KONFLIK PERBATASAN
Bentrok Tentara India vs China Tak Pakai Senjata Api, Tapi Pakai Tongkat dan Saling Lempar Batu
China telah membebaskan 10 tentara India yang ditangkap dalam bentrokan perbatasan ketinggian tinggi di Himalaya
Penulis: Mairi Nandarson | Editor: Mairi Nandarson
TRIBUNBATAM.id, NEW DELHI - Ketegangan China dan India sedikit mereda setelah tentara kedua negara terlibat bentrok.
Bentrok yang terjadi Senin (15/6/2020) itu menewaskan 20 tentara India dan beberapa di antaranya masih dirawat.
Dalam insiden itu, 10 tentara India sempat ditahan, namun, kini sudah dilepaskan phak China, sebagaimana dilaporkan sejumlah media India Jumat (19/6/2020).
• India dan China Pernah Perang Tahun 1962 Karena Konflik Perbatasan, Ini Saran Amerika Serikat
• Jadwal Liga Spanyol Pekan 30 Malam Ini Sevilla vs Barcelona Kick Off Pukul 03.00 WIB Live beIN Sport
• UPDATE Data Corona Indonesia Jumat (19/6) Sore Tambah 1.041 Total 43.803, Tertinggi di Asia Tenggara
China telah membebaskan 10 tentara India yang ditangkap dalam bentrokan perbatasan ketinggian tinggi di Himalaya.
Dikutip dari channelnewsasia.com, pembebasan 10 tentara India ini dilakukan setelah beberapa pertemuan kedua pihak untuk meredakan ketegangan setelah bentrok Senin lalu.
Bentrok kedua tentara tidak melibatkan senjata api.
Kedua tentara saling serang dengan senjata tingkat dan saling lempar batu.
Sepuluh tentara India itu dibebaskan pada Kamis malam, demikian kantor berita Press Trust India dan media India lainnya melaporkan.
Pemerintah India tidak memberikan komentar terkait pembebasan itu.
Namun pihak tentara mengeluarkan pernyataan yang mengatakan: "Telah diklarifikasi bahwa tidak ada pasukan India yang hilang dalam kejadian" setelah pertempuran di daerah Lembah Galwan di Ladakh.
Surat kabar Hindu itu mengatakan kesepakatan pembebasan dicapai pada pembicaraan tingkat umum utama antara tentara India dan Tentara Pembebasan Rakyat China.
• Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Piala Asia U19 2020 di Uzbekistan, Uzbekistan Lawan Terakhir
• Reaksi Indra Sjafri Soal Tudingan Indisipliner oleh Pelatih Timnas Shin Tae-yong: Nggak Percaya Saya
India dan China saling menyalahkan atas pertempuran paling serius dalam lebih dari 50 tahun di sepanjang perbatasan Himalaya yang diperebutkan dengan sengit, di mana mereka pernah perang pada tahun 1962.
Di India, paska tragedi itu, muncul seruan memboikot barang-barang China.
Ribuan orang menghadiri pemakaman tentara yang tewas pada hari Kamis (18/6/2020).
Aksi protes terjadi dimana massa membakar bendera dan poster Presiden China Xi Jinping yang terjadi setidaknya di dua kota di India.
Militer India mengatakan 18 tentara masih dirawat karena cedera serius paska bentrok tersebut.
China mengakui bahwa tentara mereka juga menjadi korban akibat bentrok tersebut, namun belum memberikan angka.
Kedua belah pihak telah mengadakan serangkaian pembicaraan politik dan militer dalam upaya menurunkan ketegangan tetapi saling memperingatkan dalam pernyataan publik.
"India seharusnya tidak meremehkan keinginan China untuk melindungi kedaulatan teritorialnya," kata China setelah pembicaraan antara menteri luar negerinya Wang Yi dan mitranya dari India Subrahmanyam Jaishankar seperti dilansir AFP.
Sementara Jaishankar mengatakan Cina telah melancarkan serangan "pra-meditasi" yang akan memiliki "dampak serius" pada hubungan antara dua negara terpadat di dunia.
