Djoko Tjandra Diwajibkan Hadir di Sidang Senin Hari Ini, Mungkinkah Sang Buronan Datang?

Sidang PK Djoko Tjandra kali ini beragenda mendengarkan pembacaan permohonan PK yang diajukan pemohon.

kompas.com
Buronan Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra 

TRIBUNBATAM.id -  Buronan negara sejak 2009, Djoko Tjandra dijadwalkan akan menjalani sidang Peninjauan Kembali (PK) Senin (20/7/2020) ini.

Berdasarkan informasi, sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk buronan Djoko Tjandra sudah sempat dua kali ditunda.

Penundaan pertama pada 29 Juni, penundaan kedua pada 6 Juli 2020.

Alasan penundaan waktu itu karena Djoko Tjandra tidak hadir ke sidang dengan alasan sakit dan dirawat di sebuah klinik di Kuala Lumpur.

Sidang PK Djoko Tjandra kali ini beragenda mendengarkan pembacaan permohonan PK yang diajukan pemohon.

Majelis hakim meminta supaya Djoko Tjandra menghadiri sidang PK tersebut.

Permohonan PK dalam perkara pidana (dalam sidang pemeriksaan permohonan PK di pengadilan negeri), harus dihadiri terpidana atau ahli waris secara langsung, tidak bisa hanya dihadiri oleh kuasa hukum.

Hal itu sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pengajuan Permohonan Kembali dalam Perkara Pidana menyatakan,

"Sidang jam 10.00 WIB. (Agenda sidang) Masih menghadirkan pihak pemohon," kata pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Suharno saat dihubungi, Minggu (19/7/2020).

Djoko Tjandra mendaftarkan permohonan PK di PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Kehadirannya itu menghebohkan, karena yang bersangkutan sempat hilang dan berstatus buron sejak 2009.

Majelis hakim sudah dua kali menjadwalkan sidang PK.

Namun, Djoko Tjandra tidak menghadiri sidang itu. Sidang pada 20 Juli 2020 merupakan kesempatan terakhir bagi Djoko Tjandra menempuh upaya hukum PK.

"Ini kesempatan terakhir pemohon, supaya hadir 2 minggu yang akan datang."

"Perlu dicatat supaya pemohon hadir pada sidang 20 Juli 2020," tutur hakim Nazar Effriandi, saat memimpin sidang di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020).

Nazar meminta Djoko Tjandra hadir di sidang permohonan PK.

"Ada kewajiban hadir pada sidang pertama," kata dia.

Djoko Tjandra beralasan tidak dapat menghadiri sidang karena sedang menjalani perawatan medis karena menderita sakit. Hal ini dibuktikan melalui surat dari klinik di Malaysia.

Andi Putra Kusuma, penasihat hukum Djoko Tjandra, mengatakan kliennya masih sakit sehingga belum bisa menghadiri sidang perdana permohonan PK.

"Mohon izin Yang Mulia, sampai saat ini pemohon PK atas nama Djoko Tjandra belum bisa hadir dengan alasan masih sakit."

"Kita ada suratnya untuk pendukung," ujar Andi di ruang sidang pengadilan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memerintahkan Jaksa Agung ST Burhanuddin segera menangkap narapidana dan buronan kelas kakap Djoko Tjandra.

Pernyataan itu disampaikan oleh Mahfud MD di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (2/7/2020) beberapa saat sebelum terbang ke Medan untuk kunjungan kerja terkait Covid-19 dan persiapan pilkada serentak.

“Saya tadi sudah bicara dengan Jaksa Agung supaya segera menangkap buronan Djoko Tjandra."

"Ini adalah buronan yang masuk dalam DPO (daftar pencarian orang)."

"Oleh sebab itu Kejaksaan Agung maupun Kepolisian harus segera menangkapnya."

"Tidak ada alasan bagi orang yang DPO meskipun dia mau minta PK lalu dibiarkan berkeliaran," kata Mahfud MD dalam keterangan yang disampaikan Tim Humas Kemenko Polhukam, Kamis (2/7/2020).

Mahfud MD melanjutkan, menurut undang-undang, orang yang mengajukan PK harus hadir di pengadilan.

Jika tidak, maka PK tidak bisa dilakukan.

“Oleh sebab itu ketika hadir di pengadilan, saya minta polisi dan kejaksaan menangkapnya."

"Dan segera dijebloskan ke penjara sesuai dengan putusan pengadilan yang telah inkrah (berkekuatan hukum tetap)."

"Jadi tidak ada penundaan hukuman bagi orang yang sudah minta PK."

"Itu saja demi kepastian hukum dan perang melawan korupsi,” ucap Mahfud MD.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly buka suara terkait polemik keberadaan Djoko Soegiarto Tjandra.

Djoko merupakan buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.

Menjadi buronan Kejaksaan Agung selama sekira 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra tiba-tiba terdeteksi sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

“Dari mana data bahwa dia 3 bulan di sini? Tidak ada datanya kok,” kata Yasonna dalam keterangan tertulis, Selasa (30/6/2020).

“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada."

"Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Djoko Tjandra) di mana."

"Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga."

"Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” ungkapnya.

Yasonna pun menyerahkan data-data kronologi status daftar pencarian orang (DPO) Djoko Soegiarto Tjandra kepada pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Kronologi Status DPO

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyampaikan 6 poin kronologi status Djoko Soegiarto Tjandra, yang masuk daftar pencegahan dan DPO.

Pertama, runut Arvin, ada permintaan pencegahan atas nama Djoko Soegiarto Tjandra oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 April 2008. Pencegahan ini berlaku selama 6 bulan.

"Kedua, red notice dari Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra (terbit) pada 10 Juli 2009," jelas Arvin.

Ketiga, lanjut Arvin, pada 29 Maret 2012 terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung yang berlaku selama 6 bulan.

Keempat, permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan (WN Papua Nugini) pada 12 Februari 2015.

Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

Kelima, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol, red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," papar Arvin.

Keenam, pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung.

Sehingga, nama Djoko Tjandra dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan,” beber Arvin.

Jaksa Agung Sakit Hati

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut Djoko Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, sudah berada di Indonesia selama tiga bulan.

Ia mengaku begitu sakit hati dengan informasi tersebut, karena DDjoko Tjandra telah buron selama bertahun-tahun.

"Informasinya lagi yang menyakitkan hati saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini."

"Baru sekarang terbukanya," kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020).

Burhanuddin mengatakan, sudah beberapa tahun ini Kejaksaan Agung mencari keberadaan Djoko Tjandra.

Ia juga menerima informasi bahwa Djoko Tjandra bisa ditemui di Malaysia dan Singapura.

"Kami sudah minta ke sana sini, tidak bisa ada yang bawa,” ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, Djoko Tjandra dikabarkan telah mendaftarkan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.

Ia mengakui kelemahan intelijen kejaksaan dalam memperoleh informasi.

"Pada tanggal 8 Juni DDjoko Tjandra informasinya datang di Pengadilan Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya."

"Ini juga jujur kelemahan intelijen kami, tetapi itu yang ada."

"Ini akan jadi evaluasi kami bahwa dia masuk karena memang aturannya, katanya, untuk masuk ke Indonesia dia tidak ada lagi pencekalan," paparnya.

Meski begitu, Kejaksaan Agung belum bisa memastikan kabar Djoko Tjandra telah tertangkap.

Buronan kakap itu dikabarkan telah diamankan pada Sabtu (27/6/2020) lalu.

Dari informasi yang beredar, Djoko Tjandra telah diterbangkan menggunakan pesawat carteran dari Papua Nugini menuju Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Sebagaimana diketahui, Djoko telah berstatus warga Papua Nugini.

Namun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, pihaknya hingga kini masih belum memastikan informasi tersebut.

"Hingga saat ini belum terkonfirmasi," kata Hari Setiyono kepada Tribunnews, Minggu (28/6/2020).

Sebaliknya, Kejaksaan Agung juga belum bisa memastikan kabar tersebut merupakan kabar bohong alias hoaks atau tidak. Pihaknya akan mengonfirmasi lebih lanjut terkait kabar tersebut.

Mantan Direktur Era Giat Prima Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan keputusan atas perkaranya.

MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah, dan harus membayar denda Rp 15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Djoko diduga memberikan keterangan palsu dirinya tidak memiliki masalah hukum di Indonesia.

Sehingga, ia sukses menyandang status warga Papua Nugini. Padahal, di Indonesia ia berstatus buronan.

Kejaksaan kini tengah berupaya memulangkan Djoko, salah satunya dengan meyakinkan Djoko bermasalah secara hukum di Indonesia, sehingga Pemerintah Papua Nugini bersedia membantu kepulangan sang buronan.

Perintahkan Tangkap

Djoko Tjandra disebut sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hal itu diungkapkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Senin (29/6/2020).

Menurutnya, dalam beberapa hari terakhir Kejaksaan Agung memang intens mencari Djoko Tjandra.

"Hari ini ada pengajuan PK atas nama Djoko Tjandra. Djoko Tjandra adalah buronan kami."

"Sudah tiga hari ini kami cari, tapi belum muncul," kata Burhanuddin di ruang rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.

Burhanuddin mengatakan, pihaknya sudah memerintahkan Jamintel untuk menangkap Djoko Tjandra apabila buronan itu hadir dalam sidang tersebut.

Burhanuddin meminta jajarannya menangkap dan menjebloskannya ke penjara.

"Beliau mengajukan PK di PN Jaksel, insyaallah saya sudah perintahkan untuk tangkap dan eksekusi," ucapnya.

Djoko Tjandra pernah divonis bebas dalam perkara korupsi cessie Bank Bali tersebut.

Pada Oktober 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membebaskannya dari segala tuntutan hukum.

Namun, Kejaksaan Agung tak menyerah dan akhirnya mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

MA pada Juni 2009 akhirnya memutus perkara ini dan menghukum Djoko Tjandra dengan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.

Selain itu, MA memerintahkan untuk merampas uang hasil kejahatan Djoko Tjandra senilai Rp 546 miliar untuk negara.

Pada akhirnya, Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari setelah putusan PK oleh MA ditetapkan. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Pagi Ini Sidang PK dan Djoko Tjandra Diwajibkan Hadir, Akankah Sang Buronan Muncul?

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved