Jusuf Kalla Dukung PSBB Jakarta, Harus Tegas
PSBB Jakarta mulai berlaku Senin, 14 September 2020, Ketum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - PSBB Jakarta mulai berlaku Senin, 14 September 2020 besok, Ketum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla mendukung langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies Baswedan memutuskan PSBB menyusul semakin meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta.
Anies menyebutkan, DKI Jakarta memiliki 190 rumah sakit dan 67 di antaranya dijadikan RS rujukan Covid-19.
Namun saat ini semua tempat tidur hampir penuh. Tingkat keterpakaian tempat tidur mencapai 77 persen.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), Jusuf Kalla (JK) mengatakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang akan diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada senin 14 Agustus 2020 merupakan suatu keharusan.
Hal itu mengingat jumlah warga DKI Jakarta yang terjangkit Covid-19 terus bertambah dengan pesat.
• PSBB Jakarta, Ini 6 Syarat Calon Penumpang Pesawat di Bandara Soekarno Hatta yang Wajib Dipenuhi
Untuk itu JK menilai PSBB adalah merupakan sebuah langkah tegas yang harus diambil demi menghindari penularan yang semakin massif dan mencapai tingkat yang sangat membahayakan.
Hal ini disampaikan JK usai melakukan launching penyerahan 3900 alat semprot disinfektan mandiri kepada seluruh masjid yang ada diwilayah DKI Jakarta di Masjid Agung Sunda Kelapa,Minggu (13/09/2020).
“Untuk PSBB mau tidak mau kita harus ikuti karena memang faktanya terjadi peningkatan, dengan segala upaya yang telah kita tempuh dan harapan kita grafiknya akan landai tapi yang terjadi justru makin naik. Artinya sesuatu yang tegas harus dilaksanakan kalau tidak akan mencapai puncak lebih tinggi akan lebih berbahaya lagi,” jelas JK.
Menanggapi adanya pertentangan antara Pemerintah DKI dan Pemerintah pusat terkait pelaksanaan PSBB menurut JK itu hanya soal metodologi penanganan wabah saja.
• Termasuk Jokowi, Beda Pendapat Sejumlah Elite Negeri dengan Anies soal PSBB Jakarta
Dan JK berharap tidak perlu ada pertentangan mengingat Presiden sendiri telah berkomitmen untuk mengutamakan kesehatan dibanding ekonomi.
“Itu hanya soal cara saja, saya baca semalam sampai pagi ini masih rapat untuk bersinergi mengenai itu. Jangan lupa presiden sendiri telah mengemukakan dengan lugas bahwa kesehatan harus diutamakan, jadi saya rasa pemerintah Pusat dan Provinsi tidak perlu saling bertentangan,” ujarnya.
Lebih Lanjut, Mantan Wapres ke 10 dan 12 ini mengungkapkan yang terpenting dalam menangani Covid-19 adalah menangani terlebih dahulu sebabnya dalam hal ini virus Covid-19 kemudian akibatnya yaitu penurunan laju ekonomi.
Menurutnya apabila wabah bisa ditangani maka ekonomi akan dapat berjalan kembali.
“Ini kan masalah sebab akibat saja, yang menjadi sebab adalah pandemic covid-19, yang berakibat turunya ekonomi jadi sebabnya dulu yang diselesaikan. Karena alat produksi tetap ada, seperti hotel, moda transportasi, hanya permintaannya saja yang kurang. Dan ketika sebab utamanya hilang maka ekonomi akan lancar lagi. Jadi sebabnya dulu yang diselesaikan,” jelas JK.
Tata Kata Bukan Tata Negara
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md. mengatakan persoalan pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) Jakarta terjadi akibat kesalahan tata kata, bukan masalah tata negara.
"Karena ini tata kata, bukan tata negara. Akibatnya kacau kayak begitu," kata Mahfud dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/9/2020) malam, dikutip dari Antara.
Akibatnya, kata Mahfud, setelah PSBB total diumumkan, esoknya (Kamis 11/9/2020), pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp297 triliun.
"Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu 'kan perubahan kebijakan," kata Mahfud.
Sejak awal, kata Mahfud, pemerintah pusat tahu bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB. Dan sejak awal, PSBB sudah menjadi kewenangan daerah.
Perubahan kebijakan pun, kata dia, dapat diterapkan dalam range tertentu. Akan tetapi, seolah-olah Jakarta 'menarik rem darurat' yang menjadi persoalan.
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung. Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren. Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu," kata Mahfud.
"Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya," sambung Mahfud.
Diketahui, Anies memutuskan untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan PSBB. PSBB akan kembali diterapkan mulai 14 September 2020 mendatang.
Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," ujar Anies.
"Dalam rapat Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 di Jakarta, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu," kata dia.