TRIBUN WIKI
Disindir Najwa Shihab, Inilah Profil dan Sepak Terjang Menkes Terawan, Ke Mana Dia?
Nama Menkes Terawan banyak dibicarakan setelah Najwa Shihab mengunggah sebuah video Instagram TV berjudul 'Menanti Terawan'.
Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id - Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto kembali menjadi perbincangan hangat.
Lama tak terdengar, sosok Terawan memang dirasa sudah tak pernah muncul lagi di media selama pandemi.
Namanya banyak dibicarakan setelah Najwa Shihab mengunggah sebuah video Instagram TV berjudul 'Menanti Terawan'.

• Video Aksi Najwa Shihab Wawancarai Kursi Kosong Menkes Terawan: Mengapa menghilang, Pak?
• Sindiran Najwa Shihab, Wawancara Kursi Kosong Menkes Terawan Agus Putranto soal Covid-19
Dalam video program Mata Najwa tersebut, jurnalis kritis itu tampak mewawancarai kursi kosong yang hingga kini tak kunjung diduduki oleh Terawan.
Video ini sontak menuai decak kagum dari masyarakat yang juga menanti kehadiran sosok Terawan.
Mengenal sosok Terawan

Terawan Agus Putranto adalah Menteri Kesehatan yang menjabat sejak Oktober 2019.
Dokter tentara kelahiran Yogyakarta, 5 Agustus 1964 ini sebelumnya merupakan Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta.
Sosoknya sempat menjadi pusat perhatian setelah mengenalkan terapi cuci otak atau brain wash untuk penderita stroke.
Berikut sosok dokter Terawan beserta kontroversinya.
1. Jadi dokter di usia muda
Dokter Terawan lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di usia 26 tahun.
Dia kemudian melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga Surabaya.
Kemudian dokter Terawan mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 2016.
Terawan mulai menjadi dokter tentara pada 1990 dan ditugaskan di berbagai wilayah, hingga akhirnya menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta sejak 2015.
Terawan juga merupakan salah satu dokter kepresidenan.
Dia sempat ditunjuk Jokowi untuk membantu merawat almarhum Ani Yudhoyono ketika menjalani pengobatan kanker darah di Singapura beberapa waktu lalu.
2. Kontroversi terapi cuci otak
April tahun lalu, nama Terawan hangat diperbincangkan masyarakat.
Saat itu Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat mengobati stroke.
Saat itu Terawan mengaku, terapinya memberi hasil bagus kepada pasien.
Di lain sisi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut metode Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke belum teruji secara klinis.
Marsis menjelaskan, metode dan teknik pengobatan yang diterapkan Terawan telah teruji secara akademis ketika ia memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran.
Namun, metode tersebut tetap harus diuji secara klinis dan praktis untuk bisa diterapkan kepada masyarakat luas.
3. Dianggap melanggar kode etik IDI
Kontroversi terapi Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).
Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke.
Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar.
"Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).
Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar.
Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.
Pada pasal empat tertulis: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri.
Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.
Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.
Bunyi pasal enam Kodeki: "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat".
Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri.
Testimoni yang berasal dari para pejabat, selebriti papan atas, atau pasien bukanlah evidence base yang menguatkan penelitian akedemik untuk layak dalam dunia medis.
Sanksi pemecatan dokter Terawan oleh IDI berlangsung selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.
4. Metode cuci otak Terawan
• Sosok dr Terawan, Metode Cuci Otak Sembuhkan Stroke, Pernah Rawat Ani Yudhoyono, Cocok jadi Menkes?
Melansir dari TribunJateng, Dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' itu secara ringkas sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke.
Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat penyumbatan pembuluh darah di area otak.
Penyumbatan tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet dan dapat menyebabkan saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.
Kondisi inilah yang terjadi pada penderita stroke.
Sumbatan tersebut melalui metode DSA kemudian dibersihkan sehingga pembuluh darah kembali bersih dan aliran darah pun normal kembali.
Cara membersihkan sumbatan pembuluh darah pun terdapat berbagai cara.
Mulai dari pemasangan balon di jaringan otak (transcranial LED) yang dilanjutkan dengan terapi.
Selain itu ada juga cara lain yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah.
Cairan tersebut juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.
5. Jadi menteri dan kontroversi pandemi

• Respons Menkes Terawan Soal Rumah Sakit jadi Lahan Bisnis Selama Penanganan Covid-19
• Ribut-ribut soal Kalung Antivirus Corona, Menkes Terawan, Ikatan Dokter, hingga DPR Angkat Bicara
Oktober 2019, Terawan ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi Menteri Kesehatan di Kabinet Kerja 2.
Sosoknya mulai menuai kontroversi saat pandemi mewabah di Indonesia.
Kala itu, sikap Terawan dalam menangani kasus Covid-19 di Indonesia menuai sorotan tajam.
Dia dinilai bersikap anti-sains dan terlalu arogan dalam menghadapi pandemi.
Terawan bahkan sempat mengungkapkan bahwa virus corona tak lebih berbahaya dibanding virus flu biasa.
Pernyataan lain yang diungkapkannya adalah bahwa kasus kematian akibat virus flu lebih banyak daripada virus covid-19.
Selain itu, menurutnya membeli dan memakai masker untuk menghindari virus covid-19 adalah hal yang sia-sia.
Hingga kini, kasus Covid-19 di Indonesia masih terus melonjak, dan Terawan tak pernah lagi muncul ke publik.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Terawan Menteri Kesehatan, Dokter Cuci Otak yang Kontroversial".