Hadir di Sidang DKPP, Wahyu Setiawan Bakal Blak-blakan dan Kooperatif, Saya Tidak Akan Membela Diri
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan akan buka-bukaan saat menghadiri sidang Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan akan buka-bukaan saat menghadiri sidang Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
Ia berkomitmen untuk kooperatif dan akan membeberkan semua hal terkait dugaan pelanggaran etik di sidang. Wahyu Setiawan mengaku tidak akan membela diri.
"Saya pasti akan menyampaikan apa yang terjadi apa yang saya alami apa yang saya ketahui, saya kooperatif di saya menghormati proses hukum di KPK," ucap Wahyu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020) sebelum menghadiri persidangan seperti dilansir Tribunnews.com.
Sidang etik DKPP digelar di Rutan KPK. Wahyu telah berdiskusi dengan penyidik terkait hal ini. Dia memutuskan untuk menghadiri sidang tersebut.
"Saya punya niat baik dan saya menghormati DKPP sehingga saya memutuskan untuk hadir dalam sidang DKPP," kata Wahyu.
Menurut dia, penyidik memberi dia pilihan untuk hadir atau tidak menghadiri sidang. Namun Wahyu memutuskan hadir, meski dirinya sudah mengundurkan diri sebagai Komisioner KPU pada 10 Januari 2020.
Lebih lanjut, Wahyu menegaskan dirinya tak akan melakukan pembelaan. Dia juga belum memiliki gambaran soal sidang etik itu.
Baca: Kode Inisiatif: Kasus Wahyu Setiawan Jangan Dimanfaatkan Parpol Dorong Pemilu Tak Langsung
"Enggak lah (persiapan pembelaan), ya wajar saja, saya juga gak ngerti ya ditanya apa. Tetapi intinya saya menghormati DKPP saya punya niat baik untuk menyelesaikan terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik," kata dia.
Plt Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad, menjelaskan bahwa pihaknya akan menggelar pleno usai sidang etik.
"Kita berharap cepat, setelah kita sidang siang ini mudah-mudahan dalam waktu, rencananya sore ini kita akan plenokan hasil sidang itu," kata Muhammad di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Menurutnya, pleno diperlukan karena keputusan terkait nasib Wahyu didasari sikap tujuh pimpinan DKPP. Sebelum keputusan kolektif ditempuh, dewan belum bisa menentukan nasib Wahyu.
"Jadi, secara administrasi beliau mengundurkan diri ke Presiden. Nah, sepanjang Presiden belum menerbitkan SK, maka status WS masih komisioner KPU," kata dia.
Berlangsung Tertutup
Dewan Kehormatan Penyelenggara Negara (DKPP) memeriksa dugaan pelanggaran etik Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada Rabu (15/1/2020) pukul 14.00 WIB.
Pemeriksaan ini digelar di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran Wahyu yang menyandang status tersangka dugaan suap proses pergantian antar waktu (PAW) caleg PDIP saat ini sedang mendekam di sel tahanan Rutan Pomdam Jaya Guntur KPK.
Plt Ketua DKPP Muhammad menyatakan sidang etik Wahyu dilaksanakan secara tertutup.
"Mohon maaf, dengan sangat menyesal, teman-teman media kita nyatakan sidang tertutup. Jadi, dengan live streaming sebetulnya sidang tetap terbuka. Bisa diikuti bagaimana proses sidang DKPP," kata Muhammad di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Baca: KPK Jamin Wahyu Setiawan Hadiri Sidang DKPP
Setelah melakukan sidang pelanggaran etik Rabu ini, ujar Muhammad, DKPP akan membawa hasil rumusan ke sidang pleno pada Rabu malam.
"Harus pleno karena keputusan itu sifatnya kolektif kolegial. Jadi, kami bertiga dengan anggota DKPP lain melaksanakan sidang hari ini dan sore atau malam hari kami segera pleno. Insyaallah pagi atau siang (Kamis 16/1/2020) kita akan bacakan putusannya," ujarnya.
Saat ini, Wahyu telah dihadirkan di Gedung Merah Putih KPK. Sidang etik DKPP bakal digelar pukul 14.00 WIB di Kantor KPK.
Dalam sidang tertutup itu, DKPP bakal menghadirkan KPU dan Bawaslu sebagai pelapor.
Pengakuan Wahyu Setiawan
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui dalam posisi yang sulit menanggapi permintaan PDIP memasukkan nama Harun Masiku sebagai caleg terpilih.
Saeful, seorang staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto adalah kawan dekatnya.
"Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada Mbak Tio, Mas Saeful, Mas Doni itu kawan baik saya," kata Wahyu Setiawan dalam sidang etik DKPP yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Dua nama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful selaku penyuap sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Diketahui, para tersangka kerap mengajak bertemu di luar kantor untuk membahas PAW Harun Masiku.
"Saya sudah menjelaskan dan saya tidak, tidak, tidak. Pandangan Mas Hasyim (komisioner KPU) sama dengan pandangan saya itu tidak bisa," kata Wahyu.
Baca: Wahyu Setiawan Bakal Kooperatif Saat Jalani Sidang Pelanggaran Etik
Wahyu mengakui dalam berkomunikasi dengan para penyuapnya, dirinya sulit membedakan antara hubungan kawan dekat dan pekerjaan.
Namun, dalam sidang tadi Wahyu enggan menjelaskan detail materi yang masuk pokok perkara penyidikan di KPK.
"Tetapi memang dalam berkomunikasi mungkin karena saya teman lama Bu Tio orang yang saya hormati dan saya anggap kakak saya sendiri. Jadi saya sangat sulit situasinya," jelas Wahyu.
Baca: Kode Inisiatif: Kasus Wahyu Setiawan Jangan Dimanfaatkan Parpol Dorong Pemilu Tak Langsung
KPK menangkap tangan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).
Wahyu Setiawan diduga menerima suap untuk mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif (caleg) PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan Harun Masiku.
KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus itu.
Wahyu dan orang kepercayaannya sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, menjadi tersangka penerima suap.
Kader PDIP Harun Masiku dan pihak swasta, Saeful, menjadi tersangka penyuap.
Saeful diduga menjadi staf di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP.
Seperti diketahui, Harun melakukan penyuapan agar Wahyu bersedia memproses pergantian anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.
Baca: KPK Janji Tak Akan Berhenti Mengejar Harun Masiku
Upaya itu, dibantu mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader PDIP, Saeful Bahri.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu pun dipenuhi oleh Harun.
Namun, pemberian uang itu dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui stafnya di DPP PDIP.
Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Doni selaku advokat.
Adapun sisanya Rp 700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp 400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin tak berjalan mulus.
Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW.
KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Doni dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai PAW.
Untuk itu, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustina.
Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.
Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron.
Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama/Fransiskus Adhiyuda Prasetia/Theresia Felisiani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wahyu Setiawan Bakal Kooperatif Saat Jalani Sidang Pelanggaran Etik, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/01/15/wahyu-setiawan-bakal-kooperatif-saat-jalani-sidang-pelanggaran-etik.