Penuh Kontroversi, China Akhirnya Loloskan UU Keamanan Nasional Hong Kong. Partai Milenial Bubar
Aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, menganggap pengesahan UU ini "menandai akhir dari Hong Kong".
TRIBUNBATAM.id, BEIJING - Pemerintah China akhirnya meloloskan UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong. Presiden China, Xi Jinping telah menandatangi UU itu tidak lama setelah disetujui oleh anggota parlemen pada Selasa (30/6).
Kantor berita resmi Xinhua seperti yang dilansir dari AFP (30/6), menyebutkan anggota parlemen China telah memilih untuk menerapkan "hukum keamanan nasional akan dimasukkan" dalam konstitusi mini.
Langkah tersebut memicu semakin tingginya kekhawatiran masyarakat Hong Kong terhadap praktik pengekangan hak berpendapat. Dalam beberapa tahun terakhir, di Hong Kong telah berlangsung gelombang protes besar yang menuntut pemerintah China memenuhi hak-hak masyarakat Hong Kong.
Gelombang protes itu digerakan oleh masyarakat yang pro-demokrasi, seperti partai Demosisto yang cukup menyita perhatian pemerintah China.
Demosisto adalah partai generasi baru yang dibentuk oleh para pelajar pada 2014 sebagai bentuk gerakan penentangan populer terhadap aturan Beijing yang seman-mena.
Sayangnya, partai yang digawangi oleh Joshua Wong, Nathan Law, Jeffrey Ngo, dan Agnes Chow, bubar tidak lama setelah kabar UU keamanan nasional Hong Kong disahkan.
Kelompok tersebut terpaksa bubar lantaran merasa terancam akibat pengesahan UU tersebut. Katakutan tersebut bukan tanpa alasan, sebab UU baru tersebut dibentuk pasca terjadi protes besar-besaran dari kelompok pro-demokrasi pada tahun lalu di Hong Kong.
Pada Mei kemarin, pemerintah China telah memberikan pernyataan untuk mengkriminalisasi tindakan yang mengarah pada subversif, terorisme, atau kolusi dengan kelompok asing.
Para kritikus menilai UU baru ini akan menjadi ancaman besar terhadap identitas Hong Kong. Mereka juga telah memperingatkan bahwa independensi peradilan Hong Kong dan gaya kemerdekaan yang khas dari kota itu akan rusak.
Dalam sebuah pidato video Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada hari Selasa, Kepala Eksekutif Carrie Lam mengatakan bahwa kejahatan yang terjadi akan jelas didefinisikan dalam UU baru tersebut.
Lam mengatakan, seperti yang dilansir BBC (30/6), UU itu hanya akan menargetkan "minoritas kecil" dan tidak akan merusak otonomi Hong Kong. "Kami menghormati perbedaan pendapat," ujarnya.
Sebagian warga Hong Kong juga mengecam minimnya transparansi dari pemerintah dalam pembahasan UU tersebut.
Sementara itu, aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, menganggap pengesahan UU ini "menandai akhir dari Hong Kong".
"Tapi, Hong Kong akan terus berjuang untuk kebebasan dan demokrasi kami untuk generasi mendatang. ketika keadilan gagal ditegakkan, perjuangan kami akan terus berlanjut," kata Joshua yang memimpin protes besar-besaran pro-demokrasi pada 2014 lalu. (*)