Senjata yang digunakan

Sebuah foto menunjukkan alat pukul berpaku yang terbuat dari besi, diduga sebagai alat yang digunakan tentara China dalam pertempuran mereka dengan tentara India di perbatasan.
Foto itu beredar di media sosial dan menimbulkan amarah warga India.
Di saat yang sama, banyak orang berbaris di jalan-jalan di Suryapet untuk dapat menyaksikan jasad kolonel tentara B Santosh Babu yang terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Pertempuran menggunakan alat pukul berpaku itu diketahui telah menewaskan 20 tentara India di perbatasan Himalaya pada Senin awal pekan ini.
Analis Pertahanan India, Ajai Shukla dalam kicauannya di Twitter mengunggah sebuah gambar senjata berupa alat pukul berpaku yang terbuat dari besi, sebagaimana dilansir The Independent.
Dia mengatakan bahwa tindakan memukul dengan alat pukul itu merupakan tindakan barbar.
"Tindakan biadab yang harus dikutuk, ini sikap premanisme, bukan sikap prajurit," tulis Ajai.
Pernyataan serupa menggema di seluruh jagad media sosial sejak foto alat pukul itu diunggah, sebagaimana dipublikasikan oleh India Today dan BBC news.
Namun begitu, melansir Hindi News, editor pertahanan dan keamanan ABP, Neeraj Rajput dalam kicauannya di Twitter beberapa waktu kemudian mengabarkan bahwa foto alat senjata berpaku itu hanya merupakan gambaran untuk mendeskripsikan senjata pukul yang digunakan tentara China.
Sampai saat ini masih belum ada pernyataan publik yang dibuat terkait hal tersebut.
Sementara para pejabat China dan India sebagian besar berupaya mengurangi tensi, India Today melaporkan bahwa para tentara India yang ditempatkan di Ladakh sudah geram akan jasad rekan-rekan mereka yang dimutilasi.
Pada pertempuran Senin awal pekan ini tidak diketahui berapa jumlah korban dari pihak tentara China.
Padahal, pertempuran itu melibatkan ratusan tentara yang bertempur di puncak gunung yang sempit di ketinggian 14.000 kaki.
Beberapa dari mereka dilaporkan jatuh dan mati.
Sementara itu, pemimpin redaksi kantor berita resmi Global Times di China mengatakan Beijing menolak memberitahu jumlah korban tentara China sebagai tindakan baik untuk menghindari memicu suasana publik.
Kedua belah pihak saling tuduh menyalahkan sebagai pemicu bentrokan tersebut.
Bentrok yang berujung pada pertempuran itu bermula pada April lalu ketika China memicu konfrontasi terhadap tentara India.
Pihak China mengirim ribuan tentara, artileri dan kendaraan perang seperti tank ke wilayah yang disengketakan di sepanjang Garis Kontrol Aktual, sebuah batas de facto yang diputuskan pada akhir perang Sino-India 1962.
Pihak India mengatakan klaim China terhadap Lembah Galwan sangat berlebihan dan tidak dapat dipertahankan.
Klaim itu hadir setelah diskusi antara menteti luar negeri India dan diplomat terkemuka China, Wang Yi pada Rabu (17/6/2020).
Dalam pertemuan itu, kedua belah pihak sepakat untuk tidak mengambil langkah apa pun yang dapat meningkatkan masalah.
Sebagai gantinya, memastikan perdamaian dan stabilitas di perbatasan yang diperebutkan.
Sementara itu, Perdana Menteri India Narenda Modi mengatakan, "Pengorbanan tentara kita tidak akan dibiarkan sia-sia." Modi menambahkan,
"Tidak ada seorang pun boleh ragu. India menginginkan perdamaian namun jika diprovokasi, India bisa bertindak sesuai situasi apa pun."
Kelompok-kelompok nasionalis garis keras yang terikat dengan partai Bharatiya Janata milik Modi telah meningkatkan seruan untuk memboikot barang-barang China dan pembatalan kontrak dengan perusahaan-perusahaan China.
Sementara Modi sendiri telah mengadakan pertemuan semua partai pada Jumat (19/6/2020) untuk membahas situasi tegang yang tengah berlangsung.
.
.
.