HUMAN INTEREST

Pengakuan WNI Bekerja jadi ABK Kapal Berbendera China: Sering Dipukul, Makan Hanya Nasi dengan Garam

Witanto mengungkapkan sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari kru kapal berbendera China.

TRIBUNBATAM.id/BERES LUMBANTOBING
Berhasil diselamatkan aparat dari atas kapal Lu Huang Yuan Yu 117, 22 WNI yang selama ini menjadi ABK kapal berbendera China itu mengungkapkan kisah pilu mereka selama berada di kapal tersebut. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Seorang Warga Negara Indonesia (WNI), Yonatan Witanto menceritakan kisah pilunya saat bekerja menjadi anak buah kapal (ABK) kapal berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118.

Witanto mengungkapkan sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dari kru kapal berbendera China.

Bahkan gaji hingga makan, ada pembatasan hingga pemotongan terhadap WNI yang bekerja jadi ABK Kapal Berbendera China.

Awalnya, Witanto membulatkan tekad berangkat dari kampung halamannya di Jawa tengah.

Dengan janji upah 350 dollar Amerika, Witanto memantabkan niatnya untuk bekerja menjadi ABK.

Namun apa yang diharapkannya tak sesuai dengan kenyataan. Ia malah mendapat tindak kekerasan.

Gaji yang didapatpun tak seberapa.

Sudah beberapa bulan dia bekerja di atas kapal, Yonatan baru sekali mendapatkan gaji dari jerih payah keringatnya.

Ya, Yonatan merupakan satu di antara Anak Buah Kapal (ABK) kapal tangkap ikan berbendera China, Lu Huang Yuan Yu 118 yang diamankan tim gabungan TNI-Polri di perairan Kepri, Rabu (8/7/2020) lalu.

 Apa yang Dipelajari?, Orang Tua di Batam Bingung, Tahun Ajaran Baru Siswa Tetap Belajar dari Rumah

 3 Bulan Sakit Tetap Dipaksa Kerja, Begini Kesaksian ABK Kapal Lu Huang Yuan Yu 118 Teman Hasan

Di kapal inipula, seorang ABK WNI meninggal dunia, jasadnya disimpan dalam freezer sotong.

"Kami dijanjikan akan diupah 350 dollar Amerika setiap bulannya, tetapi saat menandatangani kontrak kerja yang diberikan, tertera 320 dollar Amerika Serikat yang akan kami terima," ujar Yonatan, baru-baru ini.

Ia dan 10 rekannya sesama WNI, termasuk ABK yang meninggal dunia, mulai melakukan perjalanan dan bekerja di atas kapal tersebut pada awal Januari 2020.

Hampir enam bulan bekerja, Yonatan bersama 10 rekannya baru sekali mendapatkan upah dari jerih payahnya menangkap sotong.

"Baru sekali terima gaji, itu pun ada pemotongan. Katanya untuk administrasi keberangkatan serta pengurusan dokumen. Ada kawan yang melakukan pengurusan dokumen juga tetap dipotong juga," ujarnya.

Tidak hanya pemotongan gaji, mereka juga kerap mendapat perlakuan kasar dari mandor kapal berinisial Mr W.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved