VIRUS CORONA DI CHINA

Untuk Pertama Kalinya, China Laporkan Tak Ada Penambahan Kasus Baru Virus Corona

Otoritas kesehatan China umumkan tidak adanya penambahan kasus baru di negaranya pada Jumat (22/5/2020) kemarin. Hal ini pertama kali terjadi di China

AFP/HECTOR RETAMAL via Kompas.com
Petugas keamanan berpatroli di pasar ikan tradisional Huanan di kota Wuhan, China, Jumat (24/1/2020). 

TRIBUNBATAM.id, BEIJING - Kabar baik datang dari China, negara yang pertama kali di dunia melaporkan kasus virus Corona atau Covid-19.

Otoritas kesehatan China mengumumkan tidak adanya penambahan kasus baru di negaranya pada Jumat (22/5/2020) kemarin.

Hal ini pertama kalinya terjadi bagi China sejak akhir tahun 2019 lalu.

Pada hari sebelumnya, China masih melaporkan adanya kasus infeksi baru Covid-19.

Namun, dua kasus baru yang dicurigai, satu kasus impor dari Shanghai dan kasus yang ditransmisikan secara lokal di Provinsi Jilin di China timur laut.

NHC menyampaikan, kasus tanpa gejala baru dari virus Corona turun menjadi 28 dari 35 kasus di hari sebelumnya.

Cerita Dubes Indonesia di China, Cara Warga Beijing Hadapi Corona, Kini Nikmati Suasana Normal

Melansir japantimes (23/5/2020), virus pertama kali muncul di pusat kota Wuhan, China pada Desember 2019, tapi kasus-kasus telah berkurang secara drastis dari puncaknya pada pertengahan Februari saat negara ini tampaknya telah mengendalikan sebagian besar virus.

Korban meninggal yang terkonfirmasi resmi di negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu mencapai 4.634 kasus.

Angka tersebut jauh di bawah jumlah korban jiwa di negara-negara yang jauh lebih kecil, seperti Italia dengan 32.616 korban meninggal atau Belanda (5.788 kasus).

Menurut data worldometers, China berada di peringkat 13 negara jumlah korban meninggal karena Covid-19.

Sejak perama dilaporkan muncul di Wuhan, virus telah menyebar di ratusan negara lain, dengan lebih dari 340.000 orang meninggal dunia.

Dari total secara global, 5.306.158 kasus terkonfirmasi positif sebanyak 2.160.039 orang dinyatakan pulih.

Berarti, jumlah korban sembuh jauh lebih besar dibandingkan yang meninggal dunia.

Update negara lain
Sementara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Amerika Serikat telah menjadi pusat pandemi Covid-19, dengan Brasil sebagai negara yang paling terdampak.

Sejauh ini Brasil mengkonfirmasi 332.382 kasus positif, menyusul Rusia. Brasil menjadi hotspot kedua di dunia untuk kasus Covid-19.

Kementerian Kesehatan melaporkan 1.001 kematian pada Kamis (21/5/2020).

Di Sao Paulo, kota yang paling parah dilanda, video udara menunjukkan deretan plot terbuka di Pemakaman Formosa, di mana mengikuti permintaan yang ada.

Di sisi lain, Inggris akan memperkenalkan karantina selama 14 hari bagi hampir semua pelancong internasional mulai 8 Juni 2020. Siapapun yang melanggar aturan akan dikenai denda sebesar 1.218 dollar.

Badan PBB telah memperingatkan, sekitar 80 juta bayi dapat berisiko penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti difteri, campak, dan polio karena gangguan imunisasi rutin yang disebabkan pandemi.

Lebih dari 5,2 juta orang di seluruh dunia saat ini dikonfirmasi terpapar virus di seluruh dunia.

Virus telah menyebabkan lebih dari 337.000 orang meninggal dunia dan sekitar 1,2 juta lainnya sembuh.

China Lakukan Uji Klinis, Xi Jinping Ungkap Vaksin Covid-19 Akan Jadi Barang Publik Global

Wabah virus Corona atau Covid-19 membuat sejumlah negara berlomba-lomba menciptakan vaksinnya.

Sebut saja negara yang pertama kali melaporkan kasus Covid-19, China.

China menyebutkan akan menjadikan vaksin Covid-19 nantinya sebagai barang publik global jika sudah ditemukan.

Pernyataan itu diutarakan oleh Presiden China Xi Jinping di Majelis Kesehatan Dunia ( WHA), Senin (18/5/2020).

Dilansir dari AFP, China sedang melakukan uji klinis untuk 5 calon vaksin Covid-19 di saat negara-negara lain juga berlomba untuk menemukan cara menghentikan patogen yang telah menewaskan lebih dari 315.000 jiwa di seluruh dunia ini.

Dalam pidatonya Xi berujar, "Setelah penelitian dan pengembangan vaksin virus Corona di China selesai dan mulai digunakan, itu akan menjadi barang publik global."

Xi melanjutkan, langkah ini akan menjadi kontribusi China dalam mencapai aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin corona di negara-negara berkembang juga.

Wakil Direktur Komisi Kesehatan Nasional China Zeng Yixin pekan lalu berkata, ada banyak calon vaksin virus Corona yang sedang menunggu persetujuan untuk uji coba manusia.

Para ahli mengatakan, setidaknya perlu 12-18 bulan untuk mengembangkan vaksin yang efektif, bisa juga dengan periode yang lebih lama.

Xi lalu menambahkan dalam pertemuan virtual tersebut bahwa China akan memberikan bantuan Covid-19 global sebanyak 2 miliar dollar AS (Rp 29,65 triliun) selama dua tahun.

