Setelah Mengancam Terkait Selebaran Propaganda, Korea Utara Putus Komunikasi dengan Korsel
"Korea Utara tengah berada di situasi yang jauh lebih mengerikan dibandingkan yang kita pikir," ujar Choo Jae Woo, profesor di Universitas Kyung Hae
TRIBUNBATAM.id, PYONGYANG - Setelah mengeluarkan peringatan kepada Korea Selatan terkait selebaran propaganda, Korea Utara kini memutuskan komunikasi dengan Seoul.
Sebelumnya, melalui Kim Yo Jong, Korea Utara meminta Korea Selatan menghentikan aksi para pembelot menyebarkan informasi propoaganda di perbatasan kedua negara.
Korea Utara mengancam akan memutus semua perjanjian militer yang mereka sepakati jika Korea Selatan tidak menghentikan aksi yang dilakukan para pembelot dari Pyongyang tersebut.
Namun, tidak lama setelah peringatan itu disampaikan, Korea Utara sudah memutuskan untuk menutup semua komunikasi dengan Korea Selatan.
Sebelumnya Pyongyang telah mengecam Korea Selatan dan mengancam akan menutup kantor perhubungan internal antar Korea dan seluruh fasilitas saluran telepon setelah beberapa selebaran propaganda dilaporan masuk ke perbatasan Korea Utara.
Para pejabat terkemuka di Korea Utara termasuk adik Kim Jon Un, Kim Yo Jong mengatakan, "Upaya kerja sama dengan Korea Selatan akan berubah menjadi perang melawan musuh," demikian sebagaimana dilansir kantor berita KCNA.
Dilansir Daily Mirror, Juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan melaporkan bahwa para pejabat Korea Utara tidak menjawab panggilan rutin harian dari kantor penghubung, mau pun panggilan dari militer.
Pada Senin kemarin, meski terdapat dua panggilan yang biasa dilakukan, hanya satu yang dijawab.
Panggilan rutin yang dilakukan Korea Selatan dan Korea Utara seharusnya diatur sebagai komunikasi dasar, sebagaimana dikatakan Kementerian Unifikasi dari Korea Selatan.
Meski begitu, pihak Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan mereka akan terus mengikuti prinsip-prinsip yang telah disepakati dan berusaha untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea.
Keputusan untuk tidak memutus komunikasi dari pihak Korsel dalam hubungannya dengan Korut merupakan upaya untuk mencoba dan membujuk Korea Utara agar negara tertutup itu mau menyerah atas program nuklirnya, di sisi lain, Korut juga telah mengalami sanksi internasional akan program tersebut.
Korea Utara dan Selatan sebenarnya masih dalam kondisi 'perang' karena akhir dari perang 1950-1953 tidak ditutup dengan perdamaian melainkan dengan gencatan senjata.
Pakar analis mengatakan tindakan Korut lebih dari karena masalah para pembelot karena Korea Utara sedang dalam tekanan ekonomi di tengah krisis wabah corona dan mendapatkan sanksi internasional.
"Korea Utara tengah berada di situasi yang jauh lebih mengerikan dibandingkan apa yang kita pikir," ujar Choo Jae Woo, seorang profesor dari Universitas Kyung Hee.
"Saya pikir mereka mencoba untuk 'memeras' sesuatu dari Korea Selatan."