VIRUS CORONA DI SINGAPURA

Dianggap Strategi yang Berbahaya, Singapura Tolak Terapkan Herd Immunity Untuk Covid-19

Singapura menolak strategi herd immunity untuk menanggulangi covid-19. Strategi ini dianggap membahayakan publik. lantas apa sebenarnya herd immunity?

straitstimes.com
Ilustrasi warga Singapura di bandara. 

TRIBUNBATAM.id, SINGAPURA - Berbagai kebijakan atau strategi bisa dipilih suatu negara demi memutus rantai penyebaran virus Corona atau Covid-19.

Salah satu strategi yang dianggap efektif adalah dengan memberlakukan herd immunity.

Sama seperti lockdown, strategi ini juga memiliki dampak, bahkan dianggap membahayakan.

Pemerintah Singapura menolak strategi herd immunity untuk menanggulangi covid-19.

Mencapai herd immunity terhadap Covid-19 melalui infeksi alami pada populasi dinilai akan menyebabkan jumlah kematian dan infeksi yang lebih tinggi.

Selain itu juga dapat membebani sistem perawatan kesehatan apabila pasien membludak.

Circuit Breaker Dianggap Berhasil, Singapura Laporkan Angka Kasus Komunal Covid-19 Menurun

Singapura, meskipun disebut-sebut memiliki layanan kesehatan yang baik di dunia tidak mau mengambil opsi menjalankan herd immunity.

Hal itu diungkapkan Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) Kenneth Mak saat briefing virtual pada hari Selasa (12/5/2020).

Mak menjelaskan bahwa Singapura harus "membayar sangat mahal" untuk mencapai herd immunity, oleh karena itu cara ini belum menjadi bagian dari strategi Singapura untuk memerangi pandemi virus Corona.

"Jika kita berasumsi bahwa kita akan membiarkan Covid-19 menyebar bebas dalam populasi kita, maka kita harus menerima kenyataan akan ada lebih banyak lansia jatuh sakit, lebih banyak lansia yang mengalami komplikasi, dan sejumlah besar lansia bisa meninggal karena infeksi," kata Mak seperti yang dilaporkan Associated Press.

Selain itu, Mak juga menyebut risiko rumah sakit dan juga ruang ICU yang akan dibanjiri oleh pasien Covid-19.

Menurutnya, jika Singapura berhasil mengendalikan penyebaran virus Corona dengan baik, maka Singapura tidak akan perlu mengandalkan herd immunity, kecuali kekebalan yang diperoleh dari vaksin.

Apa itu herd immunity?

Diberitakan Kompas.com (20/3/2020), herd immunity mengacu pada situasi ketika cukup banyak orang dalam suatu populasi memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga dapat secara efektif menghentikan penyebaran penyakit tersebut.

Kekebalan tersebut bisa berasal dari vaksinasi atau dari orang yang menderita penyakit tersebut. Seberapa banyak orang yang dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tersebut tergantung pada seberapa menularnya patogen tersebut.

Untuk membatasi penyebaran campak misalnya, para ahli memperkirakan 93-95 persen dari populasi perlu kebal. Campak lebih menular daripada virus Corona baru atau Covid-19.

Para ahli memerkirakan untuk menghentikan penyebaran virus Corona sebanyak 40-70 persen dari populasi perlu kebal.

Sementara itu herd immunity juga bisa dihentikan dengan vaksinasi. Sayangnya saat ini belum tersedia vaksin untuk virus Corona.

Ini juga dapat dicapai secara alami karena ketika orang terinfeksi lalu pulih, dia akan kebal terhadap infeksi. Ini berfungsi jika kemungkinan infeksi ulang rendah atau idealnya nol.

Berisiko tingkatkan kematian

Dengan membuat banyak orang terinfeksi, kemungkinan meningkatnya angka kematian juga tinggi. Misalnya diambil 70 persen dari total populasi untuk sengaja diinfeksi.

Dari jumlah tersebut tidak semuanya berusia muda. Ada juga orang tua. Padahal orang tua termasuk golongan rentan.

Menurut WHO, orang tua atau orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, seperti diabetes atau kanker paru-paru rentan terinfeksi oleh virus Corona.

