Terkait UU Keamanan Nasional di Hong Kong, Dubes China di London Sebut Inggris Ganggu Negerinya
China menuduh Inggris melakukan intervensi terhadap negaranya. Tuduhan ini dilemparkan oleh Duta Besar ( Dubes) China untuk Inggris, Liu Xiaoming.
TRIBUNBATAM.id, LONDON - Dampak pemberlakuan Undang-undang (UU) Keamanan Nasional di Hong Kong, China menerima beragam tantangan dari sejumlah negara di dunia.
Terbaru, China menuduh Inggris melakukan intervensi terhadap negaranya.
Tuduhan ini dilemparkan oleh Duta Besar ( Dubes) China untuk Inggris, Liu Xiaoming.
Inggris menyebut UU tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap Deklarasi Bersama 1984, 13 tahun sebelum Hong Kong kembali ke pangkuan China.
Liu menyebut penawaran kewarganegaraan Inggris kepada warga Hong Kong mengganggu urusan dalam negeri China.
Dia menambahkan keputusan Inggris tersebut juga menginjak norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Selasa (7/7/2020).
• Hasil Liga Inggris Arsenal vs Leicester City, Tak Ada Pemenang, Gol Aubameyang Dibalas Gol Vardy
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menolak tuduhan tersebut.
Dia mengatakan hal tersebut bukanlah gangguan besar terhadap urusan domestik.
"Ini urusan kepercayaan dan banyak negara di seluruh dunia mengajukan pertanyaan ini: apakah China memenuhi kewajiban internasionalnya?" kata Raab.
Sementara itu, aktivis pro- demokrasi Hong Kong Joshua Wong, meminta perhatian internasional terhadap Hong Kong pada Senin (6/7/2020).
Wong sebelumnya dituntut karena terlibat dalam kerusuhan sebagai buntut aksi pro-demokrasi tahun lalu di Hong Kong.
"Kami masih harus memberi tahu dunia bahwa sekaranglah saatnya untuk berdiri dengan Hong Kong, ujarnya.
Dia menambahkan warga hong Kong tidak akan pernah menyerah kepada China.
Di sisi lain, Liu mengatakan China menginginkan hubungan yang bersahabat dengan Inggris.
Namun jika Inggris memperlakukan China sebagai musuh atau memiliki kecurigaan terhadap China, maka Inggris harus siap dengan konsekuensi ke depan.
"Kami ingin menjadi teman Anda. Kami ingin menjadi mitra Anda. Tetapi jika Anda ingin bermusuhan dengan China, maka Anda akan menanggung konsekuensinya," kata Liu.
Tanpa Dana Talangan, 13 Universitas di Inggris Bisa Bangkrut Akibat Covid-19
Tak hanya sektor ekonomi, wabah virus Corona atau Covid-19 juga mempengaruhi dunia pendidikan.
Termasuk di Inggris, wabah ini mempengaruhi sederet universitas yang terancam alami kebangkrutan.
Melansir BBC, 6 Juli 2020, sebanyak 13 universitas di Inggris menghadapi potensi paling nyata dari kebangkrutan tersebut.
Semua bisa dihindari jika mereka menerima bailout atau dana talangan dari pemerintah.
Sebuah penelitian dari Institute for Fiscal Studies menunjukkan bahwa universitas-universitas dengan mayoritas mahasiswa internasional menghadapi penurunan langsung dalam pendapatan terbesarnya.
Menurut penelitian tersebut, universitas paling bergengsi berada pada risiko terbesar.
Disebutkan, dana talangan pemerintah yang ditargetkan universitas paling berisiko merupakan rencana yang paling hemat biaya.
Analisis memperlihatkan bahwa dampak Covid-19 menimbulkan ancaman keuangan yang signifikan di seluruh pendidikan tinggi di Inggris, dengan sebagian besar lembaga tersisa dengan aset bersih yang berkurang.
Ukuran total kerugian sektor ini sangat tidak pasti, antara 7,5 persen, hampir setengah dari pendapatan tahunan sektor tersebut.
Perkiraan utama para peneliti adalah kerugian sebesar 11 miliar poundsterling atau seperempat dari pendapatan tahunan sektor ini.
Sementara itu, kerugian terkait lockdown yang dialami universitas antara lain lebih sedikitnya pendaftaran siswa internasional, lebih sedikitnya penghasilan dari akomodasi siswa dan konferensi, serta kerugian atas investasi jangka panjang.
Berjuang untuk siswa
Para peneliti memperingatkan, tanpa redudansi signifikan yang akan berdampak pada kualitas pengajaran, universitas tidak mungkin mampu mengembalikan banyak kerugian melalui penghematan biaya.
Beberapa universitas mengalami krisis keuangan yang jauh lebih kuat daripada yang lain.
"Analisis kami menunjukkan bukan universitas dengan kerugian terbesar, tetapi lembaga-lembaga di posisi keuangan terlemah sebelum krisis, yang berada pada risiko kebangkrutan terbesar," kata peneliti.
Para peneliti tidak menyebutkan nama.
Namun di bawah perkiraan, menyarankan 13 universitas dari 165 lembaga pendidikan tinggi di Inggris, akan berakhir dengan neraca keuangan negatif.
Sehingga, mungkin tidak dapat bertahan dalam jangka panjang tanpa dana talangan pemerintah atau restrukturisasi hutang.
