Hadiri Konferensi Pers di Gedung Putih 2 Kali , Wartawan Amerika Serikat Positif Covid-19
Setelah hadiri dua konferensi pers di Gedung Putih, Amerika Serikat, seorang wartawan dinyatakan positif idap Covid-19. Ini penjelasan gedung putih.
TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Setelah menghadiri dua konferensi pers di Gedung Putih, Amerika Serikat ( AS), seorang wartawan dinyatakan positif mengidap virus Corona atau Covid-19.
Sementara itu, jumlah angka orang terinfeksi Covid-19 di Washington DC juga masih tinggi.
Diketahui sang wartawan tidak menunjukkan gejala sebagai orang yang positif Covid-19.
Melansir New York Post pada Kamis (9/7/2020), Ketua Asosiasi Koresponden Gedung Putih, Jonathan Karl, menanggapi kabar tersebut dalam sebuah surel.
Karl memberikan informasi bahwa wartawan yang positif corona itu tidak bisa menghabiskan waktu lama berkerja di ruang pers Gedung Putih.
"Wartawan ini menghadiri konferensi pers pada Senin 6 Juli dan Rabu 8 Juli sore dan mengenakan masker sepanjang waktu selama berada di kompleks Gedung Putih," tulis Karl.
• China Gertak Amerika Serikat, Hentikan Provokasi di Laut China Selatan
Karl kemudian mengatakan bahwa pihaknya sudah mendata dan menghubungi orang-orang yang memiliki kontak fisik dekat dengan wartawan yang positif virus Corona selama di Gedung Putih.
Selain itu, ia juga mengatakan setelah konferensi pers berakhir wartawan tersebut tidak menghabiskan waktu lama di sana.
"Dan ia hanya berada di ruang konferensi, tidak di tempat lain di ruang kerja kami," ujarnya.
Gedung Putih menawarkan tes diagnostik Covid-19 secara gratis kepada para wartawan, yang melakukan kontak fisik dengan wartawan yang positif terinfeksi virus Corona.
Ia menyebutkan bahwa pengadaan tes tersebut kepada para awak media adalah langkah awal untuk mengetahui penyebaran virus Corona.
Menurutnya, banyak kasus dugaan positif virus Corona di awal pandemi yang terbukti keliru hasilnya.
Selanjutnya ia menjelaskan, area kerja antara wartawan dan staf pemerintahan di Gedung Putih dibuat terpisah.
Lokasi wartawan ada di sisi barat Gedung Putih. Untuk berinteraksi dengan pejabat, wartawan yang mendapatkan izin dapat berjalan melalui sisi barat yang menuju meja petugas pers.
Sebelum kasus salah seorang wartawan Gedung Putih positif virus Corona, beberapa orang terdekat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah dilaporkan terinfeksi.
Orang pertama yang dilaporkan positif adalah pelayan Presiden Trump. Kemudian pada Mei, dilaporkan Sekretaris Pers Wakil Presiden Amerika Serikat, Katie Miller, positif juga.
Sementara itu, dikabarkan bahwa sebenarnya banyak staf dari Gedung Putih yang tidak memakai masker.
Covid-19 di Amerika Serikat Diprediksi Melonjak Pada Oktober Mendatang, Ada Apa?
Amerika Serikat masih menduduki posisi pertama sebagai negara di dunia dengan jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 tertinggi.
Terbaru, Rabu (8/7/2020) Amerika Serikat telah mencatat lebih dari 3 juta warga negaranya terinfeksi Covid-19.
Kasus tersebut diperkirakan akan terlus melonjak.
Seperti yang dikatakan oleh Science Alert, Senin (6/7/2020).
Kendati angka kematian cenderung datar, namun potensi korban meninggal akibat Covid-19 diperkirakan akan melonjak pada Oktober mendatang.
Akan tetapi, jika jumlah kasus lebih tinggi tidak membawa lonjakan kematian secara proporsional, masih ada alasan untuk khawatir.
Angka kematian bisa lampaui flu musim gugur
Proyeksi dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) Universitas Washington menunjukkan puncak baru ini tidak diharapkan sama mematikannya dengan yang terjadi pada bulan April.
Model IHME memproyeksikan bahwa AS akan melihat hampir 50.000 kematian akibat virus Corona baru dari Juli hingga Oktober.
Itu mendekati jumlah kematian pertempuran AS yang dicatat selama Perang Dunia I.
Melansir Business Insider, para ahli khawatir akan lonjakan kasus virus Corona melampaui wabah flu biasa yang biasanya terjadi saat musim gugur.
Sebab, ini akan semakin menambah beban kapasitas rumah sakit di seluruh Amerika Serikat.
"Saya melihat terlalu banyak pasien meninggal terlalu dini karena penyebab yang dapat dicegah dan itu adalah tragedi absolut," Howard Koh, profesor di Harvard TH Chan School of Public Health.
Potensi kematian lebih besar dapat dicegah
Koh mengungkapkan yang dapat dilakukan dalam jangka panjang untuk mencegah hal itu, tergantung pada upaya memaksimalkan pencegahan infeksi Covid-19.
Di antaranya dengan menggunakan masker wajah, menerapkan jarak sosial dan selalu menjaga kebersihan.
Model IHME memprediksi bahwa sekitar sepertiga dari penularan, atau sekitar 24.000 kematian, dapat dicegah jika 95 persen populasi warga Amerika Serikat menggunakan masker di tempat umum dari Juli hingga Oktober.
"Ini adalah pilihan yang murah dan relatif mudah dengan potensi yang cukup besar untuk mengurangi epidemi ini," kata Dr. Theo Vos, yang bekerja di IHME model, kepada Business Insider.
Koh mengatakan kebijakan masker wajah nasional mungkin merupakan langkah paling kritis untuk mencegah kematian akibat virus Corona di masa depan.
Setidaknya, sejauh ini, 21 negara telah melembagakan aturan penerapan penggunaan masker di seluruh negara bagian.
Koh menjelaskan menurut model IHME, dengan penerapan aturan penggunaan masker secara universal, kematian akibat virus Corona yang menyebabkan Covid-19 di Amerika Serikat bisa diturunkan menjadi kurang dari 100 kasus per hari pada bulan September.
Amerika Serikat Borong 500.000 Paket Remdesivir, Digunakan Untuk Merawat Pasien Covid-19
Amerika Serikat ( AS) masih memuncaki peringkat pertama negara dengan jumlah kasus virus Corona tertinggi di dunia.
Baru-baru ini, Pemerintah Amerika Serikat diketahui memborong hampir semua pasokan obat Remdesivir untuk khalayak dunia.
Obat Remdesivir sejak awal sudah menjadi sorotan ketika wabah Covid-19 merebak.
Oleh pihak berwenang di AS, obat produksi Gilead Sciences itu merupakan obat pertama yang diperbolehkan untuk dipakai merawat pasien Covid-19.
"Presiden Trump telah membuat kesepakatan menakjubkan guna memastikan warga Amerika punya akses pada obat pertama yang diotorisasi untuk Covid-19," kata Menteri Kesehatan AS Alex Azar dalam laman resmi Depkes AS.
Disebutkan laman tersebut bahwa Depkes AS telah mengamankan 500.000 paket obat Remdesivir untuk berbagai rumah sakit di AS sampai September mendatang.
Jumlah itu mencakup 100 persen produksi Gilead pada Juli, 90 persen produksi pada Agustus, dan 90 persen produksi pada September.
Sebagai gambaran, satu paket obat Remdesivir rata-rata meliputi 6,25 ampul.
"Harganya keterlaluan"
Gilead Sciences mengumumkan harga Remdesivir pada Senin (29/6/2020).
Untuk negara-negara kaya, satu paket obat tersebut dibanderol 2.340 dollar AS atau hampir Rp 39 juta.
Bagi pasien di AS yang menggunakan asuransi komersial, Gilead menghargai 3.120 dollar AS per paket atau sekitar Rp 45 juta. Itu artinya satu ampul dibanderol 520 dollar AS atau Rp 7,5 juta.
Dalam surat terbukanya, Direktur Eksekutif Gilead, Daniel O'Day, mengatakan harga tersebut jauh di bawah manfaat yang diberikan Remdesivir mengingat seorang pasien dapat memperpendek rawat inap di rumah sakit AS sehingga bisa menghemat 12.000 dollar AS atau Rp 173,6 juta.
Akan tetapi, sebagian kalangan berkeras bahwa biaya Remdesivir seharusnya bisa lebih rendah karena obat itu dikembangkan dengan sokongan keuangan dari pemerintah AS.
Lloyd Dogget, anggota DPR AS dari fraksi Demokrat yang mewakili Negara Bagian Texas, mengatakan "harganya keterlaluan untuk obat yang sangat sederhana dan yang diselamatkan dari tumpukan kegagalan dengan menggunakan pendanaan dari uang rakyat."
Kegagalan yang dimaksud Dogget adalah Remdesivir tidak mampu mengobati pasien Ebola.
'Harga dan akses yang adil'
Seorang ilmuwan terkemuka Inggris mengatakan "kerangka kerja yang lebih kuat" harus dibuat demi memastikan harga dan akses yang adil pada obat-obatan ketika darurat nasional terjadi.
Prof Peter Horby dari Universitas Oxford mengatakan kepada BBC bahwa kurang lebih "sudah diperkirakan" Gilead, yang merupakan perusahaan asal AS, akan menghadapi "tekanan politik tertentu di ranah lokal".
"Ini memunculkan dua pertanyaan penting: berapa harga yang adil untuk obat dan seperti apa akses yang adil untuk obat? Itu adalah topik yang umum tapi sangat penting dalam krisis global seperti sekarang."
Pertanyaan juga muncul jika vaksin Covid-19 ditemukan.
"Perusahaan-perusahaan komersial dibentuk untuk bersikap seperti ini dan kita perlu kerangka kerja yang lebih kuat jika ingin mengembangkan hal seperti ini yang digunakan untuk darurat nasional."
Korsel distribusikan Remdesivir
Walau AS telah memborong Remdesivir, Korea Selatan dilaporkan mampu memperoleh obat tersebut dan mulai membagikannya kepada rumah sakit.
Pasokan obat Remdesivir yang diperoleh Korsel adalah hasil sumbangan Gilead Sciences. Korsel pun tengah merundingkan pembelian obat tersebut dengan Gilead, kata Pusat Pengendalian Penyakit Korea sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.
"Pasien yang dapat diberikan Remdesivir terbatas pada pasien kasus berat dengan pneumonia dan memerlukan terapi oksigen," sebut lembaga itu.
Sebelumnya, regulator Inggris mengatakan ada cukup bukti untuk menyetujui penggunaannya pada pasien Covid-19.
Data awal menunjukkan obat itu dapat mengurangi waktu pemulihan sekitar empat hari, tetapi belum ada bukti bahwa obat itu akan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
(*)
• China Diduga Memaksa Warga Tionghoa di Amerika Serikat Untuk Pulang, Direktur FBI Melarang Tegas
• Ikut Rayakan Hari Kemerdekaan Amerika Serikat, Patung Melania Trump di Slovenia Dibakar
• Laut China Selatan, China Gertak Amerika Serikat, Sebut AS Tak Lebih dari Macan Kertas
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "2 Kali Ikut Konferensi Pers di Gedung Putih, Wartawan Ini Positif Covid-19".