HEADLINE TRIBUN BATAM
Tak Hanya UWT, Sertifikat pun Gratis, Rudi Tetap Hapus UWTO Rumah di Bawah 200 Meter
Menurut Kepala BP Batam, HM Rudi penghapuskan UWT akan diselesaikan, namun untuk tahap awal diprioritaskan untuk warga yang kurang mampu.
Tak Hanya UWT, Sertifikat pun Gratis, Rudi Tetap Hapus UWTO Rumah di Bawah 200 Meter
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Wali Kota Batam yang juga Kepala BP Batam H Muhammad Rudi mendapat sorotan karena dianggap mengingkari janji kampanyenya untuk memperjuangkan penghapusan Uang Tahunan Wajib (UWT) BP Batam (dulu UWTO) saat Pilwako 2015 lalu.
Pasalnya, Selasa (21/1/2020) lalu, ia sempat mengungkapkan tidak akan menghapuskan UWT dengan alasan bahwa sumber pendapatan BP Batam saat ini masih mengandalkan pendapatan dari lahan.
Rudi menjelaskan bahwa lahan perumahan di bawah 200 meter di Kota Batam tetap akan dihapuskan.
Soalnya, hal ini sudah menjadi kebijakan Menteri Administrasi Tata Ruang/Badan pertanahan Nasional (ATR BPN), Sofjan Djalil.
Penghapuskan UWT ini, kata Rudi, akan diselesaikan, namun untuk tahap awal diprioritaskan untuk warga yang kurang mampu.
"Perintah Pak Menteri ATR sewaktu datang Januari 2019 lalu, bahwa tanah 200 meter bagi orang yang tidak mampu akan di bebaskan UWTO (UWTO). Karena ini perintah dari pusat, harus saya selesaikan," ujar Rudi, Kamis (23/1/2020).
Namun dalam prosesnya, lanjut Rudi, penghapusan UWT untuk lahan di bawah 200 meter ini tidak bisa sekaligus karena Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari UWT merupakah salah satu sumber untuk biaya operasional di BP Batam.
"BP Batam bisa menggaji karyawannya, bisa memberikan tukin (tunjangan kinerja-red), salah satu sumbernya PNBP dari UWTO. Sebagai pimpinan BP Batam, salah satu dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan tentunya, apakah mungkin pegawai saya akan menganggur? Pasti tidak," tegas Rudi di Marketing Centre BP Batam.
Rudi menegaskan, BP Batam tetap akan mengambil kebijakan UWT dari pemilik lahan yang berukuran cukup besar atau yang menguasai lahan di atas 200 meter.
• Rudi Pastikan UWT Lahan di Bawah 200 Meter Dihapus, Ini Syaratnya
"Misalnya, satu orang menguasai lahan sebesar 50 hektare, 100 hektare, yang mungkin 10 tahun lagi akan habis. Ini lagi kita inventarisasi dari Deputi 3 (BP Batam). Perka akan dikeluarkan, mereka bisa bayar di depan. Maka uang ini bisa kita gunakan," kata Rudi memberikan klarifikasi terkait pernyataannya,
"Tolong luruskan, jangan keliru lagi. Saya bukan ingkar janji,” katanya.
Hanya saja, kata Rudi, proses penghapusan UWT ini tidak semudah yang dibayangkan karena pemilik lahan di bawah 200 meter itu jumlahnya ratusan ribu.
Begitu juga pendataan terkait kondisi ekonomi pemilik lahan, datanya harus valid.
"Jumlah kavling yang 200 meter ke bawah itu ada ratusan ribu. Apakah tahun ini selesai? Tidak. Kita sedang inventarisasi seluruh kavling yang ada. Kavling 200 meter ke bawah kita minta kriteria pemiliknya semua. Kemudian kemampuan ekonomi masing-masing yang menguasai kavling ini. Mana yang terendah, kalau ada 70 meter dan tak mampu lagi, maka itu yang kita bantu lebih dulu," ujar Rudi.
Bahkan, kata Rudi, rencananya tidak hanya membebaskan pemilik lahan dari UWT. Sertifikat tanah pun nantinya akan diberikan secara gratis. Biaya sertifikat itu akan ditanggung oleh Pemerintah Kota (Pemko) Batam.
"Sertifikat akan diberikan gratis. Pemerintah yang menanggung," katanya.
Untuk menyusun kriteria penilaian kemampuan ekonomi masyarakat ini, kata Rudi, memang tidak bisa dilakukan oleh BP Batam saja. Harus menggandeng lembaga lain, yakni BPS (Badan Pusat Statistik) dan Dinas Sosial Kota Batam.
“Karena itu, karena saya juga menjabat Wali Kota Batam, maka data ini sedang kita sinkronkan,” jelasnya.
Potensi Pelabuhan
Selain itu, Rudi juga akan menggesa penyelesaian Pelabuhan Batuampar. Sebab, pelabuhan adalah satu unit usaha BP Batam yang potensial jika dikembangkan.
Bahkan ia menargetkan pelabuhan ini bisa selesai tahun ini.
"Saya kejar terus penyelesaiannya. Karena saya ingin meningkatkan pendapatan unit usaha BP dari sektor pelabuhan. Supaya suatu waktu mencapai Rp 1 triliun. Kalau bisa capai dalam tahun ini, maka apa yang diperintahkan Menteri ATR tentang satu bidang ini bisa selesai,” katanya.
Intinya, sebagai Kepala BP Batam, kata Rudi, ia harus mampu mencari masukkan buat BP Batam supaya biaya operaswional lembaga tersebut, terutama gaji pegawai, bisa lancar.
Isu UWT ini menjadi liar saat pertamuan Rudi dengan warga Kelurahan Belian di Fasum Perumahan Taman Raya IV, Batam Kota, Selasa (21/1) malam.
Seorang ibu warga perumahan BSI Recidence Belian, Kec. Batam Kota, mengungkapkan pertanyaan soal UWT ini karena di perumahannya, BSI Recidence, masa UWT-nya sudah hampir habis.
Saat itu, Rudi mjengatakan bahwa UWT yang dipungut BP Batam tidak akan gratis. Alasannya, Penghasilan BP Batam saat ini dari hasil penerimaan negara bukan pajak (PNBP) satu-satunya adalah UWT.
"Kalau saya bisa gratiskan mau buat jalan pakai apa Bu? Karena saat ini, PNBP di BP Batam hanya UWTO. Sektor usaha bandara gali lobang tutup lobang bu. Pelabuhan juga sama. Tapi bandara akan saya percantik. Kalau ibu-ibu empat puluh tahun dipercantik dengan bedak, kira-kira cantik tak?" ujar Rudi.
Hal inilah yang kemudian berkembang menjadi isu bahwa Rudi melanggar janji kampanyenya waktu Pilwako, untuk memperjuangkan pembebasan UWT perumahan.
Sebenarnya, Presiden Jokowi sendiri sudah menyetujui pembebasan UWT ini yang kemudian ditegaskan oleh Menteri ATR yang juga Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofjan Djalil, Mei 2019 lalu, bahwa lahan perumahan dengan luas maksimal 200 meter akan dibebaskan UWT.
Hanya saja, lahan tersebut tetap berstatus Hak Guna Bangunan (HGB), melainkan hak milik.
"Tetapi itu hanya untuk perumahan. Untuk bisnis, tidak, harus bayar," ujarnya kala itu.
Seperti diketahui, UWT atau UWTO sejatinya adalah uang sewa lahan yang harus dibayarkan kepada BP Batam (BP) Batam. Uang inilah yang kemudian diputar BP Batam untuk membangun infrastruktur.
UWT ini dibayar di depan dan berlaku untuk 30 tahun dan kemudian bisa diperpanjang untuk 20 tahun berikutnya. Terkait perumahan, UWT awal dibayar oleh pengembang sesuai alokasi lahan yang mereka peroleh dari BP Batam. Setelah masa berlaku 30 tahun habis, maka pemilik rumah di lahan tersebut akan membayar UWT periode berikutnya. (rus/leo/yan)
Jangan Cedera Janji
Isu soal pembebasan Uang Wajib Tahunan (UWT) Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menjadi bola liar menjelang Pilkada serentak, terutama Pilwako Batam, September nanti.
Sebab, petahana Wali Kota Batam H Muhammad Rudi, diperkirakan maju lagi di Pilwako nanti.
Pada Pilkada 2015 lalu, Rudi dalam kampanyenya berjanji akan memperjuangkan pembabasan UWT bagi lahan perumahan menengah ke bawah.
Namun, pada pertemuan dengan masyarakat di Perumahan Taman Raya, Batam Centre, saat menjawab pertanyaan warga, Rudi menyatakan bahwa UWT tidak akan dihapus.
Alasannya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) itu masih sumber pemasukan utama BP Batam saat ini.
Meskipun kemudian hal itu diluruskan Rudi yang juga ex-officio menjabat Kepala BP Batam sejak 27 September 2019, namun isu itu menyebar cepat dan menimbulkan pro dan kontra.
Anggota DPRD Kota Batam Tohap Erikson Pasaribu mengingatkan agar Rudi jangan sampai menjanjikan sesuatu yang tidak pasti kepada masyarakat.
Apalagi, kata Tohap, Rudi saat ini memiliki kewenangan untuk membuat keputusan terkait hal itu. Pasalnya, selain menjadi Wali Kota, Rudi juga menjabat Kepala BP Batam
"Artinya, kekuasaan itu ada di tangannya. Kenapa tidak digratiskan sesuai janji kampanye dulu? Masyarakat Batam butuh kepastian,” katanya.
Sementara itu, anggota DPRD Batam dari fraksi Nasdem Arlon Veristo mengatakan wajar muncul perbedaan pandangan soal UWT ini.
Apalagi, menjelang Pilkada, semua isu bisa dibesar-besarkan tanpa melihat prosesnya.
Menurut Arlon, kewenangan terkait UWT (dulu UWTO) tetaplah kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Menko Perekonomian sebagai Ketua Dewan Kawasan FTZ serta anggota DK lainnya. Di dalamnnya ada Menteri Keuangan yeng mengatur pendapatan negara serta dan Menteri ATR (Agraria dan Tata Ruang) yang mengatur terkait lahan.
"Persoalannya adalah, UWTO itu adalah kebijakan pemerintah pusat. Ketika Pak Wali Kota memperjuangkan itu, tidak ada yang salah. Sebab, setiap pemimpin ingin memperjuangkan kepentingan masyarakatnya. Jadi tak perlu menjadi ajang saling menyalahkan soal ini," ujarnya Kamis (23/1/2020).
Menurut Arlon, Menteri ATR sebelumnya sudah menyatakan bahwa lahan perumahan di bawah 200 meter, UWT-nya dinolkan.
Namun, pelaksanaannya tidak semudah membalik telapak tangan. Sebab, seluruh lahan harus dinventarisasi karena tidak semua lahan perumahan itu pemiliknya satu orang.
Ada warga yang memiliki dua, bahkan banyak rumah yang kalau digabungkan lebih dari 200 meter.
Ada juga rumah yang kemudian dijadikan bisnis, menjadi rumah kontrakan atau berubah menjadi tempat usaha, seperti kafe, minimarket dan sebagainya.
“Ini kan harus diinventarisasi dan dirumuskan, apakah mereka juga akan dibebaskan UWT? Begitu juga rumah yang disita bank kan cukup banyak. Memutuskan itu semua tidak mudah,” katanya.
Karena itu, kata Arlon, masyarakat sebaiknya memberikan kesempatan kepada Kepala BP Batam untuk menyelesaikan hal ini.
Sebab, ia baru memimpin lembaga itu sempat bulan. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di lembaga tersebut, termasuk menyelesaikan tumpang-tindih antara kewenangan dan tugas BP Batam dengan Pemko Batam. (leo)