Orang tua atau lansia berisiko sakit parah jika terinfeksi. Hal itu karena kekebalan mereka yang lebih rendah dibanding kelompok usia lainnya.

Strategi yang berbahaya

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan bahwa strategi herd immunity berbahaya diterapkan.

Dicky menjelaskan, Herd Immunity atau kekebalan komunitas lebih tepat untuk menyebut kondisi apabila dikaitkan dengan sudah ditemukannya vaksin.

Sehingga, ketika vaksin belum ditemukan maka istilah Herd Immunity menurut dia kurang pas untuk pandemi Covid-19. Dicky juga menekankan bahwa pendekatan Herd Immunity sebelum ada vaksin sangat berbahaya apabila diterapkan.

"Karena ini bukan penyakit flu biasa," ungkap dia.

Dalam istilah pemahaman kekebalan komunitas yang terjadi saat ini, Dicky menyebut, data WHO secara global di dunia baru sekitar 3 persen yang kemungkinan memiliki kekebalan Covid-19.

"Masih besar yang rentan terkena, masih 90 persen lebih," jelas dia.

Industri Properti Lemah Akibat Covid-19, Penjualan Kondominium Mewah di Singapura Melonjak

Industri properti Singapura diumumkan tengah melemah di tengah wabah virus Corona atau Covid-19 merebak.

Bahkan, harga rumah hunian di Singapura mengalami penurunan hingga satu persen.

Namun, penjualan kondominium mewah di Singapura melonjak hingga 72 persen atau 965 unit pada Kuartal I-2020 ini.

Lonjakan penjualan ini dipicu proyek kondominium baru The M hingga 387 unit.

Berdasarkan laporan Private Residential Market dari OrangeTee & Tie, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan total pencapaian pada periode yang sama tahun 2019 lalu yang hanya mencapai 561 unit.

Sementara, secara triwulanan pertumbuhan tersebut tumbuh 7,1 persen lebih tinggi ketimbang Kuartal IV-2019 yang terjual 901 unit.

Secara keseluruhan, harga rata-rata rumah mewah non-landed di pasar sekunder relatif stabil, yakni sekitar 2.020 dollar Singapura per kaki persegi atau Rp 21,53 juta per kaki persegi.

Sementara, rumah non-landed baru di Core Central Region (CCR) dijual dengan harga 2.540 dollar Singapura per kaki persegi atau Rp 27 juta per kaki persegi.

Penyerapan pasar yang kuat pada segmen rumah mewah ini berbanding terbalik dengan keadaan pasar properti di Singapura yang melemah.

Namun, berbanding terbalik dengan segmen menengah, volume penjualan residensial non-landed di Wilayah Tengah (RCR) menyusut hingga 18,3 persen perkuartal.

Pada Kuartal I-2020, volume penjualan residensial non-landed hanya terjual mencapai 1.196 unit dibandingkan pada kuartal keempat tahun lalu yang dapat terjual mencapai 1.464 unit.

Harga rata-rata kondominium baru pun turun 1 persen secara kuartal menjadi rata-rata Rp 19,7 juta per kaki persegi sedangkan Kuartal IV-2019 mencapai Rp 19,5 juta per kaki persegi.

Harga residensial non-landed di pasar sekunder juga turun 2,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Tahun ini hanya mencapai Rp 14,6 juta per kaki persegi dari harga residensial non-landed tahun lalu yang mencapai senilai Rp 15 juta per kaki persegi.

“Meskipun harga turun, proporsi residensial non-landed tetap sama dengan Kuartal IV-2019. yang mencapai 532 unit atau 44,4 persen dari penjualan rumah non-landed di wilayah RCR yang luasnya bawah 800 kaki persegi,” ujar Sun dikutip Kompas.com dari PorpertyGuru Singapore Rabu (6/5/2020).

(*)

Seorang Wanita di Singapura Tolak Pakai Masker Saat Kunjungi Mal, Ditangkap Polisi hingga Viral

Terapkan Social Distancing, Singapura Luncurkan Robot Covid-19 Untuk Para Pengunjung Taman

Bukan Imbauan, Singapura Tangkal Wabah COVID-19 dengan Bluetooth & Aplikasi di SmartPhone

Artikel ini telah tayang di Kompas.tv dengan judul Singapura Tolak Menerapkan Herd Immunity untuk Covid-19.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved