Begini Cara Sri Mulyani Tanamkan Nilai-nilai Toleransi Kepada Pegawai Kemenkeu Agar Tidak Radikal

Di hadapan sejumlah tokoh di antaranya Menko Polhukam Mahfud MD, Sekjen Gerakan Suluh Kebangsaan Alissa Wahid, Frans Magnis Suseno, dan sejumlah tokoh

Editor: Eko Setiawan
kompas tv
Sri mulyani tetap jadi menteri keuangan 

TRIBUNBATAM.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani punya cara sendiri untuk menghadapi anak buahnya agar tidak terpapar radikalisme.

Menteri Keuangan Sri Mulyani berbagi pengalamannya menangani  pegawainya yang eksklusif baik dari sisi religiusitas maupun primordial, agar tidak menjadi radikal.

Sri Mulyani membagikan pengalamannya dalam acara 'Temu Kebangsaan: Merawat Semangat Hidup Berbangsa' di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).

Dalam kesempatan tersebut Sri Mulyani bercerita bagaimana dirinya mengajak bicara pejabat eselon I dan II di lingkungan kementerian yang dipimpinnya.

Sesekali nada bicara Sri Mulyani terdengar meninggi saat bercerita.

Sesekali juga, ia mengeluarkan candaan yang membuat hadirin tertawa.

Seluruh hadirin tampak menyimak cerita Sri Mulyani tersebut selama hampir satu jam.

Sri Mulyani memulai ceritanya saat dirinya awalawal menjabat menjadi Menteri Keuangan pada Juli 2016.

Saat itu, Sri Mulyani sudah merasakan adanya ketegangan di lingkungan kementerian yang dipimpinnya.

Sri Mulyani saat itu mengaku mendapatkan banyak laporan dan masukan lewat pesan aplikasi WhatsApp yang menyatakan adanya indikasi jajarannya terpapar radikalisme.

Ketegangan tersebut semakin terasa mendekati Pemilu 2019 seiring dengan semakin kuatnya polarisasi dua kubu yang bertarung saat itu yakni pasangan Joko Widodo dan Maruf Amin dengan pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Ia mengatakan, saat itu jajarannya tampak terlihat lebih relijius yang ditandai semangat beribadah yang tinggi dan cara berpakaian.

Tidak hanya itu, sebagian dari jajarannya bahkan menunjukkan perilaku yang tertutup.

Ia pun sempat menemukan unggahan dari sejumlah pejabat yang menunjukan ekspresi keagamaannya di media sosial.

"Kita merasakan betul. Tapi juga ada ketegangan. Jadi implementasi relijiusitas di dalam birokrasi tidak menimbulkan ketenangan dan malah ada di bawah permukaan suatu ketegangan dan suasana itu di dalam saat menjelang Pemilu semakin mengeras. Karena adanya polarisasi dalam Pemilu," kata Sri Mulyani.

Ketika itu, ia pun merasakan adanya dilema baik di antara pegawai Kemenkeu secara pribadi maupun Kemenkeu secara institusional mengingat di satu sisi kemerdekaan berekspresi merupakan hak dalam setiap negara demokrasi tapi di sisi lain masyarakat Indonesia juga telah bersepakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

"Itu suatu tension yang terlihat sekali struggle, suatu pergolakan perjuangan, di antara kita sendiri, baik secara pribadi maupun institusional. Ini sesuatu yang harus direkonsiliasi," kata Sri Mulyani.

Atas dasar kegelisahan tersebut, akhirnya Sri Mulyani menggunakan kesempatan ketika pejabat eselon I dan II Kementerian Keuangan menggelar pertemuan terkait merajut kebangsaan pasca Pemilu 2019 di Gedung Danapala Jakarta.

"Jadi waktu kami buat pembicaraan itu, saya buka di Danapala, biasanya kan untuk perkawinan ya. Bayangkan eselon II itu jumlahnya 225 orang semua eselon II. Itu Kakanwil Pajak, DJKN, Direktur-direktur di tingkat pusat dan semua eselon I," kata Sri Mulyani.

Sri mengaku, pembicaraan mengenai radikalisme di tubuh Kemenkeu tersebut sebenarnya bukan sesuatu yang direncanakan.

Bermodal nekat, Sri Mulyani akhirnya memberanikan diri untuk membuka percakapan tersebut.

Ia pun menceritakan bagaimana ia menanyai satu per satu pejabat yang cara berpakaiannya terlihat berbeda dengan pejabat lainnya.

Ia mengaku menanyakan terkait apa yang membuat mereka sampai memilih untuk berpenampilan berbeda tersebut.

Sri Mulyani mengaku terkejut karena alasan yang mereka kemukakan ternyata berbeda-beda.

Menurutnya, ada yang menjawab dengan penuh kebijaksanaan, ada yang karena latar belakang keluarga, dan sebagainya.

Setelahnya, ia pun menanyai kepada pejabat yang berbeda agama tentang persepsi mereka ketika melihat sesama aparatur sipil negara yang memiliki cara busana berbeda.

Ia mengatakan, ketika itu mereka tidak mau menjawab karena menganggap hal tersebut sangat sensitif.

Sri Mulyani pun tidak memaksa untuk menjawab dan memilih untuk menceritakan pengalamannya sendiri sebagai minoritas saat tinggal di Amerika.

Hingga akhirnya ia pun menutup acara saat waktu sudah menunjukan pukul 24.00 WIB.

"Saya tahu waktu itu sampai hampir lebih pukul 24.00 WIB. That's very painful. Energi saya sampai habis terkuras. Itu lebih susah dari mengurusi keuangan negara."

"Saya bilang saya capek tapi saya puas dan kita janjian. Oke malam ini kita tidur, saya ingin pertemuan ini satu bulan lagi di mana kita akan bicara lebih dalam lagi," kata Sri Mulyani.

Hingga akhirnya percakapan mengenai hal tersebut pun berlanjut hingga beberapa pertemuan.

"Saya mengatakan kepada mereka bahwa sebagai menteri keuangan yang tidak ahli di bidang kebangsaan, toleransi, tapi kita punya intuisi kalau kita perlu ngomong. Jadi akhirnya kita punya series conversation yang kedua lebih bagus. Lebih cair," kata Sri.

Setelah itu, Sri Mulyani memberikan mandat khusus kepada pejabat eselon I dan II untuk bisa menerima anak-anak dari pegawai Kementerian Keuangan yang berbeda agama, suku, dan budaya untuk menginap di rumah mereka.

Hal itu dilakukannya selain untuk membongkar persepsi-persepsi dan prasangka buruk terhadap orang dengan identitas yang sama sekali berbeda dengan mereka.

Selain itu, hal tersebut dilakukannya untuk menumbuhkan rasa toleransi antar sesama manusia dengan identitas yang berbeda.

Ia mengatakan, pada awalnya peserta kegiatan tersebut hanya 30 orang.

Namun seiring berjalannya waktu pesertanya terus bertambah dan ditargetkan akan hingga 100 orang peserta tahun depan.

"Jadi saya ingin tutup dengan mengatakan, mungkin untuk kita semua memaknai kebangsaan itu tidak hanya sekadar menghapal UUD 1945 atau pancasila. Tapi kita sebagai mahluk setiap hari harus memutar ulang dan menanyakan ke diri kita relevansi nilai-nilai itu," kata Sri Mulyani.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Cerita Sri Mulyani Tanamkan Nilai-nilai Toleransi Kepada Pegawai Kemenkeu Agar Tidak Radikal

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved