15 TAHUN TSUNAMI ACEH
Kisah Tsunami Aceh 2004 - Selamat dari Gelombang Tsunami, Bertemu Ular Raksasa di Atas Pohon
Saya dan ibu berpegangan di dalam air dan dibawa arus ke sana-sini. Tiba-tiba hanyut sebatang sebatang pohon besar ke dekat kami
Saya terus berusaha menggapai-menggapai permukaan air yang sangat deras itu. Tiba-tiba saya terpental ke permukaan air.
Saya langsung terlihat ibu di sebelah kanan saya, kira-kira empat meter jaraknya.
Saya dengan cepat meraih tangan ibu, dan berhasil saya pegang ibu. Saat itu ibu juga tidak berpegangan pada apa pun.
Dia sempat mengatakan lagi, "Jangan lupa berzikir kepada Allah swt. Manusia lemah, tidak bisa membantu kita. Hanya Allah swt yang bisa membantu kita".
Posisi saya saat itu di sekitar lapangan bola, kira-kira tujuh puluh lima meter dari tembok tempat saya berdiri semula.
Berarti saya sudah digulung air sejauh tujuh puluh lima meter dalam waktu kira-kira empat menit bergelut di dalam gulungan air.
Saya dan ibu berpegangan di dalam air dan dibawa arus ke sana-sini. Tiba-tiba hanyut sebatang sebatang pohon besar ke dekat kami.
Pohon itu menabrak kami sehingga kami terpisah. Saya hanyut ke arah timur, sedangkan ibu terbawa arus ke arah barat.
Saya sempat melihat ibu tenggelam di telan arus.
Baru tiga meter saya dibawa arus ke arah timur, terlihat Marniah yang baru muncul dari dalam air Saya raih dan saya pegang erat dia.
Saya dan adik ini terbawa arus ke arah timur.
Kira-kira lima meter sempat berpegangan tiba-tiba kami terganjal dan tersangkut di pagar lapangan bola.
Saat itu datang lagi sebuah gelombang besar. Adik terangkat oleh gelombang tersebut dan terhempas ke sebelah pagar.
Sementara saya tersangkut di sebelahnya. Tidak lama kemudian saya pun terpental ke sebelah pagar itu oleh hempasan gelombang yang datang berikutnya.
Saat saya tersangkut di pagar, datang sebatang pohon menabrak lagi saya.
Saat itu saya terjepit. Agar bisa menolak balok, tas yang berisi dokumern penting terpaksa saya lepaskan. Jam tangan pun saya lepaskan karena tangan terjepit.
Saya dan adik diputar-putar oleh arus yang sangat kencang. Adik diputar dan diseret arus kencang ke arah barat sementara saya diseret arus ke arah timur, ke dekat Masjid Pancasila, Kompleks Asrama Mahasiswa Unsyiah.
Ketinggian air di sekitar itu mencapai dua setengah meter. Saya sempat memegang sebuah balok besar dan dibawa arus ke arah timur melalui arah selatan Masjid Amal Muslim Pancasila.
Saat itu saya melihat ke arah laut. Terlihat rumah, pohon, binatang ternak, mobil, dan anak-anak yang menangis minta tolong di atas permukaan air.
Ada yang hanyut bersama kasur, bersama pohon, dan sebagainya.
Saat itu tidak ada yang bisa membantu. Ada niat untuk membantu orang-orang, tetapi karena air cukup deras tidak ada yang bisa saya bantu.
Dari tempat itu saya terus dibawa arus ke arah selatan.
Sekitar lebih-kurang seratus meter kemudian, saya sudah berada di dekat pohon besar yang terdapat di sekitar gedung peternakan lama atau di belakang Meunasah Dusun Sederhana.
Di tempat itu saya terdesak dan terjepit oleh puing-puing yang sudah cukup banyak berkumpul.
Saat itu, sekitar dua meter di depan saya, terlihat seekor ular, kira-kira besarnya sebesar pohon pinang, dan ular itu sudah membuka lebar mulutnya sedang menuju ke arah saya.
Saat itu saya berkata, "Hai ular, kamu makhluk Allah, saya juga makhluk Allah, kita sama-sama yang ingin menyelamatkan diri".
Akhirnya ular itu berpaling dan menuju ke arah lain.
Beberapa saat berada di tempat itu saya melihat Azwar sedang mendekati saya dengan cara mengapungkan diri bersama balok-balok.
Ketika sudah dekat dengan posisi saya dia melemparkan seutas tali kepada saya. Saya tangkap segera tali itu.
Dia menarik saya sampai ke pohon besar tersebut. Sampai di bawah pohon besar saya melihat ke atas pohon hendak naik melalui cabang-cabang yang menjuntai ke bawah.
Kami tidak bisa naik melalui batang karena terlalu besar.
Saat hendak naik saya melihat di atas pohon besar itu juga ada seekor ular sebesar botol sirop yang sedang berhadapan dengan saya.
Ular tersebut seolah-olah hendak menerkam saya. Tampaknya ular tersebut lebih ganas.
Saat itu saya berkata kepada ular tersebut seperti yang saya katakan kepada ular sebelumnya. Ular itu pun berpaling dan naik menuju ke cabang yang paling atas.
Akhirnya saya dan Azwar naik ke atas pohon itu. Beberapa saat berada di atas pohon itu terasa gempa susulan mengguncang lagi, tetapi tidak sekuat gempa pertama.
Saat itu Azwar sudah turun untuk mencari ibu dan Marniah. Di pohon itu saya hanya sendiri saat itu.
Di bawah pohon itu saya melihat orang orang yang terapung-apung di atas puing puing.
Mereka semua mohon pertolongan. Ketinggian air belum berkurang.
Setelah terjadi gempa susulan, muncul gelombang berikutnya, tingginya kira-kira enam meter.
Saya melihat orang-orang yang tampak terapung tadi tenggelam lagi bersama gelombang tersebut.
Perasaan saya pohon tersebut berjalan ke arah laut. Saat itu prediksi saya waktu kira-kira pukul 10.30 WIB.
Setelah gempa susulan dan hempasan gelombang terakhir saya mendengar azan, entah dari masjid mana saya tidak tahu pasti. Setelah azan itu saya melihat berangsur air surut.
Setelah kira-kira 30 menit, saya turun dari pohon itu melalui cabang-cabang yang menjuntai ke bawah. Ketika saya sampai di bawah air masih tersisa sebatas dada saya.
Saya terus berenang ke sana ke sini untuk mencari ibu, dan adik-adik yang belum jelas nasibnya. Posisi saya masih di sekitar Kompleks Peternakan.
Cukup banyak saya temukan mayat dan orang terluka dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
Mereka tersangkut di antara puing-puing, terjepit di antara balok-balok, terdampar di atas kasur-kasur, dan sebagainya.
Setengah jam kemudian, saya melihat Azwar sedang menarik sebuah sampan.
Dalam sampan ada ibu dan di belakang sampan ada adik perempuan, Marniah, yang bergantungan di ujung sampan. Ketinggian air saat itu masih sebatas dada.
Saya sangat bahagia ketika mengetahui Azwar berhasil menemukan ibu dan adik perempuan dalam keadaan selamat. Saya terus mendekati mereka.
Posisi mereka juga di Kompleks Peternakan, mendekati Jalan Lingkar Utara Kampus. Azwar sedang menarik perahu itu ke arah perkarangan rumah kami.
Saya berhasil mendekati mereka. Dalam perasaan yang sangat terharu saya memeluk ibu dan adik-adik.
Ibu saya dadanya sudah patah. Saya berhasil membawa ibu dan adik ke dekat posisi rumah kami, tepatnya ke rumah Cut Faridah, tetangga kami. Kami sekeluarga berkumpul
di atas tingkat dua rumah tersebut.
Pukul 14.00 WIB saya sudah berkumpul dengan semua keluarga di tempat itu.
Pukul 18.00 WIB kami turun dari rumah ibu Cut Faridah menuju ke Sektor Selatan Kopelma Darussalam untuk mengungsi ke rumah almarhum Pak Gazali, dosen Fakultas Hukum Unsyiah.
Kami mengungsi selama dua malam di rumah tersebut. Karena ibu sakit parah kami sekeluarga mengungsi ke rumah famili di Peukan Bilui, Darul Imarah, Aceh Besar, sekaligus untuk berobat selama lebih kurang satu bulan.
Setelah itu, bulan Februari 2005, saya sekeluarga pindah tinggal ke rumah kos di Desa Tanjung Selamat, Darussalam, Aceh Besar.
Dalam peristiwa tsunami, kecuali keluarga inti, saya banyak kehilangan keluaraga dari pihak ibu dan bapak.(*)