Disaksikan oleh Sang Anak, Pria Kulit Hitam Ditembak Polisi Amerika Serikat 7 Kali di Punggung

Seorang pria kulit hitam di Wisconsin Amerika Serikat ( AS) ditembak sebanyak 7 kali oleh polisi setempat. Ia kini dalam kondisi serius. Ini Videonya.

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, KENOSHA - Seorang pria kulit hitam di Wisconsin Amerika Serikat ( AS) ditembak sebanyak 7 kali oleh polisi setempat.

Penembakan tersebut dilakukan dari jarak dekat oleh Polisi Negara Bagian Wisconsin.

Korban bernama Jacob Blake yang diidentifikasi berusia 29 tahun oleh Gubernur negara bagiannya.

Korban langsung diterbangkan ke rumah sakit dengan helikopter pada Minggu malam (23/8/2020). Ia kini dalam kondisi serius.

Rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan kronologi insiden polisi dengan Blake di kota Kenosha, yang tampaknya tidak bersenjata.

Blake terlihat berjalan menuju mobil ketika dua petugas mengikutinya dengan menodongkan senjata api.

Amerika Serikat Ancam Hentikan Hubungan Dagang dengan China, Trump Sebut Tak Diperlakukan Baik

Saat Blake membuka pintu mobil, salah satu polisi terlihat mencengkeram kausnya dan menembaknya dari belakang.

Total 7 tembakan terdengar diikuti bunyi klakson mobil terus menerus.

Pengacara hak-hak sipil Benjamin Crump yang mewakili keluarga George Floyd mengatakan, ketiga putra Blake ada di dalam mobil saat ayahnya ditembak.

Menurut keterangan polisi yang dikutip Sky News Selasa (25/8/2020), mereka dipanggil ke sebuah insiden rumah tangga pada pukul 17.11 sore, tapi tidak membeberkan detailnya tentang apa yang menyebabkan penembakan ke Blake.

Sementara itu saksi mata mengatakan, Blake sedang melerai perkelahian antara dua wanita saat polisi tiba.

Calon Presiden AS Joe Biden mengecam penembakan Blake dan menyerukan "penyelidikan segera, menyeluruh, dan transparan", juga bahwa para polisi itu "harus dimintai pertanggungjawaban".

"Dan pagi ini, bangsa ini bangun lagi dengan kesedihan dan kemarahan, karena satu lagi orang kulit hitam Amerika adalah korban dari kekerasan yang berlebihan."

"Tembakan ini menembus jiwa bangsa kita," ujar Biden dikutip dari Sky News.

Para polisi yang terlibat dalam penembakan itu telah ditempatkan dalam cuti administratif, kata Departemen Kehakiman Wisconsin Senin (24/8/2020).

Gubernur Negara Bagian Wisconsin Tony Evers dalam twitnya menulis, "Kami menentang penggunaan kekuatan berlebihan dan eskalasi langsung saat berurusan dengan warga kulit hitam Wisconsin."

Sky News mewartakan, divisi investigasi Wisconsin sedang menyelidiki penembakan itu dan akan berusaha "memberikan laporan insiden tersebut kepada jaksa dalam waktu 30 hari".

Insiden ini kembali memicu demo besar. Kota Kenosha di Wisconsin langsung memberlakukan jam malam sampai pukul 7 pagi pada Senin, usai massa berdemo dengan melemparkan bom molotov dan batu bata ke arah polisi.

Seorang polisi dilaporkan terluka akibat lemparan batu bata.

Sebuah truk sampah besar yang diparkir di jalan guna mencegah demonstran berjalan menuju kantor polisi, juga terlihat terbakar sebelum salah satu bannya meledak.

Massa juga terlihat menendang mobil polisi dan menghancurkan kaca jendelanya.

Demo di Kenosha ini adalah yang terbaru dari serangkaian aksi unjuk rasa melawan kebrutalan polisi dan rasisme sejak 25 Mei.

Kala itu demo dan kerusuhan besar melanda AS, setelah pria Afro-Amerika George Floyd tewas akibat lehernya ditindih lutut polisi kulit putih selama 8 menit 46 detik.

New York Larang Polisinya Gunakan Chokehold, Demi Mencegah Kasus George Floyd Terulang

Beberapa waktu belakangan ini, warga dunia dihebohkan dengan kasus rasisme yang dipicu oleh kematian George Floyd.

Berbagai aksi protes digelar masyarakat mulai dari Amerika Serikat hingga negara-negara eropa.

Salah satu negara bagian Amerika Serikat yakni New York bahkan mengeluarkan rangkaian undang-undang baru terkait tragedi ini.

Pada Jumat (12/6/2020), New York mengumumkan undang-undang baru tersebut untuk mengakhiri kebrutalan polisi terhadap warga Afrika-Amerika.

Langkah ini ditempuh, menyusul maraknya gelombang protes akibat kematian tragis George Floyd yang lehernya ditindih lutut polisi.

Gubernur New York Andrew Cuomo secara resmi menandatangani 10 undang-undang yang disahkan kedua majelis legislatif negara bagian tersebut, awal pekan ini.

Dalam UU baru itu, salah satu aturannya adalah pelarangan chokehold (piting leher) seperti yang digunakan polisi saat mengamankan Eric Garner, pria Afrika-Amerika yang tewas di New York pada 2014.

New York juga mencabut UU yang menetapkan dokumen kepolisian sebagai "rahasia", yang berkaitan dengan evaluasi profesional petugas kepolisian, termasuk catatan kedisiplinan.

Ke depannya, publik termasuk media akan dapat mengakses catatan itu secara bebas, tanpa harus meminta persetujuan pengadilan.

Setelah kematian George Floyd pada 25 Mei yang lehernya ditindih lutut polisi, departemen kepolisian kota Minneapolis mengungkap bahwa Derek Chauvin telah menjadi subyek dari 18 pengaduan dalam 20 tahun masa jabatannya.

Namun rincian dari pengaduan-pengaduan itu belum diungkap ke khalayak luas.

Cuomo pada Jumat juga mengumumkan, akan menandatangani perintah eksekutif yang mewajibkan hampir 500 departemen kepolisian di New York, untuk "mengembangkan rencana yang mengubah dan memodernisasi strategi serta program kepolisian di wilayahnya."

Aturan-aturan ini menyasar beberapa masalah utama yang muncul dalam protes besar-besaran di seluruh Negeri "Paman Sam", seperti diskriminasi rasial, penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh polisi, dan transparansi dalam proses pengaduan terhadap petugas.

Jika ada departemen kepolisian yang belum mematuhi UU baru ini hingga April 2021, mereka akan kehilangan pendanaan dari negara bagian, kata Cuomo dalam konferensi pers yang dikutip AFP Sabtu (13/6/2020).

Dalam konferensi pers itu, hadir pula para pemimpin Partai Demokrat dan aktivis hak-hak sipil Al Sharpton.

"UU ini berarti ada beberapa perubahan substantif, jadi kita tidak akan membahas ini lagi di situasi berikutnya," ucap Sharpton.

Ia melanjutkan, ancaman pemotongan dana untuk departemen kepolisian yang gagal menerapkan perubahan, "adalah model di mana kita seharusnya berada, berurusan dengan hak-hak sipil abad ke-21 di negara ini."

Tertunda Akibat Wabah Covid-19, Pasangan Ini Gelar Pernikahan di Tengah Demo George Floyd

Aksi protes di Amerika Serikat terkait isu rasisme menjadi perhatian publik di seluruh dunia.

Demo yang dipicu oleh kematian George Floyd ini memiliki sederet tragedi unik ditengah aksinya.

Salah satunya, ada pasangan yang menggelar pernikahan di tengah-tengah demo George Floyd pada Sabtu (6/6/2020).

Kerry-Anne dan Michael Gordon memulai upacara pernikahan kecil mereka di luar ruangan tepat ketika ribuan orang turun ke Benjamin Franklin Parkway untuk menuntut keadilan atas kematian George Floyd.

Anne dan Gordon sebenarnya tahu protes ini sedang berlangsung, namun keduanya memutuskan untuk tetap melangsungkan pernikahan.

Pasangan ini sengaja menunda perayaan pernikahan mereka ini hingga 2021 karena pandemi Covid-19.

Namun keduanya justru memilih mengucap janji sehidup semati di tengah kerumunan massa.

"Itu berakhir menjadi momen yang sangat kuat," kata Kerry-Anne Gordon (35), dikutip dari ABC News.

"Bukan saja kami merasakan pergerakan orang-orang tapi aku bertemu suamiku, pada hari pernikahan kami, sebagai pria kulit hitam yang kuat dan perwakilan yang baik tentang siapa kami sebagai manusia, seperti apa orang kita, seperti apa budaya kami."

"Itu hanya momen yang sangat, sangat memberdayakan bagi kami mengingat semua ini terjadi pada satu saat dalam satu waktu," tambahnya.

Pada postingan Instagram @luxorweddingfilms, Anne dan Gordon terlihat saling bergandengan tangan di tengah kerumunan massa.

Sementara sejumlah pers dan para demonstran ikut mengabadikan momen dan bersorak untuk mereka.

Video ini menuai banyak pujian dari netizen, ada yang merasa terharu hingga ikut bahagia.

Protes nasional atas tindakan kekerasan polisi pada komunitas kulit hitam meledak setelah kematian Floyd pada Senin (25/5/2020) silam.

Floyd diamankan empat polisi Minneapolis karena diduga memalsukan uang senilai USD 20 atau sekira Rp 280 ribu.

Pria malang ini diduga meninggal karena kekerasan yang dilakukan polisi bernama Derek Chauvin.

Dalam video yang beredar, Chauvin meniarapkan tubuh Floyd ke aspal dan mengunci leher pria Afrika-Amerika itu dengan lututnya.

Meski Floyd berkali-kali mengadu tidak bisa bernapas, Chauvin tetap menekankan lututnya hingga Floyd tidak sadarkan diri.

Suami Anne, Michael Gordon (42) menilai kasus dan isu rasisme sudah ada jauh sebelum kematian Floyd.

Pasangan Anne dan Gordon merupakan keturunan kulit hitam.

Anne berasal dari Jamaika sedangkan Gordon adalah keturuna Karibia.

Keduanya mengaku telah merasakan sendiri rasisme yang ada di AS.

Anne dan Gordon juga merasa berkesan dengan adanya protes nasional ini.

"Kita semua melihat ketidakadilan ini."

"Kita semua ingin melihat jarum ini bergeser dari status quo dan yang membuat hari ini lebih berkesan," kata Michael Gordon.

Dia menilai aksi demonstrasi pada Sabtu lalu berjalan sangat damai.

Melalui foto-foto pernikahannya, terlihat massa yang ikut bahagia dan mengabadikan momen pengantin baru ini.

"Itulah seluruh acara di luar sana. Tentu saja ada polisi dan Garda Nasional, tetapi itu adalah protes damai."

"Semua orang sangat baik," kata Gordon.

"Itu dengan sendirinya menunjukkan gerakan apa yang bisa dan bagi kita untuk menjadi bagian dari itu, itu adalah hal yang positif," tambahnya.

(*)

TikTok Resmi Gugat Pemerintah Amerika Serikat, Singgung Penyalahgunaan Undang-undang

China Mulai Melunak, Ajak 10 Diplomat ASEAN Bahas Aksi Amerika di Laut China Selatan

Masih Didebatkan Pakar, Amerika Serikat Izinkan Pakai Plasma Darah Untuk Obati Pasien Covid-19

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kronologi Polisi AS 7 Kali Tembak Punggung Pria Kulit Hitam Jacob Blake".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved