TRIBUN WIKI
Mengenal Tradisi Bele Kampung Khas Lingga, Dipercaya untuk Bersihkan Kampung dari Hal Buruk
Masyarakat setempat percaya, Bele Kampung akan membuat tempat tinggalnya terhindar dari segala bencana, marabahaya, dan wabah penyakit.
Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id, LINGGA - Sebagai Bunda Tanah Melayu, Kabupaten Lingga menyimpan banyak adat dan tradisi yang masih lestari hingga kini.
Setiap tradisi memiliki filososfi dan nilai-nilai khusus yang dipercaya membawa kebaikan bila dilaksanakan.
Salah satunya adalah tradisi Bele Kampung.
Bele Kampung umumnya banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Kelumu, Kabupaten Lingga.
Tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu ini dilaksanakan setiap 15 hari bulan Muharam.
Tujuannya adalah untuk membersihkan kampung dari hal-hal buruk, baik ghaib maupun wujud.
Masyarakat setempat percaya, Bele Kampung akan membuat tempat tinggalnya terhindar dari segala bencana, marabahaya, dan wabah penyakit.
Selain itu, tradisi ini diharapkan dalam memberikan kelimpahan rezeki bagi seluruh warga kampung.
Awalnya, Bele Kampung digelar karena dulu sering terjadi perkelahian antar warga di Desa Kemulu.
Dalam kondisi kacau tersebut, datanglah seorang ulama ke Desa Kelumu yang menyarankan digelarnya ritual Bele Kampung.
Tradisi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun 2019.
“Pantang larang itu dipatuhi. Masyarakat takut terkena sanksi. Selain itu, melanggar pantangan diyakini bisa mengakibatkan timbulnya penyakit, bahkan kematian,”kata Zulkifli.
Pelaksanaan
Melansir situs resmi Disbud Kepri, ritual Bele Kampung dipimpin oleh seorang Bomo.
Adapun perlengkapan yang harus dipersiapkan sejak awal ritual yakni mangkok tempat bara api, mangkok wadah bahan ritual, kayu atau sabut untuk di bakar menjadi bara, bertih, beras putih yang telah dicuci, beras kunyit, kemenyan, kain putih, bendera kain putih, bakek, kapur, gambir, pinang dan bubur lemak.
Ritual Bele Kampung dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut.
Ritual ini terdiri dari 3 komponen utama, yakni Zikir Saman, Bele Laut, dan Bele Kampung.
Selama ritual berlangsung, ada sejumlah pantangan yang tak boleh dilakukan oleh masyarakat.
Beberapa di antaranya yakni dilarang mengambil batu atau pasir, mencangkul tanah, menebang kayu, memetik daun, bersiul, membunuh makhluk hidup dan menangkap hasil laut.
Selain itu, tidak boleh ada orang yang datang ke Desa Kelumu maupun warga desa yang keluar melewati laut.
Bila ada yang melanggar, akan dikenakan denda berupa uang dan harus membuat bubur selepas doa selamat.
Bila pantangan tersebut dilanggar, dipercaya bisa mendatangkan penyakit bahkan kematian.
Selama ritual digelar, tiap sudut kampung dipasang bendera atau umbul-umbul sebagai pertanda pelaksanaan ritual.
Makna
Ada beberapa syarat atau benda yang digunakan dalam ritual ini.
Syarat-syarat tersebut memiliki makna tersendiri.
- Beras putih
Melambangkan kebersihan hati, kesejahteraan dan kemakmuran
- Beras kunyit
Melambangkan kemuliaan, kesembuhan dan cita-cita mulia
- Bereteh
Melambangkan kesuburan dan kemajuan
- Bendera
Sebagai penanda di tempat tersebut sedang terjadi proses Bele Kampung
- Bakek
Maknanya memberi semangat dan berserah diri
- Kapur
Maknanya kebersihan dan kesucian hati
- Gambir
Maknanya keberkatan dan penawar
- Bubur Lemak
Maknanya kelembutan dan mufakat
- Mangkok (wadah)
Maknanya menghimpun. (TribunBatam.id/Widi Wahyuning Tyas)