum perundingan dimulai.
"Kami lihat ada yang tak beres sejak awal. Belum dimulai perundingan, tetapi DPK dari pengusaha sudah pasang kenaikan UMK Batam 2020 sebesar 8,51 persen. Ini kan masih awal perundingan. Belum deal,” katanya
DPK, kata Alfitoni, memaksakan upah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam bentuk berita acara.
Hal inilah yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan perundingan. "Belum perang sudah keluar amunisi duluan. Cara-cara ini menurut kami kurang sehat," tambahnya.
UMK menurut PP 78/2015 dihitung berdasarkan inflasi+pertumbuhan ekonomi nasional sehingga ditemukan kenaikan upah 8,52 persen secara nasional. Itu artinya, UMK Batam 2019 sebesar Rp 3.806.358 ditambah 8,51 persen atau Rp 323.921 menjadi Rp 4.130.279.
Alfitoni mengatakan, pihak pekerja menginginkan UMK berkisar di Rp 4,6 juta sesuai dengan kebutuhan hidup layak saat ini. UMK berdasarkan PP tersebut jauh dari kesejahteraan buruh.
"Sekarang sudah serba mahal. Kami minta antara Rp4,3 juta sampai Rp5 juta. Ini sesuai dengan kondisi harga barang saat ini," katanya.
Usulan dari gabungan asosiasi serikat buruh ini menggunakan kalkulasi kenaikan UMK 15 persen atau Rp. 570.953 dari UMK 2019 sehingga totalnya Rp 4.377.312.
Meskipun utusan serikat pekerja melakukan aksi walk out, DPK tetap membuat berita acara rapat untuk diteruskan ke Disnaker Provinsi Kepri.
Hanya saja, dalam berita acara itu tidak ada tanda tangan serikat pekerja.
Bubarkan DPK
Panglima Garda Metal FSPMl Kota Batam Suprapto juga mengungkapkan kejengkelannya dengan perundingan lantaran sikap Disnaker Batam dan organisasi pengusaha.
Sebab, mereka mengunci angka UMK sebesar 8,51 persen sehingga menurut dia, tidak ada gunanya perundingan.
“Kalau begini kan tidak ada artinya Dewan Pengupahan(DPK). Kalau tidak perlu, bubarkan saja DPK Kota Batam sekalian,” katanya.
Suprapto menambahkan, UMK Kota Batam yang diinginkan pengusaha Rp 4.130.279 jauh dari kesejahteraan buruh.
Sekarang, katanya, harga sembako, biaya transportasi dan beberapa kebutuhan pokok lainnya mengalami kenaikan. Jika dibandingkan biaya hidup saat ini, UMK tersebut sangat jauh dari kebutuhan.
Perundingan DPK kemarin merupakan yang kedua.
Rapat pertama yang digelar pada Selasa (5/11) pekan lalu berlangsung a lot. Pihak buruh mengajukan angka berdasarkan KHL menurut hasil survei mereka dan menolak UMK versi PP.78/2015.
Namun, pada perundingan kedua, kalangan pengusaha dan Disnaker tetap mematok UMK berdasarkan aturan yang berlaku.
Hal itu karena PP.78/2015 berkekuatan hukum tetap yang kemudian dikukuhkan oleh Peraturan Kementerian Tenaga kerja.
Perwakilan pengusaha menyatakan menerima angka UMK 2020 karena sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hal ini juga menjadi rujukan hukum bagi investor yang menanamkan investasinya di Kota Batam. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, pengusaha dalam rapat pertama, Selasa pekan lalu, sudah menyetujui kenaikan itu.
"Pada dasarnya para pengusaha ikut dengan kebijakan pemerintah sebagaimana usulan UMK 2020 berada pada angka Rp. 4.130.279. Kita tidak bisa keluar dari peraturan pemerintah tersebut karena itu dasar hukumnya," ucap Rudi.
Terkait penolakan buruh dan aksi wlk out serikat pekerja, Rudi dapat memaklumi dan menghormatinya. “Ya, itu hak mereka, kita juga tak bisa melarang,” katanya.
Rudi juga mengatakan bahwa hasil perundingan DPK Kota Batam ini tetap akan diserahkan ke Wali Kota Batam untuk selanjutnya diteruskan ke Gubernur Kepri.
Sebab, sesuai aturan, UMK diputuskan oleh gubernur.
Ketua Apindo Kota Batam Rafki Rasyid sebelumnya mengatakan bahwa pihaknya patuh pada ketentuan upah berdasarkan formulasi PP 78/2015.
Sebenarnya, kata Rafki, jika dibandingkan dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Kepri, angka UMK itu sangat tinggi. Pertumbuhan ekonomi Kepri saat ini hanya sekitar 4 persen, di bawah pertumbuhan nasional.
“Namun karena sudah aturan pemerintah, Apindo akan himbau perusahaan-perusahaan anggota Apindo untuk patuh dan tidak melakukan PHK akibat naiknya ongkos produksi 2020 mendatang,” kata Rafki kepada Tribun, Minggu (3/11).
Sedangkan terkait upah minimum sektoral kota (UMSK), jika ada sektor yang mampu membayar lebih tinggi dari UMK, Apindo mempersilakan saja.
Namun sesuai dengan Permenaker No 15 Tahun 2018 sangat tegas menyatakan bahwa UMS itu domainnya bipartit atau dibahas antara pengusaha dengan pekerja.
"Kami meminta pemerintah untuk tidak mengintervensi pembahasan UMSK. Itu domainnya bipartit,” katanya. (leo/blt/rus)