Analisis, yang didanai oleh Nuffield Foundation, menunjukkan dana talangan yang ditargetkan untuk menjaga lembaga-lembaga ini bertahan bisa menelan biaya sebesar 140 juta poundsterling.
Kelemahan terbuka
Persatuan Mahasiswa Nasional mengatakan krisis telah mengekspos banyak kekurangan Inggris dalam menjalankan pendidikan.
"Ketika pendanaan sangat tidak stabil, maka tidak mengherankan bahwa universitas kami dan pekerjaan ribuan staf akademik dan pendukung sekarang dalam bahaya.
Kami tentu saja sangat prihatin tentang risiko kepada siswa bahwa ketidakstabilan ini terjadi," ujar salah satu juru bicara.
Sekretaris jenderal Universitas dan Kolese, Jo Grady, meminta pemerintah untuk turun tangan dan menjamin dana untuk universitas, sehingga dapat mengatasi krisis ini.
"Kami membutuhkan paket dukungan komprehensif yang melindungi pekerjaan, menjaga kapasitas akademik kami, dan menjamin kelangsungan hidup semua universitas," kata Dr Grady.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Pendidikan mengatakan sebuah paket kebijakan pemerintah yang diumumkan pada Mei, memungkinkan universitas- universitas di Inggris untuk mengakses dukungan bisnis dan skema-skema retensi pekerjaan.
Sementara, sektor ini juga akan mendapat manfaat dari menarik uang muka sebesar 2,6 miliar poundsterling dalam pembayaran biaya kuliah untuk memudahkan masalah arus kas.
Demi Bantu Perekonomian, Menteri Keuangan Inggris Minta Warganya Makan di Luar Rumah
Sama seperti negara lainnya, Inggris juga mengalami penurunan sektor ekonomi saat dilanda wabah virus Corona atau Covid-19.
Tentunya membuat pemerintah Inggris berlakukan serangkaian kebijakan untuk kembali pada kondisi yang normal.
Terbaru, Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak meminta warganya untuk makan di luar rumah.
Tujuannya adalah demi membantu meningkatkan kembali ekonomi negara.
Pernyataan tersebut disampaikan pada hari pertama pembukaan tempat makan dan sektor perhotelan, Sabtu (4/7/2020), setelah ditutup lebih dari tiga bulan.
Penguncian di Inggris menjadi salah satu yang terpanjang di kawasan Eropa.
Sunak menyebutkan, penguncian itu sangat menyakitkan bagi perekonomian Inggris karena tingkat konsumsi menurun drastis.
"Menghadapi situasi seperti ini, dengan jarak sosial, kita jelas akan sangat terpengaruh," kata Sunak, dikutip dari AFP, Sabtu (4/7/2020).
Sunak mengaku khawatir kepada generasi yang terdampak oleh virus Corona, terutama anak muda yang melihat sektor perhotelan sebagai jalan mereka ke pasar kerja.
"Bagi saya, ini benar-benar tentang keadilan sosial. Jika kita makan di luar, kita bisa melindungi pekerjaan tersebut," kata dia.
Skala sebenarnya dari masalah pengangguran Inggris akan terungkap setelah pemerintah mulai mengurangi skema pekerjaan pada Agustus 2020.
Negara itu membayar 80 persen dari upah sebagian besar warga. Namun, klaim pengangguran masih melonjak 126 persen menjadi 2,8 juta hingga Mei 2020.
Sunak akan membuat pernyataan ekonomi kepada parlemen minggu depan dan melihat seberapa besar dukungan pemerintah kepada bisnis di masa depan.
"Ini adalah ekonomi yang didorong oleh konsumsi. Orang-orang biasa tiga bulan lalu pergi bersama teman atau keluarga untuk pergi dan makan," kata Sunak, dilansir dari Independent, Sabtu (4/7/2020).
Menurut dia, keberhasilan bisnis dan ekonomi pada akhirnya bergantung pada setiap orang yang bertindak secara bertanggung jawab.
"Saya akan mengulangi pesan kepada semua orang bahwa ini adalah titik balik yang besar bagi kita. Kita harus memperbaikinya. Mari kita bekerja bersama dan menikmati musim panas dengan aman," kata dia.
Analisis perbendaharaan menunjukkan bahwa dukungan pemerintah selama penguncian telah mengurangi dampak buruk pada pendapatan rumah tangga rata-rata dari 30 persen menjadi sekitar 10 persen.
Dia juga mengklaim bahwa langkah tersebut telah membantu warga miskin.
Sementara, ekonomi Inggris menyusut dengan rekor 20,4 persen pada April, seorang ekonom Inggris menyebut kondisi itu akan membaik lebih cepat dari yang diharapkan.
Namun, PDB tahunan masih diperkirakan turun sebesar 8 persen sebagai akibat dari pandemi Covid-19.
Sejauh ini, Inggris telah melaporkan 285.788 kasus infeksi virus Corona dengan 44.216 kematian.
Angka itu jadi yang tertinggi di Benua Biru.
(*)
• Hasil Liga Inggris Crystal Palace vs Chelsea, Chelsea Menang Lewat Drama 5 Gol, Willian 2 Assist
• Hasil Liga Inggris - Kalahkan Crystal Palace 2-3, Chelsea Geser Leicester di Peringkat 3 Klasemen
• Jadwal Liga Inggris Malam ini Crystal Palace vs Chelsea 00.00 WIB, Arsenal vs Leicester 02.15 WIB
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dubes China di London Sebut Inggris Mengganggu Urusan Dalam Negerinya".