HIKMAH RAMADHAN
Ramadhan Dalam Manajemen Ihsan
Ramadhan ini, selain menjamin tegaknya ketakwaan, pemimpin dan para pejabat adalah pihak yang harus melayani keperluan masyarakat dengan cara mudah.
”Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui segala batas-batasnya serta, memelihara diri dari dari segala yang baik (management ihsan) diri daripadanya, niscaya puasanya itu menutupi dosanya yang telah lalu”…(HR Ahmad & Baihaqi).
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Ramadhan dengan segala fadhilahnya yang sarat dengan hikmah mengandung berbagai nuansa kelebihan sebagai kemurahan yang Maha Rahman terhadap insane pilihan.
Dalam salah satu haditsnya, Imam Bukhari meriwayatkan saat Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengutus Muaz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman, beliau berpesan kepada keduanya untuk berlaku baik-baik dan mempermudah setiap urusan kepada rakyat.
Sabda beliau:
“Permudahlah jangan dipersulit, berikan kabar gembira dan jangan menakut-nakuti!’
Menyimak pesan dari Kepala Negara Islam pertama di dunia ini, sungguh kita akan mendapatinya sebagai pesan pertama bagi para birokrat untuk mempermudah berbagai urusan negara dan tidak membebani masyarakat.
Dalam bulan Ramadhan ini, selain menjamin tegaknya ketakwaan, pemimpin dan para pejabat adalah pihak yang harus melayani keperluan masyarakat dengan cara yang mudah.
Ibaratnya, mereka adalah pengembala yang harus menjaga hewan ternak majikan mereka dari gangguan hujan dan terik mentari serta terkaman serigala, sekaligus bertanggungjawab untuk memberikan makanan sebaik-baiknya.
Seorang pemimpin adalah penggembala dan dia adalah penanggungjawab atas apa yang digembalakannya.
Demikian sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dalam sebuah negara, rakyatlah yang menjadi “gembalaan” para pemimpin, sedangkan Allah Ta'ala adalah “majikan” mereka.
Maka setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Ta'ala.
Maka, janganlah melukai, dan merampas hak rakyat, mempersulit dan menakut-nakuti, itu sudah termasuk yang diharamkan oleh Allah Ta'ala.
Demikian untuk melaksanakan pesan Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tersebut, selain menjadikan takwa sebagai acuan kebijakan, Ramadhan dengan ibadah puasanya, memenej kita untuk berlaku ihsan pada setiap lini kehidupan.
Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
''Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan (ihsan) atas segala sesuatu”.
Menurut Syiekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Nizdamul Hukmi fil Islam, kunci dalam setiap manajemen adalah “ihsan” dan itulah yang dibawa oleh Ramadhan untuk membimbing setiap insane pilihan “al-muttaqien”.
Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah manajemen masuk ke dalam kategori ihsan?
Pertama, sederhana dalam aturan agar tercipta kemudahan, sebaliknya aturan yang rumit hanya akan menimbulkan permasalahan.
Kedua, kecepatan dalam pelaksanaan sehingga memudahkan orang yang membutuhkan.
Ketiga, ditangani oleh orang yang professional.
Bila semua criteria tersebut dipenuhi, Insya Allah, setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan dapat diselesaikan dengan mudah, cepat dan tepat karena ditangani oleh orang-orang professional.
Ironisnya, tiga criteria ini justru yang tidak kita temui pada aturan birokrasi di negeri ini, malah demikian rumit, berbelit-belit dan lamban melayani kebutuhan public bahkan menimbulkan peluang terjadinya penyimpangan kekuasaan dan kekayaan.
Padahal di sisi lain banyak kebutuhan dan hak-hak masyarakat yang tidak ditangani oleh birokrat dengan baik.
Permasalahan inilah yang hendak dimenej Ramadhan dengan berulang kali memberikan fadhilat dan intensif yang terkandung di dalamnya agar prinsip manajemen ihsan itu dapat dilaksanakan oleh setiap insane. Semoga. Wallahu a’lam.
