Terungkap di ILC Tadi Malam, 97 Persen Pasien Virus Corona Bisa Sembuh
Kabar Gembira dari ILC TV One Tadi Malam, 97 % Pasien Virus Corona Sembuh, Hati-hati Pakai masker
TRIBUNBATAM.id - Harapan sembuh dari virus corona masih terbuka.
Diskusi Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One tadi malam mengungkap jika pasien positif Virus Corona mayoritas bisa sembuh. Angka kesembuhan bisa menyentuh angka 97 %.
Jadi tak perlu panik berlebihan apalagi sampai melakukan panic buying (pembelian panik) di swalayan atau toko.
Pakar Komunikasi Politik, Prof Effendi Gazali menyampaikan kabar gembira saat menjadi narasumber di Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne tema 'Ketika Corona Sudah Sampai di Indonesia', Selasa (3/3/2020) malam WIB.
Effendi Gazali sekaligus mengingatkan dalam penyampaian berbagai informasi terkait virus corona disampaikan santai dan tanpa panik.
"Ini tadi disebutkan sebagai sebuah virus atau penyakit yang 97 persennya bisa sembuh. Kabar gembiranya kan 97 persen bisa sembuh. Jadi kalau Anda menyampaikannya jangan ngotot-ngotot," kata Effendi Gazali.
Simak penyampaian lengkap sang Prof Effendi Gazali via video di bagian lain artikel ini.
Selain Effendi Ghazali, program diskusi publik ILC tvOne tadi malam juga menghadirkan beberapa narasumber lainnya seperti Wali Kota Depok, Muhammad Idris.
Kemudian WNI yang pernah ke Wuhan, Firni dan Dody Setiawan.
Keduanya adalah pasangan suami istri, yang menceritakan detik-detik menegangkan saat Wuhan diisolasi total.
Menggunakan Masker yang Tepat
Di acara yang sama, Anggota Satgas Waspada dan Siaga NcoV PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Erlina Burhan mengungkapkan aturan penggunaan masker yang tepat bagi orang sehat.
"Kapan orang serhat pakai masker? bilamana ada di kerumunan yang kita nggak tahu apakah ada di kerumunan itu yang terinfeksi (virus corona), itu boleh orang sehat pakai masker. Kalau di tepat yang lengang/sepi itu berlebihan orang (sehat) pakai masker," kata Erlina dalam acara Indonesi Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan TvOne, Selasa (3/3/2020).
1. Cuci tangan sebelum menyentuh bagian muka
Selain penggunaan masker, Erlina menekankan pentingnya mencuci tangan kepada mayarakat. Apalagi jika tangan mereka menyentuh benda-benda yang rawat tercemar.
"Soal pegangan atau di lift, itu kemungkinan menyentuh ada dan tangan tercemar dan sering gak sadar tangan menyentuh mulut, hidung dan mata. Satu hal lain yang efektif adalah mencuci tangan dengan sabun. Kalaupun mencuci, jangan asal-asalan yang waktunya lima detik. Yang efektif direkomendasikan WHO ada 6 step dan itu durasinya 20-30 detik." jelas dia.
2. Kualitas tidur
Erlina menambahkan, masyarakat diimbau agar tidur tepat waktu dan tidak begadang.
Sebab, kualitas tidur yang baik akan sangat membantu dalam sistem imun yang baik untuk melawan kuman dan virus.
"Tidur jangan sampai kurang. Jangan begadang lagi. Kalau tidak cukup tidur akan mempengaruhi sistem imun, artinya mempengaruhi stamina. Itu (imun yang baik) akan bisa melawan kuman dan virus," tutur dia.
3. Pahami aturan penggunaan masker
Senada dengan Erlina, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof.dr. Amin Soebandrio mengimbau agar masyarakat, khususnya orang sehat bisa memahami waktu yang tepat untuk menggunakan masker.
Agar tidak menggunakan masker secara berlebihan.
Sebab, ketidaktahuan itu malah memicu kekhawatiran yang berlebihan.
"Kalau kita harus berada di tempat yang rumah sakit misalnya yang merawat orang sedang sakit, kita harus pakai masker. Kalau di luar tidak ada pasien terduga COVID-19, kita tidak perlu pakai masker. Masyarakat harus mengetahui kapan pakai masker dan kapan tidak. Tidak perluu beli berdus-dus, karena itu tidak bermanfaat. Kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya," katanya.
Kisah Pasien Positif Corona Kemudian Dinyatakan Sembuh
Seorang pasien penderita virus corona asal Wuhan, China menceritakan perjuangannya melawan virus tersebut.
Sebelum akhirnya sembuh, seperti yang dilansir TIME, ia mengalami banyak hal, mulai dari kunjungan berkali-kali ke rumah sakit, gejala yang berat yang membuatnya berpikir ia akan meninggal, sampai isolasi di bawah pengawasan polisi.
Tiger Ye (bukan nama sebenarnya) merupakan mahasiswa 21 tahun asal Wuhan, kota tempat pertama kali virus corona muncul.
Ye mulai merasa dirinya terkena virus corona pada tanggal 21 Januari 2020.
Saat itu ia merasa sangat lemah saat sedang makan malam.
Ia memeriksa suhunya yang ternyata cukup tinggi. Saat itu, belum banyak yang diketahui tentang virus corona atau Covid-19.
Namun diberitahukan, virus tersebut sangat mudah menular.
Tengah malam, Ye pergi ke rumah sakit terkenal di kotanya, RS Tongji.
Di ruang tunggu, banyak pasien yang memiliki gejala yang sama dengannya.
Ia pun sadar ia harus menunggu lama untuk akhirnya diperiksa.
