Pebulutangkis Senior Taufik Hidayat Jadi Perantara Suap Mantan Menpora Imam Nahrawi
Reiki Mamesah menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik Hidayat di Jalan Wijaya 3 No 16 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
JAKARTA, TRIBUN - Kasus suap dana hibah KONI miliaran rupiah terkuak di persidangan.
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/2).
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, beberapa pihak yang turut andil dalam suap dan gratifikasi yang diterima Imam bermunculan.
Di antaranya adalah mantan pebulutangkis nasional, Taufik Hidayat.
• Mantan Menpora Imam Nahrawi Mengancam, Akan Buka Penerima Dana Suap KONI: Jumlahnya Banyak
• Obat Pembunuh Virus Corona Ditemukan, Berasal dari Plasma Pasien yang Sudah Sembuh
• Pemerintah Singapura Gusar, Ada Suspek Virus Corona yang Tetap Bekerja Meski Dalam Kondisi Sakit
Jaksa KPK mengatakan, Imam diduga menerima total suap Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,6 miliar.
Sebanyak Rp 4,9 miliar diterima dari Lina Nur Hasanah selaku bendahara pengeluaran pembantu program Indonesia emas 2015 sampai 2016, sebagai dana tambahan operasional menteri.
Terkait gratifikasi, ada empat sumber yang diterima Imam.

Salah satunya dari program Satlak Prima Kemenpora tahun 2016 sebesar Rp 1 miliar.
Berawal pada Januari 2018, saat itu Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima, Tommy Suhartanto, meminta Pejabat Pembuat Komitmen program Satlak Prima, Edward Taufan Pandjaitan, menyiapkan Rp 1 miliar.
Uang tersebut merupakan permintaan Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
”Kemudian Tommy Suhartanto meminta kepada Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok menyiapkan uang sejumlah Rp 1 miliar untuk diserahkan kepada terdakwa (Imam) melalui Miftahul Ulum,” kata jaksa KPK di sidang.
Menindaklanjuti permintaan itu, pada Agustus 2018 Tommy meminta Asisten Direktur Keuangan Satlak Prima, Reiki Mamesah, mengambil Rp 1 miliar dari Edward.
Selanjutnya, Reiki menyerahkan uang itu kepada Taufik Hidayat.
”Reiki Mamesah menyerahkan uang tersebut kepada Taufik Hidayat di rumah Taufik Hidayat di Jalan Wijaya 3 No 16 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,” kata jaksa.
”Kemudian uang sejumlah Rp 1 miliar tersebut diberikan oleh Taufik Hidayat kepada terdakwa (Imam) melalui Miftahul Ulum di rumah Taufik Hidayat,” lanjut jaksa.
Jaksa tak menjelaskan lebih lanjut apakah Taufik mengetahui uang tersebut merupakan gratifikasi atau tidak.
Namun, peraih medali emas untuk Indonesia pada Olimpiade Athena 2004 itu pernah dipanggil dan diperiksa KPK terkait kasus ini. Ia diperiksa dalam kapasitas Wakil Ketua Satlak Prima.
Nonton F1
Dalam dakwaannya, jaksa KPK juga menyebut uang suap dan gratifikasi tersebut digunakan untuk keperluan Imam Nahrawi.
Bahkan, puluhan juta di antaranya digunakan untuk membayar tiket nonton F1 rombongan Kemenpora.
”Bulan Maret 2016 dengan nilai sejumlah Rp 75.000.000, diterima Miftahul Ulum melalui Anton Asfinahi untuk pembayaran Ticket Masuk F1 Rombongan Kemenpora hari Sabtu dan Minggu, 19-20 Maret 2016," kata Jaksa KPK.
Selain itu, sejumlah uang lainnya juga digunakan oleh Imam untuk keperluan pribadinya. Mulai dari bayar tunggakan kredit, renovasi rumah, perjalanan ke Melbourne Australia, hingga membayar baju.
Imam sendiri seusai persidangan mengklaim ada dakwaan tidak benar yang ditudingkan kepadanya.
"Banyak narasi fiktif di sini," kata Imam dengan mata Imam yang tampak berkaca-kaca. Namun Ia tak menjelaskan lebih lanjut poin mana saja yang ia sebut fiktif.
Imam sempat terdiam beberapa saat ketika wartawan mewawancarainya usai persidangan.
Tak berapa lama, Imam memperingatkan beberapa pihak dalam perkara suap Kemenpora ini. "Siap-siap saja yang merasa menerima dana KONI ini, siap-siap," kata Imam.
Ketika ditanya apakah tidak hanya Imam saja yang terima uang, ia tak menjawab dan hanya mengangguk. "Terima kasih support-nya, ya, semua teman-teman. Terima kasih dukungannya," tuturnya.
Akan Beberkan Seluruh Penerima

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi berjanji, akan membuka siapa saja yang menikmati dana KONI. Hal ini ia katakan usai mendengarkan pembacaan dakwaan kasus suap pemberian dana hibah KONI dan gratifikasi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/2).
"Teman-teman silahkan ikuti terus persidangan ya.Nanti kita akan lihat. Kita akan lihat karena banyak. Siap-siap saja yang merasa menerima dana KONI ini," kata Imam.
Imam belum mengungkapkan nama-nama pihak yang menerima dana hibah itu. Dia meminta kepada publik untuk mengikuti dan mengamati jalannya sidang.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 Miliar.
Uang puluhan miliar itu diberikan Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Johnny E Awuy, Bendahara Umum KONI untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum, selaku Asisten Pribadi MENPORA RI (Penuntutan dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu antara bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.
Penerimaan suap itu terkait Proposal Bantuan Dana Hibah Kepada Kemenpora RI dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA GAMES 2018.
Dan terkait Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.
Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Gratifikasi dari Konsultan
Imam juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak. Diantaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 Miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs.
Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.
Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4.9 Miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.
Imam memastikan mengikuti persidangan agenda berikutnya, yaitu pembuktian.
Dia sudah mempersiapkan diri menghadapi agenda sidang tersebut.
"Saya sudah mendengar dan memberikan catatan-catatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Izinkan kami, Yang Mulia, agar kebenaran betul-betul nyata dan tampak yang benar. Kami mohon nanti dilanjutkan pembuktian di persidangan," kata Imam kepada majelis hakim.
Rosmina, ketua majelis hakim persidangan, sempat memberikan kesempatan kepada Imam untuk berkoordinasi dengan tim penasihat hukum.
Setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum, Imam Nahrawi merasa keberatan terhadap dakwaan JPU pada KPK.
Dia akan menyampaikan keberatan di nota pembelaan atau pleidoi. "Kami sangat keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum dan nanti akan sampaikan di pleidoi," ujarnya.
Ditemui setelah persidangan, Wa Ode Nur Zainab, kuasa hukum Imam Nahrawi mengatakan kliennya tidak akan mengajukan eksepsi. Imam dan tim penasihat hukum tak mengajukan eksepsi karena itu menyangkut formalitas dakwaan.
Atas dasar itu, Imam dan tim penasihat hukum akan fokus pada substansi perkara.
"Pengalaman yang sudah-sudah hanpir tidak pernah terjadi eksepsi dikabulkan. Karena eksepsi menyangkut formalitas dakwaan. Jadi tidak ada kaitan substansi. Misalnya nama, identitas, jadi semacam itu. Persoalan terkait formalitas," ujarnya. (tribun network/gle/dod)