Puasa Dalam Persepsi Menahan Diri
"Orang yang kuat bukanlah dilihat dari pisiknya, tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan diri (dari amarah)”…(al-Hukama).
Ramadhan, syauhrulmubarak (bulan yang penuh keberkatan), di bulan ini setiap kita diminta untuk menahan diri dari berbagai aktivitas (secara makro) yang kurang bermanfaat apalagi yang distuktif.
Dari dahulu kita sering mendengar anjuran untuk menahan diri.
Kata-kata itu mengandung makna supaya manusia bisa menahan diri agar tidak berbuat yang merugikan orang lain dan dirinya sendiri.
Sebab, bila seseorang tidak bisa menahan emosinya, akal sehat bisa tidak berfungsi dan ia bisa berbuat apa saja diluar control akal sehat.
Dalam berpuasa nilai-nilai seperti ini harus mendapat sorotan dalam dimensi bukan saja horizontal, tapi juga besifat vertical, baik tatkala mendapat cobaan kesenangan maupun sebuah ujian (musibah).
Pada suatu hari ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beserta sahabat baru kembali dari sebuah peperangan besar (perang badar), beliau bersabda:
“Kita baru saja kembali dari peperangan yang kecil menuju kepada suatu peperangan yang maha besar, sahabat bertanya, peperangan apalagi ya Rasul? Yaitu perang melawan hawa nafsu…”
Sebahagian meriwayatkan peristiwa tersebut di atas terjadi pada bulan Ramadhan, sehingga memberikan lagi spirit kepada para sahabat dalam meningkatkan ketakwaan dan keimanan mereka kepada Allah Ta'ala.
Dengan demikian, menahan diri tidak lain adalah perjuangan melawan gejolak hati yang hendak meninggalkan akhlak yang tepat lagi, menahan diri adalah bagian dari perjuangan melawan hawa nafsu.
Rasa dendam kesumat dan rasa amarah yang berkobar, tidak diberi hak untuk menyala dalam hati.
Perjuangan menahan diri ini sebenarnya bisa sulit bila tidak tahu cara bagaimana meredam gejolak emosi dan rasa marah, lebih dalam atmosfir politik yang sedang memanas dalam persiapan menghadapi pemilu 2004 yang akan datang.
Tapi akan terasa agak mudah kalau tahu resepnya.
Resep ini tak lain adalah resep agama yang diturunkan oleh Allah Ta'ala dengan pernyataannya, “Ketahuilah dengan dzikir (mengingat Allah) akan tentramlah hati”.
Ingat kepada Allah Ta'ala adalah bagian dari pencerahan hati, sehingga manusia akan selalu berada dalam kondisi batin yang stabil, dalam situasi yang bagaimanapun semrawut dan kacaunya. Apalagi, rasa marah yang tidak terkontrol memang tidak ada gunanya.
Dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib pernah siap dengan pedangnya untuk memenggal leher seorang kafir dalam sebuah pertempuran sengit antara kaum Muslimin dan bala tentara kafir.
Musuh yang sudah tertelantang itu sempat meludah ke wajah Ali.
Kemudian Ali segera melepaskan musuhnya itu dan Ali terus bertempur melawan orang-orang kafir yang lainnya.
Setelah pertempuran selesai, Ali ditanya oleh sahabatnya, mengapa musuh yang telah berhasil ia tekuk dilepaskan lagi.
Ali menjawab bahwa, musuh yang siap dipenggal itu meludahi wajahnya dan Ali takut kepada Allah kalau ia membunuh musuh karena “dendam” oleh ludah yang disemprotkan ke wajahnya.
Itulah sekelumit kisah dari seorang hamba Allah yang tidak mau tindakannya dikotori oleh rasa dendam, tapi benar-benar karena Allah.
Lebih-lebih dalam suasana puasa ini, mari kita bersihkan sifat-sifat amarah, rasa dendam, rasa iri, rasa egois yang meliputi sikap dan tindakan kita dapat merusak amal dan ubudiyah puasa kita.
Dengan demikian, kita perlu terus meningkatkan dzikir kepada Allah, agar terhindar dari emosi, marah dan dendam yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Ayo berlombalah menjadi sha-imin di bulan yang penuh berkah ini, semoga. Wallahu a’lam.
Ramadhan dan Investasi Kehidupan
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap pribadi memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari yang akan datang (akhirat)”… (QS. 59: 18).
Puasa, adalah sebuah investasi rohani dalam menyiapkan hari esok yang kekal dan bahagia, betapa tidak puasa dengan berbagai kegiatan amalannya memberikan nuansa tersendiri dalam hal ubudiyah kepada Allah Ta'ala.
Allah berfirman dalam sebuah hadits disebutkan:
“Tiap-tiap amal anak Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan ganjaran kepada-Nya”. (HR. Bukhari).
Dalam kehidupan kini, investasi tampaknya sudah menjadi keharusan karena ini merupakan sebuah cara dalam menyelamatkan kehidupan di masa yang akan datang.
Kesadaran berinvestasi ini bukan saja dalam makna kehidupan dunia tapi dalam kehidupan ukhrawi juga ternyata amat kita butuhkan dalam memberikan suntikan segar spiritual keagamaan kita.
Salah satu caranya yach lewat berinvestasi amaliah Ramadhan, sebuah cara yang cukup amat menggiurkan dengan bunga investasi 1.000 bulan dari bulan-bulan lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah amat mengenal benar/berpengalaman dalam berbagai bentuk investasi.
Dan cara berinvestasi inilah bisa merubah kita dari quadrant kiri menjadi quadrant kanan yang bebas tanpa hambatan.
Jadi berinvestasi bukan hanya modal uang/financial, tapi investasi yang hakiki meliputi keramah-tamahan, kedermawanan, suka memaafkan, berlaku adil dan lain sebagainya.
Semua itu merupakan investasi yang keuntungan akan diperoleh investor.
Sebaliknya, sikap hidup yang buruk, seperti pemarah, kasar, korup, zalim dan lain sejenisnya sesungguhnya merupakan penarikan investasi besar-besaran yang akibatnya akan dirasakan pula bagi pelakunya.
Sayang banyak diantara kita yang tak pandai menghitung investasi kepribadiannya.
Bagi orang beriman pentingnya investasi bukan hanya untuk bekal kehidupan di dunia saja, tapi juga untuk kehidupan akhirat.
Oleh karena itu Allah mengingatkan kaum Muslimin untuk memperhatikan apa saja yang pernah diperbuatnya sebagai investasi di dunia untuk kehidupannya kelak di akhirat…
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap pribadi memperlihatkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari akhirat. “(QS. 59: 18).
Seperti investasi di bursa saham, Allah pun menjanjikan keuntungan besar bagi orang yang berinvestasi untuk akhirat.
Firman Allah:
”…perumpamaan bagi orang-orang yang menginfakkan (menginvestasikan) hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh butir dan pada setiap butir terdapat seratus biji. Allah akan melipatgandakan pahala bagi siapa yang dihendaki-Nya”…
Kita bisa menghitung, betapa besarnya keuntungan investasi di jalan Allah itu jauh lebih besar dibandingkan investasi di bursa saham.
Tapi sebaliknya, jika investasinya bukan dijalan Allah, maka nilainya hilang.
…” dan orang-orang kafir, amal-amal mereka laksanafatamorgana di tanah yang datar yang disangkanya air oleh orang-orang yang dahaga, tapi ketika didatangi air itu ternyata tidak ada…”(QS. 24: 39).
Karena itu, marilah kita perbanyak investasi kita, khususnya di bulan yang amat baik ini sebagai persiapan kita di kehidupan abadi di akhirat.
Dan ingat! Seperti dikatakan Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam “sebaik-baik investasi adalah takwa” semoga! Wallahu a’lam. (*)