Perekonomian Turun Tajam, Singapura Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi 2020 hingga Minus 7 Persen
Singapura menjadi sorotan karena alami resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Singapura kembali merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi negaranya.
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, SINGAPURA - Singapura menjadi sorotan karena alami resesi ekonomi di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19.
Terbaru, Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura kembali merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi negaranya.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi di Singapura di proyeksi menjadi -5 hingga -7 persen di tahun 2020 ini.
Angka tersebut direvisi karena data menunjukkan adanya penurunan ekonomi yang tajam pada kuartal II 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Di proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi berada dalam rentang lebih lebar, yakni antara -4 hingga -7 persen.
"Terlepas dari penyempitan kisaran perkiraan, masih ada ketidakpastian yang signifikan tentang situasi Covid-19, yang mungkin akan berkembang di kuartal mendatang," kata Kementerian terkait mengutip Channel News Asia, Selasa (11/8/2020).
• Sebaran Kasus Covid-19 di Asia Tenggara, Singapura Tertinggi Ketiga, Tembus 55 Ribu Infeksi
Laporan juga menyebutkan, prospek permintaan eksternal Singapura telah menunjukkan sedikit pelemahan sejak Mei 2020, karena pasar permintaan utama Singapura mengalami gangguan ekonomi yang lebih buruk dari yang diproyeksi.
Pasar permintaan ini diperkirakan akan mengalami laju pemulihan yang lebih bertahap pada paruh kedua tahun 2020, mengingat adanya kebutuhan berkelanjutan dan langkah-langkah pembatasan untuk menahan pandemi.
MTI menambahkan, ekonomi global juga mengalami ketidakpastian yang signifikan.
Mengingat, gelombang kedua wabah Covid-19 menyebabkan aktifitas masyarakat kembali diperketat.
"Ini bisa mengakibatkan periode perlambatan ekonomi yang lebih tajam dan lebih lama di negara-negara yang mengalaminya," sebut MTI.
Selain itu, pelemahan ekonomi global dapat meningkatkan tekanan pada sistem keuangan, antara lain meningkatnya utang korporasi, dislokasi pasar keuangan, dan arus modal keluar dari negara-negara pasar berkembang.
"Ini pada gilirannya dapat memicu putaran umpan balik negatif dan berpotensi meningkatkan resesi global," sebut MTI.
Sementara itu, terdapat risiko yang timbul dari ketegangan geopolitik dan sentimen anti globalisasi, seperti peningkatan proteksionisme yang dapat mengakibatkan gangguan lebih lanjut terhadap rantai pasokan global.