SEJARAH

Hari Ini, 22 Tahun Lalu Era Orde Baru Berakhir, Presiden Soeharto Lengser: Simak Isi Pidatonya

Krisis ekonomi yang tak kunjung membaik sejak 1997 dan terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI pada Maret 1998 memantik situasi memanas

Editor: Mairi Nandarson
kompas.com
Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Hari ini, 22 tahun lalu, adalah hari berakhirnya era Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.

Hari ini, Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai presiden.

Pidato ini juga yang menandai berakhirnya era orde baru setelah berkuasa selama 32 tahun.

Resmi, Chelsea Perpanjang Kontrak Olivier Giroud dan Willy Cabalerro

Data Corona 34 Provinsi di Indonesia Kamis (21/5) Pagi, Total 19.189, Sembuh 4.575, Meninggal 1.242

Pria Ini Menangis di Pinggir Jalan Karena Tak Punya Uang, Jual Blender untuk Makan Anak-Istri

Hari ini 22 tahun lalu, 21 Mei 1998, Presiden ke-2 Republik Indonesi Soharto itu mengundurkan diri dari jabatannya setelah sebelumnya terpilih kembali untuk ketujuh kalinya.

Mundurnya Soeharto ini merupakan puncak dari kerusuhan dan aksi protes di berbagai daerah dalam beberapa bulan terakhir.

Berikut isi pidato pengunduran diri Presiden Soeharto:

"Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998."

Kabar mundurnya Soeharto itu pun disambut gembira kerumunan massa yang telah menduduki Gedung DPR dan MPR.

Harian Kompas, 22 Mei 1998, menggambarkan, para mahasiswa yang mengerumuni pesawat televisi di Lobi Lokawirasabha DPR berteriak dan bersuka cita begitu mendengar Presiden Soeharto mundur.

Mereka berlarian ke tangga utama DPR sambil menyanyikan lagu Sorak-sorak Bergembira.

Seiring berkumandangnya lagu kebangsaan Indonesia Raya, mereka pun menaikkan bendera Merah Putih setengah tiang menjadi satu tiang penuh.

Jaket almamater yang berwarna-warni dilepaskan karena mereka beranggapan bahwa aksi telah berubah menjadi pesta rakyat.

Bahkan, belasan mahasiswa mengekspresikan kegembiraan dengan menceburkan diri ke kolam air mancur di halaman depan Gedung DPR dan MPR.

Desakan mundur

Mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Foto diambil pada 19 Mei 2008, dua hari sebelum Soeharto mengumumkan pengunduran diri pada 21 Mei 1998
Mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Foto diambil pada 19 Mei 2008, dua hari sebelum Soeharto mengumumkan pengunduran diri pada 21 Mei 1998 (KOMPAS/EDDY HASBY)

Krisis ekonomi yang tak kunjung membaik sejak 1997 dan terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI pada Maret 1998 memantik situasi memanas di penjuru negeri.

Serangkaian unjuk rasa dan aksi protes terjadi di berbagai daerah. Korban pun mulai berjatuhan.

Dengan situasi itu, sejumlah pihak mulai mendesak Soeharto untuk mundur dari jabatannya, di antaranya berasal dari pimpinan DPR, baik ketua maupun wakil.

Harapan itu disampaikan oleh Ketua DPR dan MPR Harmoko ketika memberikan keterangan pers yang hanya berlangsung selama lima menit.

Jika Merasa Tidak Aman, Liverpool Izinkan Pemain Tidak Ikut Latihan di Klub

Dagestan, Tanah Kelahiran Khabib Nurmagomedov yang Kelimpungan Hadapi Virus Corona

Saat membacakan satu halaman keterangan persnya itu, Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR atau MPR yakni Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 19 Mei 1998.

"Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," sambungnya.

Usai menyampaikan keterangan persnya, Harmoko dengan ekspresi wajah tanpa senyum, bergegas meninggalkan ruangan tanpa bersedia diwawancara lagi.

Tuntutan reformasi

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto.

Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR.

Sejak 18 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa dari perguruan tinggi di wilayah Jabodetabek telah berhasil "menduduki" Gedung DPR dan MPR.

Mereka bukan saja memadati pelataran DPR, tetapi juga menaiki kubah gedung, memenuhi taman-taman, lorong-lorong maupun ruangan lobi.

Ini merupakan demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan mahasiswa selama 30 tahun terakhir.

Selain mahasiswa, sejumlah tokoh tampak hadir berbaur dengan kerumunan massa, seperti pakar hukum tata negara dan anggota Komnas HAM Prof Dr Sri Soemantri, tokoh "Malari" dr Hariman Siregar, dan lain-lain.

Berbagai organisasi kemasyarakatan, pemuda, keagamaan, dan mahasiswa yang berada di gedung maupun di luar gedung DPR sepakat, agar ABRI bertindak dan berpihak kepada rakyat.

Mereka mendesak agar MPR segera mengadakan sidang istimewa agar krisis ekonomi dan politik segera teratasi, dan kepercayaan masyarakat kembali pulih.

Selain itu, mereka juga meminta agar tindakan represif terhadap pers, khususnya kepada televisi dan radio swasta dihentikan.

\\

\\

\\

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Soeharto Lengser, Akhir Kisah Orde Baru"
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved