BATAM KRISIS AIR
Diambang Krisis Air, Warga Pertanyakan Sikap ATB & BP Batam; Hanya Menimbulkan Kekhawatiran
Rencana rationing air di Batam mendapat tanggapan dari banyak pihak. Warga mempertanyakan sikap ATB dan BP Batam terkait rationing ini.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Rencana rationing air (mengontrol distribusi air) yang akan diterapkan oleh PT Adhya Tirta Batam (ATB) menjadi momok di tengah masyarakat Kota Batam saat ini. Bahkan rencana itu membuat masyarakat kebingungan.
Warga bingung karena menilai Kota Batam memiliki persediaan air yang sangat banyak, bahkan masih ada dam yang belum tersentuh sampai saat ini. Tetapi ada rencana menerapkan rationing air.
"Ini patut kita pertanyakan Pemerintah Kota Batam dalam hal ini BP Batam, sebagai pemilik lahan di Kota Batam," kata tokoh masyarakat Batuaji, Syahrial Lubis, Rabu (11/3/2020).
Menurut Syahrial, kondisi ketersediaan air di Kota Batam yang terjadi saat ini tidak separah tahun tahun lalu.
"Ini belum seberapa, dulu lebih parah dari yang terjadi saat ini. Tetapi kenapa ATB mengeluarkan statement akan melakukan rationing. Yang parahnya lagi BP Batam, mengiyakan hal tersebut. Ini hanya menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat," kata Syahrial..
Dia mengatakan Kota Batam saat ini masih memiliki Dam Tembesi yang belum pernah tersentuh.
"Ini ada apa sebenarnya dengan Pemerintah Kota Batam. Kita melihat ada kepentingan di sini," kata Syahrial.
Dia juga mengatakan, seharusnya pemerintah jangan membuat pernyataan yang menimbulkan keresahan maayarakat.
• Jelang Rationing Air ATB, Drum Plastik di Simpang Base Camp Batam Dijual Rp 300 Ribu
"Kalau seperti kondisi saat ini, kita patut pertanyakan BP Batam, kenapa selama ini dam tidak pernah diperbaiki, ya minimal dilakukan pengerukan," kata Syahrial.
Dia mengatakan demi masyarakat Kota Batam, BP Batam harus mengenyampingkan kepentingan.
"Ya kalau memang air di Dam Mukakuning sudah tidak mencukupi, ya silahkan buka Dam Tembesi," kata Syahrial.
Puncak Krisis Air di Masa Pilwako
Krisis air bersih di Batam diperkirakan memuncak di bulan April, Mei hingga Juni 2020 ke depan.
Krisis ini bersamaan momen Bulan Ramadan dan Lebaran 1441 Hijriah dan puncak musim kampanye pemilihan wali kota dan gubernur.
Kampanye dimulai Juni hingga Agustus 2020, dan pencoblosan 23 September 2020.
Politisi di DPRD khawatir, krisis air di Kota Batam, kuartal pertama tahun 2020 ini, ternyata bukan tentang hujan yang tak kunjung turun dari langit.
Krisis terjadi karena kebijakan sektoral di Badan Pengelolaan (BP) Batam dan pemerintah, sebagai otoritas pengelola lahan, infrastruktur dan utilitas mereka juga khawatir, krisis air ini adalah efek dari tersendatnya proses berakhirnya masa kontrak 25 tahun PT Adhya Tirta Batam (ATB), dengan Badan Otorita (BP) Batam, Oktober 2020 mendatang.
Di atas kertas, dari hitung-hitungan perusahaan pengelola air Kota Batam, PT Adhya Tirta Batam (ATB), Dam Duriangkang, sumber air utama 80% warga Batam, diyakini hanya bisa menyuplai air bersih ke 228,9 ribu pelanggan, hingga 13 Juni 2020 mendatang.
Sejatinya ATB sudah menyiapkan setidaknya 3 skenario.
Plan A penjatahan air (rationing), Plan B adalah negosiasi pengaliran air baku dari Dam Tembesi ke Dam Duriangkang, terakhir plan C membuat hujan buatan bekerjasama dengan BBPT.
