HUMAN INTEREST
Kisah dr Muhammad Askar, Pernah Bercita-cita Jadi Insinyur, Kini Petinggi di RSBP Batam
Perjungan dr Muhammad Askar untuk menjadi dokter termasuk di RSBP Batam tidaklah mudah. Kerasnya hidup, sudah ia alami sedari kecil.
Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Septyan Mulia Rohman
Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id,BATAM - Jalan hidup memang berbeda, masa depan tak ada yang tahu. Yang dia lakukan hanya berusaha dan terus mengejar impian.
Layaknya pekerja ulet kebanyakan, Muhammad Askar atau yang biasa disapa Askar tak punya banyak kata untuk menjelaskan detail perjalanan hidup yang dilaluinya.
Jujur, selalu berprasangka baik dan menghargai semua orang, tentunya tanpa melihat status sosial dan pekerjaan membuatnya terlihat sederhana.
Ini pula yang menjelaskan, kenapa pria kelahiran 28 Juli 1965 di Payakumbuh, Bukit Tinggi ini masih mengingat detail; nama para rekannya, para keluarga, serta awal mula perjalanannya menjadi honorer di RSBP Batam.
Di Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam itu awal mula pria 55 tahun ini meniti karier mulai dari hal terendah.
Ia hanya seorang honorer yang bekerja sebagai staf biasa.
Namun siapa sangka, cerita Askar tidak kandas hanya jadi seorang honorer.
Setelah 22 tahun lamanya menapaki pekerjaan sebagi petugas medis membuat Askar akhirnya menduduki posisi puncak di rumah sakit.
Kini Askar telah menjadi salah seorang petinggi di Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam.
Ia menjabat sebagai wakil direktur RSBP bidang medik dan pelayanan.
Selama 22 tahun lamanya, Askar telah menekuni pekerjaan sebagai dokter umum dan menghabiskan waktu sehari - hari di RSBP Batam.
Selain dituntut mampu mengendalikan 800 karyawan di RSBP Batam, ia juga diminta cakap dalam mengurus seluruh aktivitas medik.
"Tidak ada yang tahu jalan hidup seseorang, jadi wakil direktur rumah sakit juga saya tak inginkan. Namun amanah tanggungjawab itu disandarkan di pundak saya," ucap Askar yang ditemui di kantin tidak jauh dari ruang jenazah RSBP Batam, Sabtu (3/10).
Menjadi seorang dokter bukanlah cita-cita besar yang Askar impikan sejak kecil.
Askar kecil awalnya bercita-cita menjadi seorang insinyur. Namun takdir membawanya menjadi seorang dokter umum.
Ia terlahir bukan dari orang berada, namun bagi seorang Askar siapapun itu memiliki hak yang sama untuk menetapkan mimpi.
• dr Afdhalun A Hakim, Putra Lingga Sukses dengan Spesialis Jantung, Kini Direktur RSBP Batam
• Over Kapasitas, RSBP Batam Rawat 21 Pasien Terkonfirmasi Positif Corona
Peliknya hidup bahkan pernah dia lalui, mulai dari saat ia duduk di bangku sekolah SD hingga dapat duduk di bangku kuliah.
"Waduh,, setiap orang pasti punya cerita jalan hidup. Tapi tak banyak yang merasakan pengalaman yang pernah saya lalui.
Sejak masih kecil SD agar sampai ke sekolah itu harus menempuh jarak jalan kaki sejauh 5 km.
Setamat SMA dulu, cita-cita saya adalah ingin menjadi insinyur. Karena saya ingin kuliah itu rambutnya gondrong, pakai jins, baju kaos, terus bawa gitar ke mana-mana," kata Askar.
Tidak hanya jalan kaki, ditambah lagi seragam sekolah yang celananya bolong dan sobek.
Terlahir dari keluarga orang susah membuat Askar tak pernah kenal lelah untuk terus belajar mengenal cita-cita.
"Orang tua saya sangat sederhana, bapak saya hanya seorang guru SD sementara ibu saya hanya ibu rumah tangga yang mengurusi keluarga. Jadi yang bertarung mencari nafkah itu hanya bapak," kata Askar.
Menjadi seorang guru, memang kala itu ada penghasilan tetap bapak saya, namun itu sangat tidak cukup untuk menanggung kebutuhan kami 11 orang bersaudara.
Maka sepulang sekolah, saya dan abang, kakak saya harus pergi kesawah membantu kerjaan diladang bertani agar dapat memenuhi kebutuhan sayur dan lauk di rumah.
Masa-masa peliknya kondisi ekonomi keluarga pernah dirasakan Askar hingga terancam gagal melanjutkan studi pun pernah ia lalui.
Orang tua Askar cukup keras mendidik anak, hal itu diakui Askar sehingga semua anaknya taat dan patuh terhadap nasihat ayahnya.
"Kalau bisa dibilang didikan rasa militer, seperti itulah ayah saya dulu. Mulai dari waktu sekolah, pulang sekolah, makan pagi, malam, salat itu harus disiplin.
Jadi sejak itu, kami 9 anaknya disiplin, kalau tidak kayu keras itu mendarat ditubuh," ujar Askar mengingat cerita masa kecilnya.
Waktu terus berjalan obrolan saya bersama dokter Askar sudah hampir satu jam, namun cerita perjalanan hidup Askar cukup menarik.
Ia pun terus berkisah, menceritakan pengalamannya selama kuliah.
Cerita dibalik kisah antara harapan dan kenyataan membuat Askar sempat bingung untuk menempuh perkuliahan.
Karena menuruti keinginan orang tuanya, Askar muda pun mendaftar ke fakultas kedokteran di Universitas Negeri Andalas.
Ia juga mendaftar ke fakultas tehnik di ITB. Askar mampu menempuh ujian masuk di dua fakultas di universitas negeri itu dengan nilai yang baik.
Ia diterima. Tapi, di ITB ia lulus dengan status cadangan, karena ia menjadikan ITB sebagai pilihan kedua.
Pilihan pertamanya adalah di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ia pun mulai menempuh pendidikan di fakultas kedokteran.
“Walaupun saya sudah jadi mahasiswa kedokteran, tahun berikutnya saya coba lagi daftar ke ITB.
Saya tetap mau jadi insinyur. Namun, ternyata saya ditakdirkan untuk menjadi seorang dokter,” kata sambil menyeruput kopinya.
dr. Askar menyelesaikan kuliah kedokterannya cukup lama, 11 tahun. Banyak faktor yang membuat kuliahnya terlambat rampung.
Dari faktor ekonomi hingga kecintaannya pada dunia seni teater, bermusik, dan berorganisasi serta bergaul.
Jalan Askar untuk menyelesaikan studi ternyata tidaklah mudah, ia pun harus mampuh membiayai kuliahnya sendiri, harus bekerja.
Di samping itu Askar bekerja mencari ikan, kepiting, untuk dijual ke pasar hingga menjadi kuli bangunan dan mengajar mengaji pernah ia lakoni.
Selama kuliah, ia juga kerap berpindah indekos karena sering diusir karena tak sanggup membayar.
Sering tak makan hingga berhari-hari pernah ia rasakan.
Maklum, ia adalah anak kelima dari sembilan bersaudara yang semuanya harus dibiayai di bangku universitas oleh kedua orangtuanya.
Karena harus bekerja untuk bisa makan dan bayar kuliah, dr. Askar kerap meninggalkan mata kuliah yang membuatnya harus berurusan dengan dosen.
Namun, dr. Askar terus bertekad menyelesaikan kuliahnya. Hingga akhirnya pada tahun 1995 ia menyelesaikan kuliah kedokterannya.
Walaupun cukup lama menyelesaikan kuliahnya, dr. Askar mampu menunjukkan kualitasnya.
Sebelum lulus, tahun 1994 ia dipercaya oleh Ibnu Sina Pekanbaru untuk membuat klinik Ibnu Sina di Air Molek, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Ia merintis klinik itu dari nol.

Dari mencari karyawan dan membeli semua peralatan hinggga klinik tersebut menjadi rumah sakit.
Lalu, ia dipanggil untuk bertugas ke Muaro Labuh, Solok Selatan, perbatasan Jambi dari tahun 1995-1997.
Kemudian, ia pindah ke Pariaman, Sumatera Barat hingga tahun 1997.
Pada tahun 1998 ia pindah ke Batam menjadi honorer di RSBP Batam yang dulu bernama RS Otorita Batam.
“Waktu saya masuk ke sini direkturnya itu allmarhum dr. Hakim. Dulu saya bertugas sebagai dokter umum. Jumlah dokter saat itu masih sedikit. Jumlahnya hanya 40 orang," ucap Askar.
Menurutnya, zaman itu dokter umum harus bisa menghadapi semua kasus karena keterbatasan tenaga. Tapi, dokter umum yang bersertivikasi yang boleh menangani.
Peluang Askar untuk menjadi seorang ASN tiba di depan mata. Dua tahun bertugas jadi honorer, waktu itu ada penerimaan pegawai negeri ASN di lingkungan RSBP Batam.
Keberuntungan pun memihak padanya, pada tahun 2000 Askar pun diangkat menjadi PNS.
Menjadi seoreang PNS pun tentu atas berkat dorongan para rekan dan keluarganya.
"Waktu itu ada pimpinan yang mengatakan kamu ikut PNS saja. Karena kita butuh petugas medis disini," kata Askar.
Ia pun lebih banyak bertugas di bagian emergency. Ia pun peranah ditugaskan di klinik bandara.
Fokusnya di sana selain melayani karyawan, dan seluruh aktivitas bandara, juga melayani kesehatan jemaah haji.

Tak lama bertugas di klinik bandara, ia pun kembali ditempatkan di gedung RSBP Tanjungpinggir, Sekupang.
Bermodalkan memampuan yang dimiliki Askar sebagai dokter umum, Pada tahun 2006 ia sudah memimpin semua dokter umum di rumah sakit.
Beberapa tawaran untuk menduduki jabatan struktural pernah ditolaknya.
Pada tahun 2009 ia tak bisa menolak tawaran dari dr. Alaida yang menjabat sebagai direktur saat itu sedikit memaksa untuk melanjutkan kuliah S2 jurusan manajemen rumah sakit.
Ia lulus pada tahun 2011. Barulah pada tahun 2013 ia tak bisa menolak menduduki jabatan struktural sebagai kepala bidang.
Tapi jabatan itu tak lama ia duduki. Tahun 2015 mundur dari jabatan itu dan kembali menjadi dokter umum di rumah sakit dan mengembangkan medical check-up.
Tak ingin bercerita panjang lagi, selama bertugas di RSBP Askar mengaku beberapa tugas dan jabatan pernah ditawarkan kepadanya, namun Askar kerap menolak karena ia lebih memilih bertugas sebagai tenaga medis.
Hingga pada awal tahun 2020 ia diminta menjadi Wakil Direktur Medis dan Layanan RSBP Batam.
Peran aktif dr. Askar tak hanya di RSBP, bahkan ia juga sala satu pendiri Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Kepri.
"Saya ingat waktu itu, tepat tahun 2007 ada dinamika perkembangan dokter umum di dunia kedokteran di Indonesia kewenangannya secara hukum medis dibatasi oleh kewenangan dokter spesialis, lalu saya bersama dokter umum se Indonesia pun membentuk PDUI," ujarnya.
Jadi dokter itu apa yang bisa saya bantu itulah kebahagiaan ternikmat saya. Saya ingin katakan kepada anda tetaplah jadi orang yang bermanfaat.
"Saya kalau sudah punya cita cita saya akan kejar sampai titik darah penghabisan.
Perbanyak bersyukur. Yang tak pernah kita pikirkan semua terjadi. Iya beginilah alur cerita hidup," sebutnya
Mengakhiri obrolan siang itu, tak lupa dokter Askar menitipkan sebuah motivasi buat kaum milenial saat ini.
"Anda punya cita-cita? Kejar! jalan hidup seseorang tidak ada yang tau, terus berusaha iya. Lakukan yang terbaik," tegasnya.(TribunBatam.id/Bereslumbantobing)