VIRUS CORONA

Cerita Sedih Guru Ngaji yang ODP Corona Ditarif Rp 15 Juta Buat Sewa Ambulans, Semua Tabungan Ludes

Sudah kehilangan orang yang disayang, keluarga korban meninggal akibat Covid-19 ini juga harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit.

WartaKotaLive.com/Angga Bhagya Nugraha
ilustrasi : Mobil Ambulans Dinas Kesehatan Kota Depok, menjemput asisten rumah tangga korban Virus Corona ke rumahnya di Depok, Jawa Barat, Senin (2/3/2020). Asisten rumah tangga tersebut akan di isolasi sampai benar-benar tidak terjangkit. 

TRIBUNBATAM.id, TANGERANG- Ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga mungkin inilah yang tepat menggambarkan nasib seorang guru ngaji di Tangerang.

Guru ngaji ini diketahui meninggal dunia akibat terinfeksi virus Corona.

Setelah nyawanya hilang akibat Covid-19, kini keluarga besarnya pun masih harus iuran untuk bayar proses pemakaman sebesar Rp 15 juta.

Sudah kehilangan orang yang disayang, keluarga korban meninggal akibat Covid-19 ini juga harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit.

Tak tanggung-tanggung, keluarga harus membayar Rp 15 juta untuk menguburkan jenazah guru ngaji di Tangerang ini lantaran terkena virus corona.

Padalah saat meninggal dunia, jenazah guru ngaji ini masih berstatus sebagai Orang Dalam Pengawasan atau OPD virus corona.

10 Gejala Terinfeksi Virus Corona yang Harus Diketahui, Tidak Lagi Sekadar Batuk dan Demam

Ketahui Gelombang Kedua Corona, Ternyata Bukan Saja Berbentuk Virus, Begini Penjelasan Ahli

Alhasil demi segera memakamkan jenazah, keluarga pun terpaksa iuran bersama untuk menutup biaya Rp 15 juta tersebut.

Seperti yang dilansir dari Serambi News, keluarga jenazah Covid-19 di wilayah Ciledug, Kota Tangerang tengah merasakan duka yang mendalam.

Pasien corona sedang ditangani tim medis
Pasien corona sedang ditangani tim medis (Courtesy of Samaritan's Purse)

Selain harus ditinggal anggota keluarga untuk selamanya, mereka terpaksa merogoh uang Rp 15 juta tersebut salah satunya untuk membayar sewa mobil ambulans.

Daryanto yang merupakan keponakan korban menjelaskan, tantenya ini sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19.

Korban dinyatakan meninggal dunia di RS Bakti Asih, Kota Tangerang.

Namun keluarga mengaku kesulitan untuk memakamkan korban yang merupakan perempuan berusia 50 tahun ini.

Miris! Pelajar SMK Tertangkap Basah Jadi Waria saat Layani Tamu, Orangtuanya Syok

Sudah Sembuh, Rita Wilson Ungkap Efek Samping Penggunaan Chloroquine Untuk Perawatan Covid-19

Daryanto menyebut dirinya menunggu lama untuk mendapatkan pelayanan 112 mobil ambulans milik Pemkot Tangerang.

"Makanya dari pada saya menunggu lama khawatir jenazah sudah bau, saya inisiatif sewa mobil ambulans lain," ujar Daryanto kepada Warta Kota, Rabu (15/04).

Ia menggunakan jasa Tangerang Ambulans Service.

Dan telah melakukan kesepakatan untuk melakukan pembayaran.

"Bayar Rp. 15 juta. Itu layanannya selain ambulans ada juga peti mati dan dilengkapi alat pelindung diri (APD) sesuai prosedur pemakaman Covid-19," ucapnya.

ambulans" data-src="https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x0/photo/2020/04/16/401671567.jpg" data-loaded="true" /> 

Serambi News, Kwitansi bukti pembayaran sewa ambulans

Menurutnya keluarga pun merelakan uang tersebut. Dan segera memakamkan korban di tanah wakaf dekat kediamannya yakni Ciledug, Kota Tangerang.

"Beruntungnya uangnya enggak pinjam sana pinjam sini. Korban guru ngaji punya tabungan sekitar Rp. 8 juta.

Sisanya anggota keluarga lain pada urunan," kata Daryanto.

Daryanto mengaku kecewa dengan Pemerintahan Kota Tangerang.

"Kecewa, dalam hal ini pemerintah tidak tanggap," ujar Daryanto warga asal Ciledug, Kota Tangerang itu kepada Warta Kota, Rabu (15/04).

Detik-detik KSAD Jenderal Andika dan Istri Nangis Dengar Curhatan Tenaga Medis: Saya Ingin Memeluk

Sudah Sering Diingatkan, Ketua LAM Tanjungpinang Sedih dengan Kondisi Syahrul, Masih Dirawat di RS

Ia menjelaskan awalnya korban dilarikan ke RS Bakti Asih, Kota Tangerang. Kemudian pihak dokter menyatakan bahwa korban merupakan Orang Dalam Pemantauan (ODP) Covid-19.

"Ada masalah di paru-parunya, setelah menjalani perawatan meninggal dunia.

Kemudian pihak rumah sakit menelepon layanan 112 Pemkot Tangerang untuk membawa jenazah tante saya ini," ucap Daryanto.

"Tapi ditunggu-tunggu lama datangnya.

Malah tidak ada jawaban.

Jenazah tante saya keburu bau dan harus segera dimakamkan," sambungnya.

Daryanto pun berinisiatif untuk menyewa jasa mobil Tangerang Ambulans Service.

Terjadi kesepatakan dengan biaya Rp 15 juta.

"Apa karena tante saya ini hanya ODP jadinya tidak dilayani mobil Ambulans 112 Pemkot Tangerang itu.

Apa karena korban menggunakan BPJS."

"Terus terang saya kecewa, peran pemerintah di sini terasa tidak ada. Semoga tidak ada korban lainnya yang mengalami seperti ini lagi," kata Daryanto.(*)

Sebagian artikel ini sudah tayang di GridStar.id dengan judul Miris! Keluarga Seorang Guru Ngaji Ini Harus Kuras Semua Tabungan Demi Bisa Makamkan Jenazah Kerabatnya yang Berstatus ODP Covid-19, Puluhan Juta Habis Tak Tersisa untuk Sewa Ambulans dan Bayar Petugas

Elly kepala keluarga yang nekat ngungsi di hutan saat pandemi corona
Elly kepala keluarga yang nekat ngungsi di hutan saat pandemi corona (Kompas TV)

Dikucilkan karena Tetangganya Meninggal Akibat Corona, Keluarga Ini Terpaksa Hidup Miris di Hutan

Satu keluarga di Desa Winetin, Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, terpaksa ngungsi di hutan karena tetangganya meninggal akibat virus corona.

Hanya gara-gara tetangga dekatnya meninggal setelah terinfeksi virus corona, satu keluarga ini merasa dikucilkan oleh warga yang lain.

Tak ingin dikucilkan, satu keluarga ini terpaksa mengungsi di hutan lantaran tak tahu harus berlindung ke mana.

Mereka mengisolasi diri atas inisiatif sendiri, karena salah seorang tetangga mereka meninggal positif virus corona atau Covid-19.

Elly Lasaheng yang merupakan kepala keluarga mengatakan, tetangga yang meninggal seorang ibu.

Sebelum tetangganya meninggal, ada tiga orang petugas memakai pakaian lengkap alat pelindung diri (APD) datang ke rumah mereka.

Satu keluarga nekat tinggal di hutan
Satu keluarga nekat tinggal di hutan (KompasTV)

Para petugas ini meminta izin untuk melakukan pemeriksaan. Menurut Elly, para petugas ini dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Minahasa Utara.

"Mereka mengambil sampel darah saya dan keluarga untuk pemeriksaan.

Saya sempat bertanya, kenapa? Kata mereka 'oh hanya untuk memastikan apakah terkena virus atau tidak'," kata Elly didampingi sang istri, Agustin Sigarlaki, saat diwawancara di kediamannya, di Desa Winetin, Jaga III, Kamis (16/4/2020) siang.

Lanjut Elly, setelah beberapa hari diperiksa, mereka mendapat informasi bahwa salah seorang ibu yang menjadi tetangga mereka telah meninggal karena Covid-19.

"Sorenya, suami dari ibu yang meninggal itu tiba di rumahnya.

Kemudian, kita melihat tetangga samping rumah sudah menghindar lebih dulu.

Kita juga langsung mengungsi, tidak tahu mau ke mana, jadi kita pilih ke hutan saja," ungkap Elly.

Saat mengisolasi diri di hutan, keluarga Lasaheng-Sigarlaki itu sudah membawa bekal untuk kebutuhan di hutan.

"Sekitar empat hari kita mengisolasi diri di hutan.

Kita kembali ke rumah karena sudah ada informasi dari Dinkes, hasil pemeriksaan saya dan keluarga, bagus atau tidak terkena virus," ujarnya.

Elly kepala keluarga yang nekat ngungsi di hutan saat pandemi corona
Elly kepala keluarga yang nekat ngungsi di hutan saat pandemi corona (Kompas TV)

Elly menjelaskan, alasan lain mereka mengisolasi diri di hutan, karena warga mulai menjauhi keluarganya.

Hidup di hutan, satu kondisi keluarga ini begitu memperihatinkan.

Di hutan, Elly dan keluarganya tidur di bak mobil terbuka dengan beratapkan terpal.

"Kita juga membuat tenda sendiri untuk memasak," katanya.

Saat malam, keluarga ini hanya menggunakan lilin sebagai penerang.

APA Itu Jalan Sesama? Program Belajar Kemdikbud Untuk PAUD, Cocok Jadi Bahan Belajar di Rumah

Jelang Puasa Ramadan, Inilah Kumpulan Doa saat Melihat Hilal

Untuk mandi dan mencuci pakaian mereka mengandalkan air sungai.

"Sempat juga saat memancing cari ikan di sungai," sebutnya.

Sejak mereka mengungsi di hutan sampai kembali ke rumah, belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

"Satu masker pun belum pernah," ujar Elly.

Artikel ini sudah tayang di Kompas.com Merasa Dikucilkan karena Tetangga Positif Corona Meninggal, Satu Keluarga Pilih Isolasi Diri di Hutan

Sumber: TribunStyle.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved