Menlu AS Sebut WHO 'Dibeli' China, Jadi Alasan Banyaknya Korban Meninggal Covid-19 di Inggris
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ( AS) Mike Pompeo mengatakan alasan banyaknya korban meninggal Covid-19 di Inggris adalah karena WHO dibeli China.
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, LONDON - Pernyataan mengejutkan terkait WHO disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat ( AS) Mike Pompeo.
Ia mengatakan, alasan banyaknya korban meninggal Covid-19 di Inggris adalah karena WHO telah 'dibeli' oleh China.
Lebih spesifik ia menyinggung soal Direktur Jenderal WHO yang tampak berpihak ke China.
Pernyataan itu dikemukakan Pompeo di hadapan para Anggota Parlemen, dalam kunjungan dua harinya ke Inggris.
Ia melawat ke "Negeri Ratu Elizabeth" untuk membahas apa yang disebutnya "tantangan keamanan bersama".
Di sana Pompeo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
• Hasil, Klasemen, Top Skor Liga Inggris Setelah Chelsea Kalah, MU Seri, Liverpool Terima Trofi Juara
Mereka membahas peningkatan ketegangan dengan China, jaringan telekomunikasi 5G, dan potensi kesepakatan perdagangan AS-Inggris.
Dilansir dari Newsweek Rabu (22/7/2020), Pompeo dilaporkan mengatakan ke para Anggota Parlemen bahwa "Ini (WHO) adalah organisasi politik, bukan organisasi berbasis sains."
"Ketika dorongan makin kuat, ketika itu benar-benar penting, ketika ada pandemi di China, Dr Tedros yang... dibeli oleh pemerintah China, saya tidak bisa mengatakan lebih, tetapi saya mengatakan ini pada dasar intelijen yang kuat, kesepakatan telah dibuat... dan ketika dorongan makin kuat, Anda mendapati orang Inggris tewas," ujarnya.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kerap mendapat serangan verbal, usai meningkatnya ketegangan antara AS dengan badan yang dipimpinnya selama pandemi virus corona.
Salah satu imbasnya, Presiden Donald Trump menarik keanggotaan AS dari induk kesehatan dunia itu, karena WHO dianggapnya terlalu memihak China dalam penanganan pandemi ini.
Keputusan AS menarik diri dari WHO dilakukan saat kasus Covid-19 di "Negeri Paman Sam" mencapai lebih dari 3,8 juta dan kematiannya di atas 140.000.
WHO yang menanggapi klaim AS itu lalu menyatakan, "WHO tidak mengetahui adanya pernyataan seperti itu, tetapi kami menolak dengan keras serangan ad hominem dan tuduhan yang tak berdasar."
"WHO mendesak negara-negara untuk tetap fokus pada penanganan pandemi yang menyebabkan kematian dan penderitaan tragis," lanjutnya dikutip dari Newsweek.
Sementara itu Menlu Raab membantah klaim Inggris telah "dipersenjatai dengan kuat" oleh AS, untuk menyikapi China dengan lebih keras, setelah memblokir Huawei dari jaringan 5G di Inggris.
Dalam konferensi pers Raab berkata, "Saya kira tidak ada pertanyaan tentang penguatan.
Mike dan saya selalu berdiskusi untuk membangun."
Keputusan Inggris untuk memblokir Huawei disambut baik oleh Pompeo, yang mengatakan negara itu telah mengambil keputusan berdaulat.
Pompeo berujar, "Saya ingin mengambil kesempatan ini untuk memberi selamat ke pemerintah Inggris, atas tanggapan prinsipnya terhadap tantangan-tantangan ini."
"Saya pikir Inggris membuat keputusan yang baik, tetapi saya pikir keputusan itu dibuat bukan karena Amerika Serikat mengatakan itu adalah keputusan baik."
"Tetapi karena kepemimpinan di Inggris menyimpulkan hal yang benar untuk dilakukan adalah memmbuat keputusan itu untuk orang-orang Inggris," pungkasnya.
Penyelidikan Terus Dilakukan, Kandidat Vaksin Covid-19 dari Inggris dan China Dinilai Paling Efektif
Kabar gembira terkait penemuan vaksin virus Corona atau Covid-19 akhirnya mencuat.
Kandidat vaksin dari Oxford University di Inggris dan China dianggap menjadi yang paling efektif.
Mulai dinilai aman hingga dapat memicu respons kekebalan tubuh manusia.
Kedua studi tersebut dilaporkan dalam The Lancet.
Kendati masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pendekatan tersebut memenuhi persyaratan untuk vaksin yang efektif melawan Covid-19, kedua hasil uji sejauh ini paling menjanjikan.
Hingga saat ini, penyelidikan lebih lanjut terus dilakukan.
Dilansir IFL Science, Senin (20/7/2020), kedua vaksin menggunakan adenovirus yang lemah, virus flu biasa, yang dimodifikasi secara genetik untuk membawa kode genetik protein lonjakan pada kulit terluar SARS-CoV-2, virus yang bertanggung jawab untuk Covid-19.
Hasil uji vaksin corona dari Oxford, Inggris
Untuk studi Oxford, virus flu diambil dari simpanse dan diberikan kepada 543 dari 1.077 orang dewasa sehat.
Sementara 534 sisanya merupakan kelompok kontrol dan diberi vaksin meningitis.
Hasil sejauh ini telah menemukan bahwa vaksin Covid-19 yang dikembangkan menginduksi antibodi yang kuat dan respon imun sel T hingga hari ke-56 dari percobaan yang sedang berlangsung.
"Sistem kekebalan tubuh memiliki dua cara untuk menemukan dan menyerang patogen - antibodi dan respons sel," kata ketua tim Profesor Andrew Pollard dari Universitas Oxford, dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email.
"Vaksin ini dimaksudkan untuk menginduksi keduanya, sehingga dapat menyerang virus ketika beredar di dalam tubuh, serta menyerang sel-sel yang terinfeksi. Kami berharap ini berarti sistem kekebalan tubuh akan mengingat virus, sehingga vaksin kami akan melindungi manusia untuk suatu jangka waktu yang panjang," umbuhnya.
"Namun, kami perlu penelitian lebih lanjut sebelum kami memastikan vaksin tersebut efektif melindungi tubuh terhadap infeksi SARS-CoV-2, dan untuk berapa lama perlindungan berlangsung."
Vaksin yang dikembangkan Oxford terbukti dapat memicu respons sel T dalam waktu 14 hari, yang berarti sistem kekebalan dapat menemukan dan membuang sel yang terinfeksi virus.
Dalam 28 hari, ada juga respon antibodi, yang berarti sistem kekebalan mengirim antibodi untuk menyerang virus jika ditemukan ada dalam darah atau dalam sistem limfatik.
Efek samping ringan seperti kelelahan dan sakit kepala dilaporkan oleh sekitar 70 persen peserta, tetapi kurang intens pada peserta yang diizinkan minum parasetamol.
Mengonsumsi parasetamol sebelum dan sesudah vaksinasi tidak berdampak negatif pada hasilnya.
Hasil uji vaksin corona dari China
Sementara studi dari China telah melihat 508 peserta yang ambil bagian dalam uji coba fase II.
Dari total peserta yang ada, 253 menerima dosis tinggi vaksin, 129 menerima dosis rendah, dan 126 menerima plasebo.
Sembilan puluh lima persen dari kelompok dosis tinggi dan 91 persen dari kelompok dosis rendah menunjukkan respon sel T atau antibodi pada hari ke 28 pasca vaksinasi.
Para pasien tidak diamati lebih dari 28 hari, sehingga kekebalan jangka panjang tidak diselidiki.
Mencari vaksin yang ideal
Vaksin yang ideal seharusnya memiliki efek samping minimal dan efektif setelah satu atau dua dosis.
Sementara pada populasi sasaran (terutama yang paling terkena dampak seperti orang tua lanjut usia dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya), vaksin harus memberikan perlindungan setidaknya selama setengah tahun, dan mengurangi penyebaran virus.
Kedua vaksin ini belum mengkonfirmasi bahwa mereka memiliki kemampuan di atas.
Namun keduanya melaporkan, kandidat vaksin yang dikembangkan menghasilkan antibodi terhadap Covid-19. Ini adalah kandidat yang paling menjanjikan sejauh ini.
"Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kami dapat mengkonfirmasi apakah vaksin kami akan membantu mengelola pandemi Covid-19, tetapi hasil awal ini menjanjikan," tambah rekan penulis Profesor Sarah Gilbert, juga dari University of Oxford.
"Selain terus menguji vaksin kami dalam uji coba fase 3, kita perlu belajar lebih banyak tentang virus - misalnya, kita masih belum tahu seberapa kuat tanggapan kekebalan yang kita butuhkan. memprovokasi untuk secara efektif melindungi terhadap infeksi SARS-CoV-2,” katanya.
"Jika vaksin kami efektif, itu adalah pilihan yang menjanjikan karena jenis vaksin ini dapat diproduksi dalam skala besar. Vaksin yang berhasil melawan SARS-CoV-2 dapat digunakan untuk mencegah infeksi, penyakit, dan kematian pada seluruh populasi, dengan populasi berisiko tinggi seperti pekerja rumah sakit dan orang dewasa yang lebih tua diprioritaskan untuk menerima vaksinasi.”
Menurut angka terakhir pada Rabu (22/7/2020), lebih dari 15 juta orang telah terinfeksi penyakit ini di seluruh dunia.
(*)
• Hasil Liga Inggris Man United vs West Ham, Greenwood Cetak 1 Gol, Laga di Old Trafford Berakhir Seri
• Hasil Liga Inggris Liverpool vs Chelsea, Liverpool Menang Lewat Drama 8 Gol, Pesta Juara Sempurna
• Profil Elkan Baggott, Pemain Keturunan Indonesia - Inggris yang Dipanggil Ikut TC Timnas U19
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Korban Meninggal Covid-19 di Inggris karena WHO Dibeli China"".