Remaja 21 Tahun Dibunh Ayahnya Karena Mencoba Kawin Lari Dengan Pria 35 Tahun
Si remaja awalnya sudah kabur bersama lelaki yang lebih tua 21 tahun darinya, setelah sang ayah marah mendengar rencana pernikahan mereka.
TRIBUNBATAM.id - Seorang wanita tewas dibunuh oleh ayahnya sendiri karena jatuh cinta dengan seorang pria 35 tahun.
Bahkan mereka berniat untuk melarikan diri dan menikah secara diam-diam.
Gagal kawin lari dengan pria yang tidak direstui keluarga, seorang remaja 14 tahun di Iran dibunuh secara brutal oleh ayahnya saat tidur.
• Wanita Ini Melahirkan di Kebun Tanpa Bantuan Orang Lain, Mampu Betahan Hidup Selama 2 Hari di Kebun
• Layanan Rapid Test Kini Lebih Cepat & Praktis lewat Drive Thru di Klinik Baloi RSBP Batam
• Bintan Hati-hati, Kategori ODP dan OTG Naik Lagi
Romina Ashrafi dipenggal ayahnya menggunakan senjata tajam di rumah keluarganya di Hovigh, Talesh County, sebagai bentuk "hukuman" yang dikenal sebagai honour kiling atau 'pembunuhan demi kehormatan.
Dalam laporan Iran International TV, Romina Ashrafi sudah merencanakan untuk melarikan diri bersama dengan pria 35 tahun itu.
Si remaja awalnya sudah kabur bersama lelaki yang lebih tua 21 tahun darinya, setelah sang ayah marah mendengar rencana pernikahan mereka.
Dua keluarga mereka kemudian menghubungi pihak berwajib, membuat penegak hukum menggelar pencarian di mana mereka ditemukan, dan Romina dibawa pulang.
Media setempat memberitakan, Romina sebenarnya sempat mengungkapkan dia takut pulang ke rumah karena khawatir hidupnya dalam bahaya.
• Kasus Corona di Batam Tambah 1, Pernah Kontak dengan Pasien Nomor 49 dan 82 saat Persiapan Ibadah
• Terjatuh! Polisi Cokok Pembobol Rumah Warga yang Sempat Lari
Namun, otoritas tetap menyerahkannya kepada keluarganya sesuai aturan yang berlaku.
Di saat tidur, dia dibunuh secara brutal oleh ayahnya.
Setelah melakukan perbuatannya, sang ayah dilaporkan menyerahkan dirinya dan ke polisi, sambil membawa senjata yang berlumuran darah.
Dilansir Daily Mail Rabu (27/5/2020), gubernur distrik, Kazem Razmi, menyatakan sang ayah ditahan dengan investigasi segera digelar.
Wakil Presiden Bidang Pemberdayaan Perempuan, Masoumeh Ebtekar, juga mengumumkan "perintah khusus" untuk menyelidiki pembunuhan itu.
Al Arabiya melaporkan, ayah Romina Ashrafi bisa lolos dari hukuman mati karena dia merupakan "penjaga" remaja 14 tahun itu.
Sesuai dengan hukum yang berlaku, ayah yang tak disebutkan identitasnya itu akan dibebaskan dari qisas, atau pembalasan dalam bentuk sesuatu.
Hukum syariah menyatakan hanya "pemilik darah", dalam hal ini adalah anggota keluarga, yang bisa menuntut eksekusi atas pembunuhan kerabat mereka.
Karena itu, pelaku " pembunuhan terhormat" dilaporkan tidak akan mendapat hukuman berat karena keluarga tidak akan menuntut kerabat mereka.
Fariba Sahraei, editor senior di Iran International TV menyatakan, setiap tahun, perempuan di Iran dibunuh oleh kerabat pria dengan alasan mempertahankan kehormatan mereka.
"Namun motif pembunuhan Romina jelas sangat mengejutkan tidak hanya publik di negara ini, melainkan juga seluruh dunia," jelasnya. Berapa banyak pembunuhan terhormat di negara rival Arab Saudi itu tak diketahui. Namun, seorang polisi Teheran pernah menyebut angkanya 20 persen dari total kasus pembunuhan.
Pada hari Rabu (27/05/2020), sejumlah surat kabar nasional mengangkat kisah Romina di halaman depan mereka.
"Rumah 'patriarki' yang tidak aman", adalah tajuk utama surat kabar Ebtekar yang pro-reformasi, menyesalkan kegagalan undang-undang yang ada untuk melindungi perempuan dan anak perempuan.
Sementara itu, tagar #Romina_Ashrafi telah digunakan lebih dari 50.000 kali di Twitter, dengan sebagian besar pengguna mengutuk pembunuhan itu dan sifat patriarkal masyarakat Iran secara umum.
Apa itu honour kiling atau 'pembunuhan demi kehormatan'?
'Honour Killing' diartikan sebagai pembunuhan yang dilakukan terhadap seorang anggota keluarga yang dianggap telah memalukan keluarga.
Human Rights Watch mengatakan alasan paling umum terjadinya 'honour killing' adalah:
seseorang menolak perkawinan yang terjadi karena perjodohan
seseorang menjadi korban kekerasan seksual atau pemerkosaan
seseorang melakukan hubungan seksual di luar nikah, meskipun jika hal itu baru dugaan
Tetapi pembunuhan dapat dilakukan untuk alasan yang lebih sepele, seperti seseorang yang berpakaian dengan cara yang dianggap tidak pantas atau menunjukkan perilaku yang dianggap tidak taat.
Shahindokht Molaverdi, mantan wakil presiden untuk urusan perempuan dan keluarga dan sekretaris organisasi Iran Society for Protecting Women's Rights menulis: "Romina bukanlah yang pertama dan juga tidak akan menjadi korban terakhir pembunuhan demi kehormatan."
Dia menambahkan bahwa pembunuhan seperti itu akan berlanjut "selama hukum dan budaya dominan di komunitas lokal dan global tidak membuat efek jera".
Hukum pidana Islam Iran mengurangi hukuman bagi ayah dan anggota keluarga lainnya yang dipidana karena pembunuhan atau secara fisik melukai anak-anak dalam kekerasan rumah tangga atau "pembunuhan demi kehormatan".
Jika seorang pria dinyatakan bersalah membunuh putrinya di Iran, hukumannya antara tiga hingga 10 tahun penjara, lebih rendah dibandingkan hukuman untuk kasus pembunuhan lain yakni hukuman mati atau pembayaran diyeh (uang darah).
Tidak ada statistik tentang seberapa sering "pembunuhan demi kehormatan" telah dilakukan di Iran, tetapi aktivis hak asasi manusia melaporkan tahun 2019 bahwa hal itu terus terjadi, terutama di daerah pedesaan, menurut departemen negara AS.
'Honour Killing' di Palestina dan Pakistan
Pada bulan September tahun 2019, kejadian serupa diduga terjadi pada Israa Ghrayeb, perempuan Palestina berusia 21 tahun.
Israa berasal dari keluarga konservatif, yang mengatur ketat hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Dia dilaporkan mengunggah foto dirinya dan tunangannya di sebuah kedai di media sosialnya- foto yang kemudian dihapus.
Menurut liputan media setempat, anggota keluarganya menganggap apa yang dilakukan Israa di media sosial tidak terhormat, meski mereka telah menyetujui hubungan itu.
Ia kemudian dilaporkan dipukuli tiga saudara laki-lakinya, hingga kemudian meninggal dunia.

Saudara laki-lakinya itu kemudian diproses secara hukum.
Di Pakistan, juga di tahun 2019, tiga laki-laki dihukum setelah membunuh tiga perempuan, yang sebelumnya terlihat dalam rekaman video tengah bernyanyi dan bertepuk tangan dalam sebuah pernikahan di tahun 2011.
Sebuah video yang menampilkan sekelompok perempuan dan laki-laki yang menari dan bernyanyi dalam sebuah pesta pernikahan, sebagaimana dilaporkan Orla Guerin tahun 2012
Video itu juga menunjukkan seorang pria menari - meskipun tidak dalam adegan yang sama dengan para perempuan itu.
Ada pula laki-laki lain yang disebut mengambil video itu.
Di distrik Kohistan utara yang terpencil di mana masalah kehormatan keluarga diselesaikan dengan darah, video itu cukup untuk menjadi dasar setidaknya kematian tiga perempuan itu.
Menurut adat setempat, anggota keluarga laki-laki dari seorang perempuan yang dicurigai memiliki hubungan di luar nikah - bahkan hubungan yang tampaknya tidak berbahaya - pertama-tama harus membunuh perempuan itu, dan kemudian mengejar pria yang terlibat.
Itu berarti semua orang dalam video - yang dilihat sebagai "melanggar kehormatan" keluarga perempuan - berada dalam bahaya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jatuh Cinta dengan Pria 35 Tahun, Remaja Ini Dibunuh Ayahnya Secara Brutal"