"Saya takut... Ada banyak berkas yang ditumpuk di meja, setiap dokter mengenakan pakaian pelindung, sesuatu yang tak pernah saya lihat sebelumnya," ucapnya seperti yang dilansir TIME.
Di malam itu, karena gejala yang dialami Ye dinilai tidak tergolong parah, dokter menyuruhnya pulang dan mengarantina dirinya sendiri.
Sebelum pulang, Ye membeli obat dari rumah sakit kecil di dekatnya setelah meninggalkan Tongji.
Dua minggu setelahnya, Ye hidup dengan kegelisahan.
Ye bertanya-tanya tentang penyakitnya yang gejalanya makin parah dari hari ke hari.
Empat hari pertama, penyakitnya itu menyerangnya dengan brutal.

"Saya menderita demam tinggi dan nyeri yang menyiksa di setiap bagian tubuh saya," kata Ye.
Ye menghabiskan hari-hari menonton kartun Jepang untuk mengalihkan perhatian dari ketidaknyamanan itu.
Empat hari kemudian, di hari Ye membuat janji dengan rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan, pemerintah Wuhan telah mengunci kota, melarang siapa pun pergi untuk menghentikan penyebaran virus.
Semuanya berubah dalam sekejap: jalan-jalan kosong, harga buah dan sayuran melonjak, dan penduduk bahkan tidak yakin apakah mereka diizinkan meninggalkan apartemen mereka.
Situasi di Hubei makin kacau saat pasien yang kemungkinan besar terkena virus corona jumlahnya jauh melebihi kapasitas rumah sakit.
Saat Hubei mulai menghitung pasien yang didiagnosis dengan CT dan juga dengan asam nuklet, jumlah terkonfirmasi langsung mendekati 50 ribu orang.
Kondisi Ye juga memburuk.
"Saya batuk seperti akan mati rasanya," katanya.

Di rumah sakit, beberapa CT scan menunjukkan kemungkinan besar Ye terkena virus corona yang telah menyebar ke paru-parunya.
Dokter ragu-ragu apakah Ye memenuhi syarat untuk menjalani tes asam nukleat, tes untuk mengkonfirmasi apakah ia benar-benar telah terinfeksi.
Tetapi diputuskan bahwa kasusnya Ye tidak cukup parah.
Pasokan alat tes itu diperuntukkan bagi pasien yang lebih kritis saja.
Ye kembali dipulangkan.
Ketika Ye hanya dirawat di rumah setelah kunjungan keduanya ke rumah sakit, tanpa tahu apakah dia terkena virus corona atau tidak, saudara lelakinya dan neneknya juga mulai menunjukkan gejala yang sama.
Dalam semalam, kondisi Ye memburuk ke titik yang dia pikir akan mati.
"Saya pikir saya mengetuk pintu neraka," katanya.
Ye kembali ke rumah sakit setelah suhunya melonjak hingga 39 derajat Celcius.
Dokter memberinya tetes infus dan memberikan Kaletra, obat kombinasi yang digunakan untuk mengobati HIV yang telah menunjukkan beberapa keberhasilan dalam memerangi virus corona.
Suhunya akhirnya turun menjadi 37 derajat.
Seminggu setelahnya, Ye tampaknya mencapai titik balik.
Kondisi Ye terus membaik ketika ia akhirnya mendapatkan salah satu test kit pada 29 Januari, yang mengkonfirmasi bahwa dia memang terkena virus.
Doktermemberinya obat antiviral Aluvia selama lima hari dan mengirimnya kembali ke apartemennya untuk karantina, mengingat karena rumah sakit tidak memiliki cukup tempat tidur untuk menampungnya.
Di hari kesembilan, atau pada tanggal 7 Februari, serangkaian tes asam nukleat kembali dilakukan.
Ye dinyatakan negatif, tetapi bukan berarti Ye sudah sembuh total.
Setelah ada laporan bahwa bahkan pasien yang dites negatif bisa kembali kritis, pemerintah setempat mengkarantina Ye di sebuah hotel yang telah berubah menjadi rumah sakit darurat.
Polisi berjaga di luar untuk mencegah siapa pun pergi atau masuk.
Ye akhirnya diizinkan pulang lima hari kemudian, mengakhiri perjuangannya selama lebih dari tiga minggu.
Ia bersyukur dirinya berhasil sembuh.
Ye memberi hormat kepada para dokter dan perawat yang mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk membantunya.
Beberapa dokter mengatakan kepadanya bahwa mereka curiga mereka juga terjangkit virus corona, tetapi mereka terus merawat pasien.
Seperti kebanyakan warga China pada umumnya, Ye sangat kritis terhadap respons pemerintah terhadap wabah tersebut, terutama respons awal yang lambat dari pejabat setempat.
"Hubei telah kehilangan satu kesempatan ketika mereka mencoba untuk menyembunyikan sesuatu," kata Ye.
"Hal-hal tidak akan sampai seperti ini jika pemerintah tidak menyembunyikan informasi sebulan yang lalu."
Ye termasuk orang yang beruntung, karena ayahnya yang merupakan pekerja kesehatan, selalu waspada akan penyebaran virus ini.
Lebih dari 1000 orang meninggal dunia akibat virus corona di Provinsi Hubei.
Kurangnya tempat tidur rumah sakit, alat tes dan peralatan medis dasar lainnya mengakibatkan banyak orang harus antri berjam-jam untuk mendapatkan diagnosis dokter.
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul KABAR GEMBIRA dari Diskusi ILC tvOne | Effendi Gazali: Penyakit Virus Corona 97 Persen Bisa Sembuh,