Hingga awal pekan ini, ATB bersikukuh memberlakukan penjatahan air (rationing) kepada 228,9 ribu pelanggan di 17 wilayah pemukiman, akhir pakan ini.
“Kita mulai Minggu (15/3/2020) mendatang, 5 hari On 2 hari Off hingga Juni, saat debit air kembali normal,” kata Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus kepada wartawan, Selasa (10/3/2020).
Penjatahan air adalah solusi pertama, Plan A, yang bersifat jangka pendek. Ini sama dengan Plan C, pembuatan hujan buatan dengan meninjeksi awan hujan dengan garam di langit pulau Batam.
Sedangkan, negosiasi antara ATB dengan BP Batam adalah plan B, yang bersifat jangka panjang.
Pihak ATB meyakini, jika BP Batam memberi izin, maka 1,1 juta jiwa penduduk kota ini bisa keluar dari krisis air jangka panjang.
Negosiasi Mentok
Stategi penjatahan air ditempuh menyusul mentoknya negosiasi pengalihan air dari Dam Tembesi ke Dam Mukakuning, dengan otoritas pengelola infrastruktur dan utilitas kota, Badan Pengelola (BP) Batam.
Dam Tembesi bisa menutupi 310 liter air perdetik ke waduk Mukakuning (volume 13,14 juta m3) yang sudah terkoneksi dengan Dam Duriangkang.
Status Waduk Tembesi hingga kini masih menggantung setelah pergantian pimpinan BP Batam.
Namun sekarang sudah terjawab. Ternyata penyebabnya yakni ada persoalan terkait status aset dan legal yang masih harus dibenahi BP Batam.
“Kami sudah melakukan tender untuk water treatment plant (WTP) dan jaringan distribusi sampai ke water reservoir seperti yang sudah diinformasikan,” kata Deputi III BP Batam, Dwianto Eko Winaryo, Kamis (18/4/2019) lalu.
Sebelumnya, BP Batam memang sudah menggelar tahapan prakualifikasi dari tender pengelolaan Waduk Tembesi sejak akhir November 2028 lalu.
BP juga sudah mendapatkan nama pemenangnya.
Namun, sayangnya karena terganjal soal status aset dan legal, maka lelang belum bisa dilanjutkan ke tahapan request for proposal (RFP).
Sayangnya Dwi tidak menjelaskan seperti apa bentuk hambatan yang dialami BP Batam tersebut.
“Hasil prakualifikasi sudah ada, tapi kami hanya belum umumkan saja,” ungkapnya.
Ia mengaku bahwa BP berhati-hati soal lelang Waduk Tembesi ini. Dalam tahapan RFP, ada draf kontrak perjanjian dari sisi legal baik dari BP dan juga dari pemenang tahapan prakualifikasi.
“Ini juga terkait status aset. Kami koordinasi dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Jadi tolong bersabar, bukannya kami tak mau cepat, tapi kami tak ingin berikan barang abu-abu kepada investor, dimana tahapan untuk RFP juga belum jelas,” tegasnya.
Dwi menargetkan bahwa persoalan Waduk Tembesi ini akan selesai dalam satu bulan.
“Secara prinsip, DJKN sudah sepakat untuk soal substansial. Ini kan kerja sama pemerintah dan badan usaha, jadi perlu merasa hati-hati sekali. Jika sudah oke semuanya, maka kami bisa terbitkan dokumen lelang,” tutupnya.
Sumber Air Utama
Duriangkang adalah sumber air baku terbesar warga Batam. Dam ini menampung 78,56 juta meter kubik air, atau memasok 3000 liter air / detik ke 80% pelanggan ATB.
Sedangkan Dam Mukakining adalah satu dari lima waduk ai baku utama ATB.
Kelima waduk itu adalah Duriangkang (dibangun 2001, 78,5 juta m3), Dam Mukakuning (dibangun 1991, kapasitas 13,1 juta m3), Sei Ladi (dibangun 1979, kapasitas 9,48 juta m3), Sei Harapan (dibangun 1978, kapasitas 3,6 juta m3, dan Dam Nongsa (dibangun 1978, kapasitas 724 ribu M3).
Jika Tembesi terkoneksi dengan Mukakining maka ATB akan mengelola enam waduk.
Selain Tembesi, BP Batam juga masih memiliki satu waduk air tawar di kawasan Monggak, Cate, Pulau Galang, sekitar 31 km dari Kota Batam.
Sejauh ini, BP Batam kini belum memberi izin ke ATB untuk mengambil air baku dari Dam Tembesi.
Sejak tahun 2018 lalu, BP Batam sudah menenderkan proyek pembuatan pipa intake sejauh 2,9 km. Namun setelah dua tahun, proses tender ini tak kunjung rampung.
Rapat DPRD
Sejatinya, Komisi III bidang Pembangunan DPRD Kota Batam, Selasa (9/3) kemarin, menjadwalkan rapat dengan pendapat dengan pihak ATB.
Namun, karena Direktur Utama ATB Benny Andrianto Antonius, meminta re-sceduling.
“Kita sangat siap. Cuma ada mendadak jadi kita sudah kirim surat ke Pak Werton (Panggabean), Ketua Komisi III DPRD Batam, untuk meminta penjadwalan ulang,” kata humas ATB.
Rapat dengar pendapat itu punya satu agenda utama, mendengarkan penjelasan rinci tentang rencana penjatahan air bagi warga Batam, selama 3 bulan ke depan.
“Kita sudah laporan ke Pak Ketua DPRD (Nuryanto), Ketua Komisi III (Imam Sutiawan), tentang jadwal yang sangat mendesak dan terkait hajat hidup orang banyak ini, ” kata Werton saat dikonfimasi.
Air Susut
Langkah penjatahan air ditempuh ATB menyusul kian menyusutnya air baku di lima waduk.
Tak Terkecuali waduk Duriankang yang menopang hampir 80 persen kebutuhan air di Batam.
Ketersediaan air di waduk Duriangkang hanya bisa digunakan paling lama hingga minus 2 meter kedepan.
Masa maksimum penyusutan yang bisa dipergunakan secara maksimal hanya sampai minus 5 meter. Saat ini penyusutan sudah mendekati minus 3, tentunya masih ada minus 2 meter lagi batas penggunaaan maksimal.
Komposisi 228.900 Pelanggan ATB: kini 85% atau sekitar 196 ribu adalah pelanggan domestik.
Pengguna terbesar kedua adalah 13,2% atau sekitar 30 ribu pelanggan dari komersil, yakin kelas perusahaan, toko, dan UKM.
Sedangkan sisanya 1,2% atau +2.900 adalah pelanggan industri kelas menengah ke atas.
Penjatahan pengaliran air kepada 228,9 ribu total akun pelanggan ini, penjatahan air bagi 228,9 ribu total pelanggan ini, berupa lima hari ON (mengalir) dan dua hari OFF (terhenti).
Belum ada rincian, detail kapan waktu daerah itu kena jatah.
17 WILAYAH ‘terpapar’ RATIONING akibat krisis AIR (versi ATB) antara lain kawasan pemukiman Tanjungpiayu, Mukakuning, Sagulung, Batuaji, Tanjunguncang, Marina,
Batam Centre, Nagoya, Jodoh, Bengkong, Patam, Batuampar, Kabil, Punggur Sei Panas, Batu Besar, Baloi, Pelita dan sejumlah daerah pemukina lain.
Sebelumnya Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, mengatakan, jika air baku terus menyusut, ATB akan melakukan penghematan air.
Maka instalasi pengolahan air (IPA) Duriangkang akan dimatikan dalam waktu tertentu. Dengan kata lain, dilakukan rationing atau penggiliran suplai air.
Rencananya akan dimulai pada Minggu (15/3/2020) mendatang. Maria kembali menegaskan, jika elevasi air di Dam Duriangkang menyentuh minus 3,4 meter di bawah spillway, maka suplai air ke 235 ribu pelanggan benar-benar akan terganggu.
Tidak hanya pelanggan rumah tangga, namun juga pelanggan industri dan bisnis.
“Mari kita bersama-sama peduli dengan kelangsungan air kita di masa depan dengan menghemat penggunaan air. Gunakan air seperlunya,” ujarnya. (tribunbatam.id/ian/rom/kdk/bob)