HIKMAH RAMADHAN
Ramadhan Optimisme Kehidupan
Khawatir yang dampaknya secara psikis dapat menimbulkan rasa stres dan sedih yang muaranya akan membikin orang frustasi, justru obatnya berpuasa.
…” orang yang berpuasa, menegakkan sikap optimis dalam kehidupannya”. (al-hukama).
TRIBUNBATAM.id - Demikian indahnya nilai puasa dalam bulan Ramadhan ini, memberikan jiwa yang selalu segar, bersemangat dan tegar dalam menghadapi berbagai aktivitas kehidupan.
Hal ini digambarkan oleh Allah Ta'ala dengan firmannya:
” ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan mereka tidak pula bersedih hati yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa. Bagi mereka, berita gembira dalam hidup di dunia dan diakhirat. Tidak ada perubahan kalimat-kalimat (janji) Allah yang demikian itu adalah kemenangan yang besar”…(QS. 10: 62-64).
Firman Allah Taála tersebut di atas memberi hikmah pada kita, bahwa bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Ta'ala tak ada rasa khawatir dan kesedihan.
Khawatir yang dampaknya secara psikis dapat menimbulkan rasa stres dan sedih yang muaranya akan membikin orang frustasi, justru obatnya ada dalam kita berpuasa.
Semua itu kita latih setahap demi setahap yang melahirkan sikap optimis dalam setiap melangkah menuju sebuah olahrohani yang cukup gemilang.
Oleh sebab itu, orang yang berpuasa mengalami dua kegembiraan, gembira tatkala berbuka dan gembira tatkala bertemu dengan Tuhannya.
Caranya, Allah Taála menyuruh hambanya untuk beriman dan bertakwa kepada-Nya.
Untuk mencapai derajat takwa, Allah Ta'ala menganjurkan manusia berpuasa.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana (telah) diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. 2: 183).
Jadi sebenarnya puasa itu adalah upaya untuk mengembalikan diri kita ke jalan Allah Ta'ala.
Bagaimana supaya kita ada dalam jalan Allah Ta'ala dan selalu pada naungan petunjuk-Nya?
Jawabnya, “orang tersebut harus bertakwa.”
Dr. Abdul Halim Mahmoed dalam kitab “asrarul ‘ibadah fil Islam” menyebutkan bahwa salah satu dimensi takwa adalah menjauhi maksiat dan berbagai dosa, termasuk memfitnah orang lain, dendam, dengki atau berbuat kerusakan lainnya.