TRIBUN WIKI
Punya Atap Mirip Rumah Gadang, Intip Keindahan Masjid Raya Sumatera Barat
Masjid Raya Sumatra Barat adalah masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
TRIBUNBATAM.id - Masjid Raya Sumatra Barat adalah masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
Diawali peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar Rp 330 miliar.
Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran dari provinsi.
Masjid Raya Sumatera Barat menjadi salah satu tujuan wisata religius terkemuka bagi siapa saja yang berkunjung ke Kota Padang.
Masjid ini memiliki atap berbentuk gonjong pada empat sisinya yang mencerminkan bentuk rumah adat Minang yakni rumah gadang.
Selain atapnya yang mirip rumah gadang, masjid ini juga memiliki corak ukiran Minangkabau di dinding-dindingnya.
Ruang utama masjid ini dipenuhi interior ukiran Minang dan kaligrafi.
Bagian Mihrobnya seperti hajar aswad dan terdapat ukiran asmaul husna berwarna emas.
Masjid Raya Sumbar dibangun di tanah seluas 12 hektare serta menghabiskan biaya sekitar Rp 300 miliar.
Masjid yang berlokasi di jantung kota Padang, Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan ini didesain sebagai masjid tahan gempa bermagnitudo 10.
Masjid ini dibangun di atas lahan sebesar 40.343 meter persegi dan mampu menampung hingga 20 ribu jamaah.
Latar Belakang Pembangunan
Ide pembangunan Masjid Raya Sumatera Barat bergulir sejak 2005.
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menganggap Padang selaku ibu kota tidak memiliki masjid yang representatif untuk menampung jemaah dalam jumlah banyak.
Dorongan untuk membangun "masjid raya" menguat, walaupun terdapat Masjid Nurul Iman yang berukuran besar di Padang.
Pada Januari 2006, berlangsung pertemuan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi di Bukittinggi.
Saat itu, panitia kebingungan mencari masjid yang tepat bagi kedua kepala negara untuk melaksanakan salat Jumat, sehingga dipilih lokasi Masjid Agung Tangah Sawah di Bukittinggi.
Peristiwa ini disebut menjadi pelecut bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk membangun Masjid Raya Sumatera Barat.
Pada 2006, pemerintah provinsi menggelar sayembara membuat rancangan masjid.
Sayembara diikuti oleh 323 peserta dari berbagai negara.
Sebanyak 71 desain masuk dan selanjutnya diseleksi oleh tim juri yang diketuai oleh sastrawan Wisran Hadi.
Pemenang sayembara diumumkan pada September 2006 dan mendapatkan hadiah Rp150 juta dari total hadiah Rp300 juta.
Hasil sayembara dimenangkan oleh tim yang diketuai arsitek Rizal Muslimin.
Rancangannya berupa bangunan persegi yang alih-alih berkubah tapi justruk membentuk gonjong.
Usai pengumuman, rancangan hasil sayembara sempat menuai polemik, terutama disuarakan oleh DPRD Sumatra Barat.
Ketua DPRD Sumbar Leonardy Harmainy menyebut rancangan masjid tidak lazim lantaran tidak memiliki kubah.
Polemik mengenai kubah mengakibatkan tertundannya rencana pembangunan dan berujung buntu.
Polemik baru mereda setelah terjadinya gempa bumi pada 13 September 2007.
Di tengah beralihnya fokus publik pada gempa, Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat pada 21 Desember 2007.
Arsitektur
Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern tanpa kubah.
Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad.
Ketika empat kabilah suku Quraisy di Mekkah berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula setelah renovasi Kabah, Nabi Muhammad memutuskan meletakkan batu Hajar Aswad di atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain.
Bangunan utama Masjid Raya Sumatra Barat memiliki denah dasar seluas 4.430 meter persegi.
Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar.
Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan fondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter.
Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap fondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah tanah.
Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat salat terletak di lantai atas berupa ruang lepas.
Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan.
Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5.000 hingga 6.000 jemaah.
Adapun lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.
Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja.
Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal.
Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki fondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter.
Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.
Masjid Raya Sumatera Barat ini membutuhkan biaya yang besar untuk perawatan dan operasional, meliputi mekanikal, perawatan kontruksi, dan petugas, dengan total kebutuhan dana Rp 4,2 miliar per tahun.
Interior
Masjid Raya Sumatera Barat terdiri atas tiga lantai.
Lantai pertama digunakan sebagai tempat wudu dan tempat tambahan jika pada lantai utama para jemaah sudah penuh.
Lantai dua adalah ruang utama dalam masjid yang digunakan sebagai tempat utama salat berjamaah.
Lantai terakhir, lantai ketiga juga bisa difungsikan sebagai tempat alternatif untuk para jemaah salat, atau sebagai tempat istirahat jika pengunjung sepi.
Merupa Hajar Aswad, interior masjid pada bagian mihrab dihiasi pula oleh ukiran Asma’ul Husna berwarna keemasan di sebuah latar berwarna putih.
Bagian bawah lantai masjid juga menarik karena dilengkapi dengan karpet permadani berwarna merah yang digunakan sebagai sajadah dan merupakan hadiah dari Pemerintah Turki.
Keunikan fungsi masjid yang berbeda dari masjid pada umumnya, ditambah keindahan desain yang ditampilkan, menjadikan mahakarya milik Rizal Muslimin menjadi destinasi wisata religi yang populer dan menarik untuk dikunjungi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul 'Masjid Raya Sumatera Barat'