Peracikan vaksin dibayangi pengalaman buruk

Dari 8 uji klinis vaksin Covid-19, 5 di antaranya dilakukan di China.

Namun peracikan vaksin virus Corona oleh China ini dibayangi pengalaman buruk.

Dua tahun lalu, sebuah skandal besar terjadi ketika lebih dari 200.000 anak-anak mendapatkan vaksin diphtheria, tetanus, dan batuk yang tidak efektif.

Perusahaan yang sama Changchun Changsheng juga mendapat hukuman karena memalsukan produksi dan catatan pemeriksaan berkenaan dengan vaksin rabies.

Salah satu perusahaan yang sekarang terlibat dalam uji klinis Covid-19, Wuhan Institute of Biological Products, juga pernah dihukum karena kesalahan prosedur dalam membuat vaksin DPT di tahun 2016.

Namun masalah yang dihadapi ilmuwan China sekarang adalah bahwa mereka yang tertular Covid-19 semakin berkurang, sehingga berpengaruh pada uji klinis tahap ketiga.

Dengan semakin sedikitnya infeksi baru, pengembangan vaksin jadi semakin susah.

China Akui Hancurkan Sampel Covid-19 Saat Awal Wabah, Apa Tujuannya?

 Fakta mengejutkan soal virus Corona atau Covid-19 kali ini diungkap oleh China.

Pada awal kemunculan Covid-19, China mengakui jika pihaknya telah menghancurkan beberapa sampel virus Corona tersebut.

Namun, China dengan keras membantah tuduhan Amerika Serikat (AS) yang mengartikan semua ini sebagai tindakan untuk menutup-nutupi.

Pernyataan ini diucapkan oleh Liu Dengfeng seorang pengawas di divisi sains dan pendidikan Komisi Kesehatan Nasional China, dalam konferensi pers pada Jumat (15/5/2020) di Beijing.

Ia mengatakan, pemerintah China telah mengeluarkan perintah pada 3 Januari untuk membuang sampel virus Corona jenis baru di fasilitas tertentu yang tidak memenuhi persyaratan.

Sebab, penyakit ini menular dan sampelnya dibuang untuk "mencegah risiko terhadap keamanan biologis laboratorium, dan mencegah bencana sekunder yang disebabkan oleh patogen tak dikenal".

Keputusan itu dilakukan setelah virus Corona jenis baru yang dikenal dengan nama resmi SARS-CoV-2, digolongan sebagai Kelas II berdasarkan penelitian dan rekomendasi para ahli, kata Liu dikutip dari Newsweek Jumat (15/5/2020).

Hal ini mengharuskan "persyaratan yang jelas tentang pengumpulan, transportasi, penggunaan eksperimen, dan penghancuran patogen" untuk menghindari kemungkinan kecelakaan atau kebocoran, ungkapnya.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo sejak bulan lalu berpendapat bahwa perintah pada 3 Januari itu adalah upaya untuk menutupi tingkat penyebarannya.

Ia menuduh China menyensor penelitian mengenai Covid-19, dan berusaha memengaruhi upaya internasional untuk menangani penyakit itu.

"Partai Komunis China berusaha membatasi informasi tentang virus ini, tentang dari mana virus itu muncul, bagaimana mulainya, bagaimana menular antarmanusia, tentu saja melibatkan WHO untuk memperdalam alur cerita itu," ujar Pompeo.

Liu kemudian membela China, dengan mengatakan bahwa UU kesehatan masyarakat China dengan jelas menetapkan bahwa lembaga yang tidak memenuhi persyaratan untuk menangani sampel semacam itu, harus memberikannya ke tempat penyimpanan yang memenuhi syarat untuk disimpan atau dihancurkan.

"Pernyataan yang disebar oleh para pejabat AS ini murni di luar konteks dan sengaja membingungkan banyak orang," kata Liu pada konferensi pers Jumat.

Badan Intelijen Pertahanan merevisi penilaiannya mengenai asal-usul pandemi virus Corona pada 27 Maret, dengan memasukkan kemungkinan bahwa hal itu bisa dimulai dari kecelakaan lab di Institut Virologi Wuhan, di samping teori awal yang berkembang bahwa virus bermula dari hewan.

Mengutip laporan Badan Intelijen Pusat yang dikonfirmasi dua pejabat senior AS, Newsweek juga melaporkan bahwa Komunitas Intelijen percaya Beijing turut menekan WHO untuk meremehkan penyakit itu pada Januari.

WHO memuji upaya penanganan virus Corona China saat itu, seperti yang sempat dilakukan Donald Trump juga.

Tetapi ketika virus Corona menyebar ke seluruh dunia, situasi ini langsung menjadi arena konflik baru antara Washington dengan Beijing.

Negeri "Uncle Sam" menjadi negara dengan dampak Covid-19 terparah saat ini.

Trump dan pemerintahannya lalu melimpahkan kesalahan ke China yang dituding gagal membendung penyebaran virus di awal wabah.

(*)

Dituduh Trump Lakukan Pembunuhan Massal Lewat Covid-19, China Tekankan Selalu Bersikap Jujur

3 Perusahaan yang Berangkatkan 14 ABK Indonesia ke Kapal China Bakal Dijerat Pasal Korporasi

Melihat Masjid Raya Xian, Masjid Tertua d China, Dibangun Saat Dinasti Tang Tahun 742

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pertama Kalinya China Laporkan Tak Ada Kasus Baru virus Corona".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved