BATAM TERKINI
Pengelola Air Bersih di Batam Beralih ke PT Moya Indonesia, DPRD: Pelayanan Mesti Ditingkatkan
Tohap Erikson Pasaribu menilai,pengalihan pengelolaan air minum dan kebutuhan utama masyarakat Kota Batam itu,sah-sah saja.Asal pelayanan ditingkatkan
Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Pengelolaan air bersih di Batam, pasca konsesi air antara PT Adhya Tirta Batam (ATB) dan Badan Pengusahaan (BP) Batam berakhir, diambil alih oleh PT Moya Indonesia.
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Dendi Gustinandar mengatakan, BP Batam mengadakan tender pengelolaan dan operasi sistem pengelolaan air minum untuk masa transisi.
"Untuk mendapatkan mitra penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan selama masa transisi sistem penyediaan air minum di Batam, BP Batam melakukan tender yang dimulai pada tanggal 12 Agustus 2020," ujar Dendi.
Hal ini mendapat tanggapan dari Anggota DPRD Kota Batam Tohap Erikson Pasaribu. Ia menilai, pengalihan pengelolaan air minum dan kebutuhan utama masyarakat Kota Batam itu, sah-sah saja.
"Yang penting pelayanan ditingkatkan. Jangan pula sampai malah mundur pelayanan kepada masyarakat," kata Tohap Selasa (8/9/2020).
• PT Moya Indonesia Bakal Kelola Air di Batam Gantikan ATB Selama 6 Bulan
• PT Moya Indonesia Kelola Air Bersih di Batam, Masa Transisi 6 Bulan
Ia mengatakan, saat ini setiap perusahaan pasti ada kelebihan dan kelemahannya. Ia mencontohkan, pelayanan ATB di Kota Batam juga selama ini kurang maksimal.
"Seperti di Tanjunguncang itu, siang hari tak pernah hidup. Malam pun hidup sebesar kencing anak bayi. Silakan suarakan saja, tulis besar-besar," tambahnya.
Di lain sisi, Tohap yang duduk di Komisi I mengkritisi kebijakan Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam HM Rudi. Sebab dari informasi yang didapatnya, kepemilikan saham di PT Moya Indonesia mayoritas orang luar negeri.
"Kenapa tidak pengusaha lokal. Banyak kok yang mampu itu. Kenapa dikit-dikit musti orang luar. Lalu anak-anak bangsa yang memiliki keahlian ditaruh dimana?," tambahnya.
Tohap percaya, pegawai di BP Batam adalah orang-orang pilihan yang berlatarbelakang pendidikan dari universitas terkemuka di Indonesia.
"Kenapa tidak di BP Batam saja dikelola atau di BUMD. Kan menguntungkan daerah. Kenapa musti ditender lagi? Ada apa? Atau kami menduga ada sesuatu dengan pengalihan ini. Wajar dong kita menduga seperti itu," kata dia.
Meski begitu, Tohap menginginkan PT Moya Indonesia harus meningkatkan pelayanan. Ia juga akan mengawal sistem ketersediaan bahan baku air di Kota Batam.
"Tentu kita awasi bersama. Persoalan ATB dan BP Batam berseteru itu urusan mereka. Tahunya saya, masyarakat saya berkecukupan kebutuhan air. Jangan mati-mati lagi. Malu kita sama Singapura. Batam adalah kota industri dan kota besar," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Batam Arlon Veristo menilai, persoalan air di Batam cukup komplikasi. Ia mengatakan, di tangan PT ATB selama ini yang masyarakat tahu seperti di balihonya adalah ATB meraih beberapa penghargaan. Sementara pelayanan di tengah kota, tidaklah maksimal.
"Permasalahan Air di Batam cukup komplikasi. Masih banyak masyarakat yang belum terlayani kebutuham air bersihnya dengan baik. Ada di daerah tertentu. Seperti Batuaji, Sagulung, Tiban, airnya belum mengalir ke rumah warga dengan baik dan lancar," kata politisi NasDem itu.
Menurut Arlon, dengan kondisi itu tentu BP Batam punya pertimbangan sendiri. Apalagi, ATB sudah habis masa kontraknya. Arlon juga tidak setuju, jika ada pihak yang menuding BP Batam memainkan penunjukan tender pengelolaan air.
"Itu tidak benar menurut kami. Pertama bukan penujukan langsung, kan ditender terbuka juga. Dengan persyaratan yang ditentukan oleh BP batam. Kedua masalah air ini cukup komplik. Malah masyarakat Batam mesti nunggu tengah malam baru bisa mendapatkan air. Maksudnya baru malam hari airnya mengalir ke rumah-rumah mereka. Ini sangat memalukan sekali menurut kami. Selama ini asyik pamer perolehan penghargaan. Apa hasilnya?," ujarnya.
Arlon berharap, PT Moya Indonesia sebagai pemenang tender dan melanjutkan pekerjaan ATB memberikan pelayanan prima. Ia mengatakan, masyarakat tidak butuh baliho Direksi Pengelola air yang mengembor-gemborkan perolehan penghargaan dari berbagai pihak swasta maupun pemerintah.
"Yang kita butuh, air jalan tak? Memenuhi tak kebutuhan masyarakat kita. Bukan baliho main pamer-pamer penghargaan segala," ucap Arlon.
Gantikan ATB Selama 6 Bulan
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar mengungkapkan, PT Moya Indonesia terpilih sebagai peserta terbaik dalam proses lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Itu artinya, PT Moya Indonesia akan segera mengelola air bersih untuk wilayah Batam selama masa transisi selama enam bulan.
Sebelumnya, BP Batam telah mengundang sejumlah perusahaan yang memiliki pengalaman mengelola SPAM dengan kapasitas minimum 3.000 liter per detik, termasuk di antaranya, PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Berdasarkan hasil evaluasi penawaran yang telah dimasukkan para peserta lelang, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar, mengungkapkan bahwa peserta terbaik yang dipilih adalah PT Moya Indonesia.
"Penetapan pemenang sudah dilakukan pada tanggal 4 September 2020 kemarin," ujar Dendi dalam rilis via whatsapp.
Selanjutnya, BP Batam membuka kesempatan bagi para peserta lainnya untuk mengajukan keberatan dalam melakukan sanggahan terhitung tanggal 7 sampai 9 September 2020.
Terkait keberatan ini, pihak PT ATB telah melayangkan laporan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan adanya diskriminasi dalam syarat keikutsertaan proses lelang tersebut.
• Profil PT Moya Indonesia, Pemenang Tender Pengelolaan Air Bersih di Batam
"Mulai hari ini (7/9/2020) sampai 9 September 2020, kami akan menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan," tegas Presiden Direktur PT ATB, Ir. Benny Andrianto Antonius di lokasi Water Treatment Plant (WTP) PT ATB, Duriangkang, Senin (7/9/2020).
Pihaknya menyebut pada tanggal 3 September 2020, PT Adhya Tirta Batam (ATB) telah melaporkan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pelaporan ini terkait pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diduga dilanggar oleh BP Batam.
Pasalnya, BP Batam yang belum mampu mengelola sistem penyediaan air minum (SPAM) secara mandiri telah menyelenggarakan proses lelang bagi empat perusahaan, yaitu PT Moya Indonesia, PT Suez Water Treatment Indonesia, PT Pembangunan Perumahan Infrastruktur, dan PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Namun, pihak ATB mengaku dalam undangan lelang, terdapat persyaratan yang harus ditandatangani oleh PT ATB dengan poin-poin khusus yang dinilai memberatkan PT ATB.
Adapun syarat khusus yang ditetapkan oleh BP Batam dan harus disanggupi PT ATB guna mengikuti proses lelang, seperti yang diungkapkan oleh Presiden Direktur PT ATB, Ir Benny Andrianto Antonius, adalah kewajiban mengikuti kajian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"ATB diberikan syarat khusus, bahwa berkewajiban untuk memenuhi hasil kajian dari BPKP," ujar Benny, Senin (7/9/2020).
Padahal, tambah Benny, kajian BPKP hanya dipenuhi sebagai syarat pengakhiran konsesi saja dan tidak tepat apabila ditetapkan sebagai syarat mengikuti lelang.
Oleh karena itu, pihak PT ATB menilai BP Batam telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dalam hal diskriminasi dalam penyelenggaraan lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
"Kita sudah berupaya komunikasi dengan menulis surat keberatan akan prasyarat tersebut, tapi tetap, jawabannya wajib mengikuti syarat khusus apabila ingin mengikuti proses lelang," jelas Benny.
(TRIBUNBATAM.id/Leo Halawa/Hening Sekar Utami)