TRIBUN WIKI
Pernah Jadi Pusat Kota Batam, Simak Sejarah Pulau Belakang Padang, Terkenal dengan Bajak Lautnya
Sebelum tahun 1983, Kecamatan Belakang Padang merupakan pusat dari Pulau Batam. Kecamatan ini dulunya terkenal dengan bajak lautnya.
Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kota Batam sebagai kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau memiliki 12 kecamatan.
Salah satunya adalah Belakang Padang.
Kecamatan ini mencakup lebih dari 100 pulau dalam seluruh wilayahnya.
Lokasinya yang berbatasan langsung dengan Singapura membuat kecamatan ini menjadi salah satu titik perbatasan di Kota Batam.
Daftar kelurahan
Ada total 6 kelurahan yang termasuk dalam wilayah kecamatan Belakang Padang, yakni :
- Kelurahan Pemping
- Kelurahan Kasu
- Kelurahan Pecong
- Kelurahan Pulau Terong
- Kelurahan Sekanak Raya
- Kelurahan Tanjung Sari
Luas
68,4 km2
Sejarah
Sebelum tahun 1983, Kecamatan Belakang Padang merupakan pusat dari Pulau Batam.
Kecamatan ini dulunya terkenal dengan bajak lautnya.
Nama Bajak Laut Belakang Padang menjadi ancaman yang menakutkan bagi kapal-kapal yang melintas di selat Philip dan selat Singapura setiap harinya.
Sepanjang tahun 1991, berbagai kasus perompakan terjadi di wilayah perairan Polda Riau.
Total kasusnya mencapai 185 kali.
Kemudian pada tahun 1992 sampai bulan Mei, tercatat 63 kasus.
Berbagai media massa asing memuat berita-berita kasus perompakan ini.
Lokasi Belakang Padang yang berada di dekat selat Singapura, selat Philip dan selat Malaka membuatnya menjadi sarang bajak laut.
Menurut catatan sejarah, sejak dulu selat Malaka telah menjadi jalur perdagangan yang ramai.
Hal ini lah yang membuat wilayah ini menjadi rawan perompakan bajak laut lantaran kebanyakan kapal yang berlayar melewati selat Malaka membawa barang-barang dagangan dengan nilai tinggi.
Melansir Abesagara, menurut catatan sejarah dari China pada abad ke 14, seorang pengelana yang bernama Wang Dayuan dalam bukunya Daoyi Zhilue mendeskrpisikan keberadaan bajak laut dari Long Ya Men (Tumasek / Singapura) dan Lambri (Daerah di bagian Sumatera Utara) menyerang kapal dagang China dengan armadanya yang mencapai tiga ratus buah kapal kecil.
Puncak dari pembajakan kapal adalah pada abad ke 18 sampai 19 seperti yang ditulis pada buku The Scents of Eden: A Narrative of The Spice Trade.
Pada abad itu, rempah-rempah menjadi komoditas yang paling mahal selain minyak paus.
Selat Malaka menjadi jalur rempah yang sangat ramai dan membuatnya rawan perompakan.
Belanda yang menguasai Indonesia dan Inggris yang waktu itu menguasai Melayu dan Singapura membuat kesepakatan untuk memberantas bajak laut pada masing-masing daerah jajahannya.
Hal ini menjadi pencetus dibuatnya perbatasan Malaysia dan Indonesia yang berlaku hingga saat ini.
Asal Usul Nama
Bila mendengar namanya, mungkin kita akan beranggapan jika kecamatan Belakang Padang berhubungan dengan kota Padang.
Faktanya, hal ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan kota Padang maupun suku Minang yang ada di Sumatera Barat.
Menurut penuturan warga setempat yang diceritakan secara turun temurun, asal nama Belakang Padang bisa ditelusur dari zaman penjajahan Belanda.
Pada tahun 1897 Belanda mendirikan pangkalan minyak di Pulau Sambu yang terletak persis di sebelah timur pulau Belakang Padang.
Pulau Sambu sebagai penghasil minyak bumi membuatnya menjadi pulau penting bagi Belanda.
Pangkalan minyak bumi ini menjadi magnet bagi banyak orang untuk mengais rezeki di sini.
Lama kelamaan, pulau Sambu menjadi sebuah kota kecil yang ramai.
Sekarang pulau Sambu menjadi salah satu kota tua di Batam.
Saat itu, Belanda memerintahkan pekerja yang mayoritas warga pribumi untuk membuka lahan baru di sebuah pulau yang terletak di belakang pulau Sambu.
Belanda kemudian ingin membuka dan meratakan lahan di pulau tersebut untuk dibuat sebuah padang atau lapangan luas.
Maka, berangkatlah para pekerja tersebut menyeberangi pulau di belakang pulau Sambu itu dan meratakan lahan disana untuk dibuat menjadi sebuah padang.
Sehingga kini pulau tersebut diberi nama pulau Belakang Padang yang artinya padang lapangan di belakang pulau Sambu.
Pulau tersebut lama kelamaan banyak dimukimi oleh pekerja-pekerja yang ada di pangkalan minyak pulau Sambu.
Pekerja dari Sambu inilah yang menjadi cikal bakal nenek moyang warga Pulau Belakang Padang.
Versi lainnya mengungkapkan bahwa dahulu kala, ada seorang Bugis bernama Daeng Demak.
Beliau berlayar dan menemukan sebuah pulau tak berpenghuni.
Pulau tersebut terdiri dari dataran yang datar dan luas atau padang.
Karena banyaknya tanah yang kosong di balik pepohonan yang rimbun, maka dinamakanlah pulau tersebut pulau Belakang Padang.
Diberi nama Penawar Rindu
Masih menurut penuturan turun temurun dari warga lokal, konon katanya, nama 'penawar rindu' muncul dari kalangan para pendekar pantun yang sering datang dan pergi ke Belakang Padang.
Seperti yang diketahui, pantun adalah salah satu seni favorit warga melayu.
Apapun akan dijadikan pantun. Bahkan bagi orang melayu tiada hari tanpa berpantun.
Belakang Padang sebagai pulau yang berada di tengah-tengah Batam dan Temasek (Singapura) sering menjadi tempat persinggahan para pelaut.
Para pendekar pantun membuat ungkapan 'penawar rindu' ditujukan kepada orang yang pernah mengunjungi Belakang Padang dan kemudian kembali lagi kesana untuk mengobati rindunya akan teman, keluarga, ataupun gadis yang dicintainya.
Ungkapan yang terkenal dari pendekar pantun kala itu adalah, ”kalau engkau dah kene air Belakangpadang, engkau pasti nak datang lagi. Sebab pulau ini pulau penawar rindu".
(TRIBUNBATAM.id/Widi Wahyuning Tyas)