Dampak Berlakukan Lockdown, Ekonomi Inggris Anjlok 20,4 Persen Pada April 2020

Beragam dampak telah dirasakan Inggris usai berlakukan lockdown, sebut saja penurunan pada sektor perekonomian yang anjlok hingga 20,4 persen di April

AFP
Ilustrasi warga Inggris di tengah wabah Covid-19. Ekonomi Inggris anjlok hingga 20,4 persen. 

TRIBUNBATAM.id, LONDON - Inggris merupakan salah satu negara yang memilih kebijakan lockdown untuk memutus penyebaran virus Corona atau Covid-19.

Berbagai dampak telah dirasakan Inggris, sebut saja penurunan pada sektor perekonomian.

Bahkan ekonomi Inggris anjlok karena mengalami penurunan bulanan terdalam sepanjang sejarah.

Kantor Statistik Nasional (OSN) mencatat, Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris pada periode April 2020 mengalami penurunan secara bulanan terdalam tersebut.

PDB Inggris pada April 2020 turun 20,4 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan prediksi analis, yakni 18,4 persen.

Kabar Terbaru Bagus Kahfi Jalani Pemulihan Cedera di Inggris, Sudah Bisa Berjalan Tapi Masih Pincang

Jika dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, PDB Inggris pada April 2020 turun 24,5 persen.

Hal tersebut utamanya diakibatkan kebijakan lockdown yang diterapkan Inggris, guna meredam penyebaran Covid-19.

Sejak Februari hingga April 2020, PDB Inggris telah terkontraksi 10,4 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Angka tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan analis, yakni 10 persen.

Untuk meredam penyebaran Covid-19 yang sangat cepat, Inggris telah menerapkan kebijakan lockdown sejak 23 Maret lalu.

Meski terdapat 292.860 kasus positif Covid-19, Inggris telah mulai merelaksasi kebijakan lockdown sejak Mei kemarin.

"PDB kuartal I-2020 menunjukan dampak yang diakibatkan oleh pekan-pekan pertama penerapan lockdown.

Pada kuartal II-2020 dampak dari kebijakan baru akan terlihat sepenuhnya," ujar Associate Director Investasi Pribadi Fidelity International Ed Monk, dikutip dari CNBC, Minggu (14/6/2020).

"Namun, dengan langkah-langkah social distancing diperlonggar, bisnis perlahan-lahan kembali dimulai, ada pergerakan untuk membuka kembali toko-toko, dan ekonomi secara bertahap dibuka kembali, mudah-mudahan ekonomi akan kembali pada bulan-bulan mendatang.

Pertanyaannya adalah seberapa banyak," tambahnya.

Sementara itu, poundsterling bergerak stabil setelah rilis data tersebut diperdagangkan 1,2575 dollar AS pada Jumat pagi waktu London.

Kepala Penasihat Ekonomi EY ITEM Club Howard Archer mengatakan ekonomi Inggris kemungkinan menuju kontraksi besar.

"Dengan asumsi pemerintah terus secara bertahap mengendurkan pembatasan kuncian wilayah, ekonomi diperkirakan akan mulai kembali ke pertumbuhan yang jelas pada kuartal ketiga.

Permintaan konsumen yang meningkat setelah penguncian akan membantu, sementara aktivitas ekonomi global juga harus lebih kuat dari bulan-bulan terakhir 2020 dan seterusnya," ucapnya.

Tak Hasilkan Manfaat, Inggris Hentikan Uji Coba Obat Anti Malaria Kepada Pasien Covid-19

Inggris merupakan salah satu negara yang menggelar penelitian untuk menemukan obat atau vaksin virus Corona.

Berbagai uji coba terkait Covid-19 dilakukan Inggris, termasuk dengan melibatkan obat anti-malaria atau hidroksiklorokuin.

Namun kini, Inggris mengumumkan akan menghentikan uji cobanya kepada pasien Covid-19.

Dilansir dari CNN, Jumat (5/6/2020), para peneliti mengumumkan bahwa percobaan pemulihan yang mereka lakukan dengan memasukkan hidroksiklorokuin dalam penelitiannya dinilai tidak menghasilkan manfaat yang diharapkan selama ini.

Adapun percobaan pemulihan yang dimaksudkan adalah percobaan besar yang berbasis di Inggris dengan menyelidiki potensi perawatan virus Corona.

Sementara itu, dalam uji coba lain yang mendaftarkan lebih dari 11.000 pasien dari 175 rumah sakit di Inggris pun akan menghentikan studi ini.

"Kami meninjau data dan menyimpulkan bahwa tidak ada bukti efek yang mengutungkan dari hidroksiklorokuin pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 dan memutuskan untuk berhenti mendaftarkan pasien dengan hidroksiklorokuin, dengan efek langsung, dan yang telah ditindaklanjuti pagi ini," ujar Wakil Kepala Penyelidik Persidangan sekaligus profesor di Universitas Oxford, Martin Landray dalam konferensi pers, Jumat (5/6/2020).

Sebagai bagian dari percobaan, 1.542 pasien Covid-19 dipilih secara acak untuk menerima hidroksiklorokuin sebagai pengobatan dibandingkan dengan 3.132 pasien yang menerima perawatan standar yang biasa.

Data menunjukkan bahwa setelah sekitar 28 hari, sebanyak 25,7 persen dari pasien yang menerima hidroksiklorokuin telah meninggal dibandingkan dengan 23,5 persen dari pasien yang menerima perawatan biasa saja.

Landray mengungkapkan, hal tersebut tidak signifikan secara statistik, namun angka tersebut menunjukkan bahwa pemberian hidroksiklorokuin benar-benar tidak ada bukti manfaatnya.

"Saya pikir kita dapat mengatakan bahwa data ini secara meyakinkan mengesampingkan manfaat kematian yang berarti," ujar Landray.

"Kesimpulan kami adalah bahwa perawatan ini tidak mengurangi risiko kematian akibat Covid-19 di antara pasien rumah sakit. Itu jelas memeiliki arti penting yang signifikan terhadap cara pasien dirawat. Tidak hanya di Inggris, namun di seluruh dunia," lanjut dia.

Maju mundur uji coba hidroksiklorokuin

Pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk sementara waktu menghentikan sementara uji coba hidroksiklorokuine karena kekhawatiran seputar keamanan obat dan untuk meninjau data sendiri.

Kemudian pada hari Rabu, setelah ulasan itu, WHO mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk melanjutkan mempelajari hidroksiklorokuin sebagai pengobatan Covid-19 yang potensial dalam uji coba.

Kepala Penyelidik untuk uji coba pemulihan sekaligus profesor di Universitas Oxford, Peter Horby mengatakan, rekan-rekannya dan ia telah diberi tahu WHO mengenai data yang ditemukan dalam uji coba dan keputusan untuk mengakhiri penelitian ini.

"Kami sudah berbicara melalui telepon pagi ini dengan WHO. Mereka akan mengadakan komite mereka untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka berdasarkan peristiwa ini," ujar Horby kepada pers, Jumat (5/6/2020).

WHO mengonfirmasikan, pihaknya telah menerima pemberitahuan dari penyelenggara uji coba pemulihan bahwa tindakan uji coba itu mengakhiri hidroksiklorokuinnya.

"Karena Solidaritas dan Pemulihan adalah dua dari percobaan yang lebih besar, dan terlebih lagi mereka memiliki desain studi yang sangat, sangat mirip, kami telah berhubungan," ujar Kepala Ilmuwan WHO, Dr Soumya Swaminathan.

Swaminathan menambahkan, peneliti uji coba Solidaritas dan Pemulihan memberi tahu WHO mengenai hasil pendahuluan yang telah mereka tanyakan pada pers.

"Kami menunggu untuk melihat analisis data akhir dan publikasi yang akan keluar darinya dan tentu saja komite kami akan mempertimbangkan hasil ini saat kami melanjutkan penelitian," ujar Swaminathan.

"Namun, mereka adalah dua uji coba yang berbeda, dengan protokol mereka sendiri, komite pengawasan mereka sendiri dan oleh karena itu kami akan melanjutkan uji coba dan komite kami akan mempertimbangkan data begitu tersedia," lanjut dia.

Dilansir dari Reuters, Jumat (5/6/2020), uji coba hidroksiklorokuin mendapat dukungan vokal dari Presiden AS Donald Trump.

Menurut para ahli, obat anti-malaria ini dapat menjadi alat yang murah dan tersedia secara luas, jika terbutki berhasil dalam memerangi pandemi yang telah menewaskan hampir 400.000 orang di dunia.

Awal pekan ini, percobaan acak dari University of Minnesota menemukan bahwa obat itu tidak efektif dalam mencegah infeksi pada orang yang terpapar virus Corona.

Puluhan percobaan mencoba berbagai permutasi penggunaan obat terus berlanjut.

(*)

Protes Anti Rasisme Juga Terjadi di Inggris, PM Boris Johnson Peringatkan Soal Ekstremis

Terapkan 9 Aturan Baru, Taman Bermain Legoland Windsor Resort di Inggris Akan Kembali Dibuka

Diterapkan Sejak Awal Juni 2020, Begini Kondisi di Inggris Saat Jalani Protokol New Normal

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ekonomi Inggris Anjlok 20,4 Persen Pada April 2020".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved