Covid-19 di Amerika Serikat Diprediksi Melonjak Pada Oktober Mendatang, Ada Apa?

Seperti yang dikatakan oleh Science Alert, Senin (6/7/2020). Potensi korban meninggal akibat Covid-19 diperkirakan akan melonjak pada Oktober nanti.

AFP
Ilustrasi petugas medis di Amerika Serikat. Diprediksi Oktober Covid-19 di Amerika Serikat melonjak, masker bisa kurangi potensi kematian. 

TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Amerika Serikat masih menduduki posisi pertama sebagai negara di dunia dengan jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 tertinggi.

Terbaru, Rabu (8/7/2020) Amerika Serikat telah mencatat lebih dari 3 juta warga negaranya terinfeksi Covid-19.

Kasus tersebut diperkirakan akan terlus melonjak.

Seperti yang dikatakan oleh Science Alert, Senin (6/7/2020).

Kendati angka kematian cenderung datar, namun potensi korban meninggal akibat Covid-19 diperkirakan akan melonjak pada Oktober mendatang.

Akan tetapi, jika jumlah kasus lebih tinggi tidak membawa lonjakan kematian secara proporsional, masih ada alasan untuk khawatir.

Anjing Kesayangannya Mati, Bule Amerika Ngamuk & Aniaya Bocah Mentawai hingga Luka Berdarah

Angka kematian bisa lampaui flu musim gugur

Proyeksi dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) Universitas Washington menunjukkan puncak baru ini tidak diharapkan sama mematikannya dengan yang terjadi pada bulan April.

Model IHME memproyeksikan bahwa AS akan melihat hampir 50.000 kematian akibat virus Corona baru dari Juli hingga Oktober.

Itu mendekati jumlah kematian pertempuran AS yang dicatat selama Perang Dunia I.

Melansir Business Insider, para ahli khawatir akan lonjakan kasus virus Corona melampaui wabah flu biasa yang biasanya terjadi saat musim gugur.

Sebab, ini akan semakin menambah beban kapasitas rumah sakit di seluruh Amerika Serikat.

"Saya melihat terlalu banyak pasien meninggal terlalu dini karena penyebab yang dapat dicegah dan itu adalah tragedi absolut," Howard Koh, profesor di Harvard TH Chan School of Public Health.

Potensi kematian lebih besar dapat dicegah

Koh mengungkapkan yang dapat dilakukan dalam jangka panjang untuk mencegah hal itu, tergantung pada upaya memaksimalkan pencegahan infeksi Covid-19.

Di antaranya dengan menggunakan masker wajah, menerapkan jarak sosial dan selalu menjaga kebersihan.

Model IHME memprediksi bahwa sekitar sepertiga dari penularan, atau sekitar 24.000 kematian, dapat dicegah jika 95 persen populasi warga Amerika Serikat menggunakan masker di tempat umum dari Juli hingga Oktober.

"Ini adalah pilihan yang murah dan relatif mudah dengan potensi yang cukup besar untuk mengurangi epidemi ini," kata Dr. Theo Vos, yang bekerja di IHME model, kepada Business Insider.

Koh mengatakan kebijakan masker wajah nasional mungkin merupakan langkah paling kritis untuk mencegah kematian akibat virus Corona di masa depan.

Setidaknya, sejauh ini, 21 negara telah melembagakan aturan penerapan penggunaan masker di seluruh negara bagian.

Koh menjelaskan menurut model IHME, dengan penerapan aturan penggunaan masker secara universal, kematian akibat virus Corona yang menyebabkan Covid-19 di Amerika Serikat bisa diturunkan menjadi kurang dari 100 kasus per hari pada bulan September.

Amerika Serikat Borong 500.000 Paket Remdesivir, Digunakan Untuk Merawat Pasien Covid-19

 Amerika Serikat ( AS) masih memuncaki peringkat pertama negara dengan jumlah kasus virus Corona tertinggi di dunia.

Baru-baru ini, Pemerintah Amerika Serikat diketahui memborong hampir semua pasokan obat Remdesivir untuk khalayak dunia.

Obat Remdesivir sejak awal sudah menjadi sorotan ketika wabah Covid-19 merebak.

Oleh pihak berwenang di AS, obat produksi Gilead Sciences itu merupakan obat pertama yang diperbolehkan untuk dipakai merawat pasien Covid-19.

"Presiden Trump telah membuat kesepakatan menakjubkan guna memastikan warga Amerika punya akses pada obat pertama yang diotorisasi untuk Covid-19," kata Menteri Kesehatan AS Alex Azar dalam laman resmi Depkes AS.

Disebutkan laman tersebut bahwa Depkes AS telah mengamankan 500.000 paket obat Remdesivir untuk berbagai rumah sakit di AS sampai September mendatang.

Jumlah itu mencakup 100 persen produksi Gilead pada Juli, 90 persen produksi pada Agustus, dan 90 persen produksi pada September.

Sebagai gambaran, satu paket obat Remdesivir rata-rata meliputi 6,25 ampul.

"Harganya keterlaluan"

Gilead Sciences mengumumkan harga Remdesivir pada Senin (29/6/2020).

Untuk negara-negara kaya, satu paket obat tersebut dibanderol 2.340 dollar AS atau hampir Rp 39 juta.

Bagi pasien di AS yang menggunakan asuransi komersial, Gilead menghargai 3.120 dollar AS per paket atau sekitar Rp 45 juta. Itu artinya satu ampul dibanderol 520 dollar AS atau Rp 7,5 juta.

Dalam surat terbukanya, Direktur Eksekutif Gilead, Daniel O'Day, mengatakan harga tersebut jauh di bawah manfaat yang diberikan Remdesivir mengingat seorang pasien dapat memperpendek rawat inap di rumah sakit AS sehingga bisa menghemat 12.000 dollar AS atau Rp 173,6 juta.

Akan tetapi, sebagian kalangan berkeras bahwa biaya Remdesivir seharusnya bisa lebih rendah karena obat itu dikembangkan dengan sokongan keuangan dari pemerintah AS.

Lloyd Dogget, anggota DPR AS dari fraksi Demokrat yang mewakili Negara Bagian Texas, mengatakan "harganya keterlaluan untuk obat yang sangat sederhana dan yang diselamatkan dari tumpukan kegagalan dengan menggunakan pendanaan dari uang rakyat."

Kegagalan yang dimaksud Dogget adalah Remdesivir tidak mampu mengobati pasien Ebola.

'Harga dan akses yang adil'

Seorang ilmuwan terkemuka Inggris mengatakan "kerangka kerja yang lebih kuat" harus dibuat demi memastikan harga dan akses yang adil pada obat-obatan ketika darurat nasional terjadi.

Prof Peter Horby dari Universitas Oxford mengatakan kepada BBC bahwa kurang lebih "sudah diperkirakan" Gilead, yang merupakan perusahaan asal AS, akan menghadapi "tekanan politik tertentu di ranah lokal".

"Ini memunculkan dua pertanyaan penting: berapa harga yang adil untuk obat dan seperti apa akses yang adil untuk obat? Itu adalah topik yang umum tapi sangat penting dalam krisis global seperti sekarang."

Pertanyaan juga muncul jika vaksin Covid-19 ditemukan.

"Perusahaan-perusahaan komersial dibentuk untuk bersikap seperti ini dan kita perlu kerangka kerja yang lebih kuat jika ingin mengembangkan hal seperti ini yang digunakan untuk darurat nasional."

Korsel distribusikan Remdesivir

Walau AS telah memborong Remdesivir, Korea Selatan dilaporkan mampu memperoleh obat tersebut dan mulai membagikannya kepada rumah sakit.

Pasokan obat Remdesivir yang diperoleh Korsel adalah hasil sumbangan Gilead Sciences. Korsel pun tengah merundingkan pembelian obat tersebut dengan Gilead, kata Pusat Pengendalian Penyakit Korea sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.

"Pasien yang dapat diberikan Remdesivir terbatas pada pasien kasus berat dengan pneumonia dan memerlukan terapi oksigen," sebut lembaga itu.

Sebelumnya, regulator Inggris mengatakan ada cukup bukti untuk menyetujui penggunaannya pada pasien Covid-19.

Data awal menunjukkan obat itu dapat mengurangi waktu pemulihan sekitar empat hari, tetapi belum ada bukti bahwa obat itu akan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Jadi Pusat Wabah Covid-19 di Amerika Serikat,  New York Catat Angka Kematian Harian Menurun

 Amerika Serikat merupakan negara di dunia dengan jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 tertinggi.

Salah satu wilayah yang menjadi pusat penyebaran Covid-19 adalah New York.

New York mencatat jumlah kasus Covid-19 yang sangat tinggi hingga disebut paling parah.

Dalam satu hari, berdasarkan data Worldometer, kasus positif yang terkonfirmasi pernah mencapai 11.661 kasus pada 15 April 2020.

Sementara angka kematian tertinggi ada di angka 1.025 kasus pada 17 April 2020.

Namun, melansir NBC New York, Senin (29/6/2020), otoritas kesehatan negara bagian ini menyebut angka kematian harian di wilayah ini pada Sabtu (27/6/2020) hanya terdapat 5 kasus.

Angka ini disebut menjadi jumlah kematian terendah di wilayah itu jika merujuk laporan dari pemerintah setempat yang masuk sejak 15 Maret lalu.

Ini menjadi angka kematian satu digit pertama di sana sejak pandemi terjadi.

Grafik kasus kematian harian di New YorkLaman resmi pemerintahan New York Grafik kasus kematian harian di New York.

Khawatir jumlah kasus kembali naik

Data ini tentu menjadi catatan baik untuk proses penanganan wabah di wilayah yang dijuluki sebagai The Big Apple ini.

Namun Gubernur New York, Andrew Cuomo mengkhawatirkan kasus di wilayahnya akan kembali naik karena transmisi virus yang terjadi antar warga AS yang datang dari negara bagian lain.

"Saya sekarang takut akan penyebaran yang datang dari masyarakat negara bagian lain, karena kami (AS) adalah satu negara dan orang-orang bebas bepergian.

Saya khawatir tingkat infeksi di negara-negara lain akan kembali ke New York dan menaikkan tingkat itu lagi," kata Cuomo.

Menyikapi angka kasus yang terus menurun, sejumlah negara bagian, termasuk New York, memang sudah berencana kembali membuka wilayahnya dari kuncian.

Bahkan wilayah ini sudah memasuki fase lebih lanjut dari rencana pembukaan wilayah masing-masing.

Namun demikian, untuk mencegah terjadinya penularan dari masyarakat negara bagian lain, pemerintah memberlakukan pembatasan bagi orang luar New York untuk memasuki wilayahnya.

Pembatasan ini terutama diberlakukan bagi orang-orang yang datang dari wilayah dengan angka penularan yang tinggi.

Amerika Serikat sejauh ini diketahui sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia. Hingga Senin (29/6/2020), total kasus infeksi di negara ini sudah melebihi angka 2,6 juta kasus.

Di antara kasus-kasus positif itu, 128 ribu lebih kasus kematian dicatatkan.

Meskipun begitu, para ahli kesehatan meyakini jumlah infeksi yang sesungguhnya terjadi 10 kali lebih banyak dari kasus yang dilaporkan.

(*)

Tak Terima Anjingnya Mati, Bule Amerika Serikat Siksa Remaja Mentawai hingga Babak Belur

5 Orang Tewas, Perayaan HUT Amerika Serikat Diwarnai 39 Penembakan di New York City

Konflik China dan Amerika Memanas, 2 Kapal Induk AS akan Menuju Laut China Selatan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Diprediksi Oktober Covid-19 di AS Melonjak, Masker Bisa Kurangi Potensi Kematian".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved