KARIMUN TERKINI
Masuk PKH, Kemensos Bantu Anak Adea Fitri Agar Bisa Sekolah, 'Harusnya Pemerintah Dapat Membantu'
Selain dari Kemensos, Adea Fitri yang merupakan seorang mualaf juga mendapat bantuan Baznas Kabupaten Karimun.
Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, KARIMUN - Kisah Adea Fitri yang berjuang demi kesembuhan anaknya sampai ke Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia.
Ibu enam anak itu akhirnya mendapat bantuan. Supervisor Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial, Febrina yang mendampinginya mengaku salut atas ketabahan dan kepedulian Adea Fitri.
"Sudah jatuh, tertimpa tangga. Tapi walaupun susah dia masih peduli sama orang-orang," ungkap Febriana, Kamis (30/7/2020).
Melalui program PKH, Febriana sedang membantu mengurus administrasi kependudukan keluarga Adea Fitri.
Ia juga mengurus tiga anak Adea Fitri yang putus sekolah agar bisa sekolah lagi.
"Secara data kependudukannya sudah. Datanya kemarin sempat hilang karena banjir di rumahnya. Untuk anaknya yang umur 10 tahun kami usahakan sekolah.
Alhamdulillah hari Senin besok sudah bisa sekolah di madrasah. Saya sama teman-teman juga membantu secara pribadi," katanya.
Selain itu Adea yang merupakan seorang mualaf juga mendapat bantuan Baznas Kabupaten Karimun.
"Selanjutnya kami juga akan berkoordinasi dengan lingkungannya. Termasuk dengan Lurah. Harusnya pemerintah dapat membantu orang-orang seperti ibu ini," sebut Febrina.
Adea Fitri mengatakan, masih banyak orang-orang sepertinya yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan.
"Masih banyak yang seperti saya. Saya buka ini agar mereka bisa yakin kalau mereka tak bisa sendiri. Walaupun kami susah dan tak punya uang, tapi jangan takut," ujar Adea Fitri.
Berjuang Demi Kesembuhan Anak
Air mata tak dapat dibendung dari mata Adea Fitri ketika menceritakan kehidupannya.
Kondisi kehidupannya jauh dari kata cukup. Adea tinggal di rumah yang kondisinya memprihatinkan di Kampung Kali Baru Pelipit, Kelurahan Sei Lakam Timur, Kecamatan Karimun, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
• Penertiban Tambang Pasir Ilegal, Polres Bintan Tetapkan Satu Tersangka, Sita 22 Mesin dari 2 Lokasi
• Dua Anggota Terkonfirmasi Positif Covid-19, Satreskrim Polresta Barelang Batam Libur Sehari
Rumah berdinding batako tanpa plester itu tanpa dilengkapi dapur, kamar mandi dan toilet yang layak.
Jika hujan, air akan membanjiri lantai rumah. Wanita yang lahir tanggal 2 Agustus 1979 itu seakan membesarkan enam anaknya sendirian.
Adea sebenarnya memiliki suami yang menikahinya secara siri.
Namun suaminya tersebut tidak terlalu mempedulikan keluarga.
Suaminya itu juga sudah tidak lagi bersamanya karena ditangkap polisi terkait perkara kasus pidana.
Adea sebenarnya juga memiliki tujuh anak. Namun 10 hari yang lalu anaknya meninggal karena sakit paru-paru.
Menurutnya, beberapa bulan yang lalu, ia nekat membawa anak perempuannya yang sakit itu ke RSUD Muhammad Sani.

Padahal, saat itu ia sama sekali tidak mengantongi uang.
"Saya bawa anak masuk rumah sakit itu tanpa duit. Awalnya dokter sempat bilang tidak ada harapan. Saya doa dan zikir terus, Subhanallah, Subhanallah. Ada datang spesialis anak dokter Ibnu. Dia bilang bisa bantu anak saya. Baru dibawa ke isolasi. Di ruang isolasi saya tak makan tak minum, hanya mikirkan anak saya sambil doa," kenangnya sambil menitikan air mata.
Terkait biaya pengobatan anaknya, Adea hanya menyerahkan kepada Tuhan. Doanya pun didengar.
Seorang petugas medis membantu menguruskan BPJS Kesehatan anaknya.
"Untuk makan saja susah. Untuk ngurus BPJS juga susah karena jaga anak di rumah sakit. Saya mikir kalau saya keluar anak saya siapa yang jaga?
Ternyata ada orang baik di rumah sakit yang bantu ngurus BPJS anak saya. Saya tahu waktu nanya berapa biaya, katanya ada yang bantu nguruskan, Ibu Siti katanya," papar Adea.
Anak Adea sempat diperbolehkan pulang setelah sekitar satu setengah bulan dirawat di rumah sakit.
Namun sayang, anaknya yang baru berusia tiga tahun itu akhirnya meninggal dunia.
Diakui Adea, selama ini ia sama sekali tidak pernah tersentuh program-program bantuan sosial.

Baik itu dari pemerintah ataupun dari pihak lainnya.
Dibalik cerita kehidupannya tersebut, Adea masih memikirkan orang-orang di sekitarnya.
Menurut Adea, banyak orang-orang di sekitar lingkungannya yang bernasib sama dengannya, bahkan lebih parah lagi.
Adea mengatakan pernah membawa orang yang sakit ambien ke sebuah rumah sakit swasta.
Mereka terpaksa kabur karena tidak memiliki biaya.
"Ada juga yang divonis TBC akut. Dia tidak bisa apa-apa. Saya bawa ke Pak RT. Saya yang minta tolong ke Pak RT untuk minta surat pengantar. Orang ini sekarang hanya diam saja. Ada juga orang tua yang kadang kakinya bengkak kadang mengecil. Bukannya tak mau berobat tapi mereka tak tau mau ngapain," tambahnya.
Sambil menangis Adea meminta perhatian pemerintah daerah ataupun para dermawan tehadap orang-orang yang membutuhkan bantuan.
"Tolonglah saya. Tolong juga lah orang-orang yang susah setelah saya. Tolonglah kami," ungkapnya dengan berurai air mata.(TribunBatam.id/Elhadif Putra)