BATAM KRISIS AIR
Disebut-sebut Jadi Solusi Atasi Krisis Air, Mantan Kepala BP Batam Tanggapi Soal Dam Tembesi
Mustofa bilang, di masa kepemimpinannya Dam Tembesi memang belum diserahkan pengelolaannya kepada ATB. Butuh waktu supaya air di dam bisa digunakan
BATAM, TRIBUNBATAM.id - PT Adhya Tirta Batam (ATB) berencana menggilir suplai air (rationing) di Batam, mulai 15 Maret nanti. Itu karena berkurangnya debit air di beberapa waduk atau dam yang di Kota Batam.
Dampaknya, banyak warga Batam yang melakukan persiapan terkait penggiliran suplai air, yakni membeli tong atau drum yang nantinya akan diisi air jika mengalami penggiliran suplai air bersih.
Di sisi lain, banyak juga masyarakat yang mempertanyakan terkait waduk atau dam baru yang telah disiapkan oleh pemerintah sebelumnya, yaitu Dam Tembesi.
Dimintai tanggapannya, mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Mustofa Widjaja mengatakan, ada beberapa dam di Kota Batam termasuk Dam Tembesi yang merupakan hasil dari dibendungnya air laut.
Dari proses pembendungan itu, mengubah air laut menjadi air tawar (desalinasi). Dam Tembesi sendiri saat ini belum diberikan pengelolaannya kepada ATB.
Mantan Kepala BP Batam tahun 2008-2016 itu mengatakan, Dam Tembesi, termasuk juga Sei Gong membutuhkan waktu untuk proses desalinasi.
"Untuk proses desalinasi seperti itu membutuhkan waktu yang cukup lama dan untuk mengukur lamanya bisa digunakan air tersebut, biasanya ada perhitungan tersendiri," ujarnya.
Mustofa mengatakan, untuk proses pengecekan air laut biasanya dilakukan perhitungan berkala setiap tahun untuk melihat apakah air tersebut bisa digunakan.
• Benarkah Rekayasa Cuaca Jadi Solusi Atasi Krisis Air Baku di Batam? ATB: Itu Tidak Gampang
"Misalnya target tiga tahun maka setiap enam bulan ada pemeriksaan berkala sampai bisa digunakan," kata Mustofa.
Mustofa mengatakan, tidak ada penahanan untuk pengelolaan Dam Tembesi kepada ATB pada waktu itu.
"Tetapi karena kondisi dam yang belum siap digunakan pada waktu itu," ujarnya.
ATB Tawarkan Solusi Selain Rationing
Ancaman krisis air baku di Kota Batam membuat sejumlah warga khawatir. Apalagi dalam waktu dekat, pendistribusian (rationing) bergilir akan dilakukan oleh PT. Adhya Tirta Batam (ATB) untuk mengontrol pemakaian air agar stok tak segera habis.
Rationing air rencananya akan diterapkan terhitung 15 Maret 2020 nanti.
Sebagai pengelola, ATB hanya dapat melakukan hal ini untuk menjaga ketersediaan air. Namun, menurut Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, ada cara lain, yakni dengan mempercepat transfer air baku dari Dam Tembesi menuju Dam Mukakuning.
"Tapi itu domain BP Batam," jawabnya saat Tribun Batam melakukan konfirmasi, Rabu (11/3/2020).
Maria mengakui, untuk pengelolaan Dam Tembesi sendiri, ATB telah mengikuti proses lelangnya. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait pemenang lelang.
"Itu (lelang) dibuka untuk umum. Namun sekarang belum ada pengumumannya," sesal Maria.
Menurut Maria, untuk solusi sementara, ATB akan memaksimalkan pengolahan air baku dari tiga dam yaitu Dam Duriangkang, Mukakuning, dan Tanjungpiayu.
Ketiga dam itu memiliki kapasitas berbeda-beda. Dam Duriangkang sebagai salah satu dam terbesar diketahui memiliki luas tangkapan sebesar 7.259,10 hektare.
Mulai beroperasi sejak tahun 2001, Dam ini memiliki kapasitas produksi sebesar 2.710 liter per detik.
Sayang, kini Dam Duriangkang diketahui mengalami penyusutan sebesar 3,06 meter.
Sementara itu, Dam Mukakuning memiliki kapasitas produksi air sebesar 310 liter per detik dan Dam Tanjungpiayu sebesar 200 liter per detik.
Waduk Terus Menyusut
Saat ini, warga Batam sedang dihantui dengan krisis air bersih.
Pasokan air bersih di Batam sangat tergantung dengan curah hujan.
Celakanya kondisi waduk utama menyusut hingga batas ambang krisis.
PT Adhya Tirta Batam (ATB) selaku penyuplai air bersih berancang-ancang melakukan rationing alias penggiliran aliran air.
Skema yang diambil yakni lima hari mengalir dan dua hari mati dalam satu minggu.
Rationing di wilayah Piayu, Mukakuning akan dilangsungkan pada 15 Maret 2020 mendatang.
"Dua hari off dan lima hari on," ujar Head of Corporate Secretary PT Adhya Tirta Batam (ATB), Maria Jacobus, Kamis (5/3/2020).
Maria menegaskan penggiliran ini dilakukan untuk memperpanjang umur dam hingga 6 Juli 2020.
Lantas mengapa dilakukan penggiliran?
Tanpa penggiliran, stok air bersih diprediksi akan bertahan hanya sampai 13 Juni 2020.
Dari 228.900 pelanggan, sebanyak 196 ribu terdampak, komersial 30 ribu dan industri 3290 terdampak.
"Sebanyak 196 ribu dari 280 ribu yang terdampak, itu sama dengan 82 persen total dari semua pelanggan domestik di Batam. Kemudian, yang pelanggan komersil, 89 persen dari total komersil di Batam. Serta untuk industri, jumlahnya 98 persen dari industri di Batam," papar Maria.
Sementara itu untuk lokasi pelanggan yang terdampak rationing, terdampak di 17 lokasi pelanggan.
Maria meminta BP Batam turut serta memberikan edukasi hemat air dan sosialisasi secara proaktif.
Selain itu, kata dia, penting juga dilakukan screening pelanggan industri dan komersial. Misalnya pabrik plastik. Jadi penting melihat pelanggan yang menggunakan banyak air, terutama pabrik plastik.
Mengandalkan doa
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Hang Nadim Batam memprediksi rendahnya curah hujan sejak bulan Februari hingga akhir Maret 2020 nanti.
Jika tidak turun hujan, maka petaka krisis air bersih cepat terjadi.
Kondisi ini pun tak luput dari sorotan banyak pihak. Salah satunya anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring.
Menurutnya, Batam sangat bergantung dengan intensitas curah hujan.
Namun ia menegaskan, kondisi ini tak seharusnya membuat pihak-pihak terkait berpangku tangan.
"Jangan salahkan Tuhan dong," ungkapnya kepada Tribun Batam, Selasa (10/3/2020).
Thomas menuturkan, ketidakhadiran inovasi justru membuat beberapa pihak seolah menyalahkan kondisi alam.
"Berbicara faktor alam tentu di luar prakiraan. Kondisi ini sebagai premis mayor harus segera dicari alternatifnya," sambungnya.
Inovasi itu lanjutnya dapat berupa penggunaan teknologi untuk menemukan sumber air baru.
Sehingga kebutuhan air untuk warga relevan dengan pertumbuhan penduduk di Batam.
"Kelemahannya itu belum memaksimalkan research and development. Padahal laboratorium sudah ada di lembaga itu," sesalnya.
Ia meminta pihak terkait sebagai penjamin ketersediaan air baku di Batam tidak bekerja seperti petugas pemadam kebakaran.
"Bekerja saat api membesar dan membahayakan. Tapi lebih baik sedia payung sebelum hujan, istilahnya masalah diselesaikan dari hulu baru ke hilir,"
Solusi
Pihak PT Adhya Tirta Batam (ATB) hingga saat ini masih mempersiapkan jadwal rationing air di Batam.
Hal ini seperti pemaparan Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, Selasa (10/3/2020).
"Ini masih meeting. Yang jelas jadwal rationing itu skemanya 2-5, 2 hari off 5 hari on," ungkapnya kepada TRIBUNBATAM.id
Ia pun berharap warga Batam tak lupa untuk berdoa agar hujan dapat turun beberapa hari ke depan.
Hal ini bukan tanpa sebab. Ketersediaan air baku di setiap waduk (DAM) sangat bergantung pada tingginya curah hujan.
"Didoakan saja," sambungnya.
Menurut Maria, sebenarnya rationing bisa dihindari asalkan bisa transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning.
Namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai penggunaan DAM Tembesi.
Lantas apakah Batam sebagai kota industri akan krisis air.
BP Batam Siapkan 3 Alternatif Solusi
Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama PT Adhya Tirta Batam (ATB), menyiapkan langkah antisipasi terhadap ancaman krisis air. Tanpa antisipasi, maka 6 Juli 2020, Dam Duriangkang yang menyuplai 70 persen air di Batam, akan shut down.
BP Batam bersama ATB menyiapkan langkah rationing atau penggiliran air, memompa air dari Waduk Tembesi, hingga menyiapkan hujan buatan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam, Binsar Tambunan.
"Kondisi sekarang memang Batam sangat kekurangan air hujan atau air baku. Kita mengantisipasi kondisi curah hujan," ujar Binsar saat konfrensi pers di Bida Marketing BP Batam, Kamis (5/3/2020).
Diakuinya langkah yang disiapkan, mengantisipasi kelangkaan air selain rationing atau penggiliran, dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Ia melanjutkan mulai minggu depan, akan membicarakan dengan BPPT untuk menggunakan teknologi modifikasi cuaca penerapan teknologi TMC BPPT.
"Mereka sudah pernah melakukan, dari tidak hujan, menjadi hujan dengan menambah garam untuk mengubah arah angin," ungkap dia.
Kajian pemilihan teknologi buatan, lanjutnya membutuhkan biaya lebih murah, atau sekitar Rp 100 juta. Dimana, dibutuhkan pelaksanaan kajian selama 14 hari kerja.
"Kita akan melakukan kajian secara cepat, untuk mengambil sikap," tuturnya.
(tribunbatam.id/Alamudin Hamapu/ichwannurfadillah/*)