NEWS WEBILOG TRIBUN BATAM

Tarif Labuh Jangkar di Perairan Kepri Mahal, Lebih Tinggi Dari Singapura, Ini Kata Kadishub

Dari beberapa rapat yang telah dilaksanakan,selama ini ditemui empat masalah yang menghambat optimalisasi aktivitas labuh jangkar di perairan Kepri.

Editor: Dewi Haryati
RACHTA YAHYA 1
ilustrasi kapal labuh jangkar di perairan Kepri. Ada beberapa hambatan terkait optimalisasi aktivitas labuh jangkar di perairan Kepri 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Potensi maritim perairan Kepulauan Riau akan mulai dioptimalkan seiring berjalannya aktivitas labuh jangkar, hasil koordinasi Kemenko Kemaritiman Republik Indonesia dengan Pemerintah Daerah Kepulauan Riau.

Sejak kedatangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI, Luhut Binsar Panjaitan, beberapa hari lalu, pembahasan terkait monetisasi kegiatan labuh jangkar di perairan Kepri sudah sering dilakukan.

Saat ini, sudah diputuskan lima (5) titik wilayah labuh jangkar di perairan Kepri, yaitu zona perairan Pulau Nipah, zona perairan Pulau Galang, Selat Riau, Selat Karimun, dan Tanjung Berakit. Adapun jasa yang bisa disediakan dalam aktivitas labuh jangkar tersebut berupa jasa ship to ship (STS), lay up, pembersihan dan perbaikan kapal, dan lain-lain.

"Lay up itu kapal berlabuh, bisa seminggu, dua minggu, sampai setahun. Sedangkan ship to ship itu aktivitas bongkar muat di tengah laut," jelas Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Jamhur Ismail, ketika diwawancarai di acara News Webilog Tribun Batam, pada Jumat (17/7/2020).

Dari beberapa rapat yang telah dilaksanakan antara Pemerintah Daerah dengan Kemenko Kemaritiman, selama ini ditemui empat masalah yang menghambat optimalisasi aktivitas labuh jangkar di perairan Kepri.

Cuma Rp 15 Ribu, Pizza Hut Delivery Batam Beri Promo Pizza Heboh, Ini Ketentuannya

Alami Trauma, Remaja Putri di Bintan Dicabuli Ayah Tirinya Sejak Tahun Lalu

Pertama, masih belum ada kejelasan kewenangan pengelolaan labuh jangkar, apakah milik Pemerintah Pusat atau Daerah. Kedua, tarif yang selama ini dibebankan bagi aktivitas labuh jangkar tergolong mahal.

Jika dibandingkan dengan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah Singapura di perairannya yang hanya sekitar Rp 60 juta per kapal, tarif labuh jangkar di perairan Kepri masih terbilang mahal, yaitu sekitar Rp 142 juta per kapal.

Masalah ketiga, pelayanan administrasi bagi aktivitas ini masih rumit dan terkesan berbelit-belit. Keempat, keamanan dan kenyamanan pengguna jasa masih belum terjamin.

"Langkah-langkah pemecahannya, pengelolaan oleh Pemerintah Povinsi bekerjasama dengan Badan Usaha Pelabuhan. Kemudian tarif lagi dirumuskan, harus lebih sederhana dan lebih rendah.

Sedangkan dari segi pelayanan, kita akan usahakan pelayanan satu pintu, bisa kita on board di atas kapal, atau di pinggir pantai. Terakhir, kita akan mengkoordinir personil pengamanan dari angkatan laut, polairud, bea cukai dan lain sebagainya," jelas Jamhur.

Penyediaan jasa-jasa labuh jangkar ini, menurut Jamhur cukup menguntungkan, sebab di masa Covid-19 ini, kapal-kapal justru banyak yang berdiam di perairan sekitar Kepri.

Proses penyediaan jasa labuh jangkar ini dimulai dengan persiapan administrasi yang direncanakan akan selesai pada 31 Juli 2020. Mulai dari tanggal 1 sampai 17 Agustus 2020, upaya-upaya penerapan labuh jangkar akan mulai diaktifkan, sehingga setelah tanggal itu, Pemerintah diharapkan bisa memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.

(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved