BATAM TERKINI
Tujuh Kampung Tua di Batam Siap di Legalisasi, RKWB Pastikan Status Lahan Tak Tumpang Tindih
Ketua Umum RKWB yang mengurus legalisasi kampung tua, Machmur Ismail mengatakan, 4 kampung tua juga telah diselesaikan proses legalisasi di tahun ini.
Editor: Septyan Mulia Rohman
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Tujuh kampung tua di Kota Batam siap dilegalisasi.
Ketua Umum Rumpun Khazanah Warisan Batam (RKWB) yang mengurus legalisasi kampung tua, Machmur Ismail mengatakan, sebanyak empat kampung tua juga telah diselesaikan proses legalisasinya pada tahun ini.
Sejumlah kampung tua tersebut di antaranya kampung tua Nongsa Pantai, Punggur, Sei Langkai, dan Tanjungpiayu.
Tidak hanya itu, tiga kampung tua di antaranya, yakni kampung tua Tanjungriau, Tanjunggundap, dan Sungai Binti, telah dibagikan sertifikat rumah pada 2019.
"Selanjutnya kami rekomendasikan enam kampung lagi yang sedang dalam proses, yaitu kampung tua Tanjunguma, Tanjung Sengkuang, Batu Merah, Tembesi, Kampung Melayu, dan Kampung Panau," jelas Machmur, Minggu (5/10).
Ia menegaskan, lokasi kampung tua di sejumlah wilayah Kota Batam yang sudah dilegalisasi tersebut telah dinyatakan "clear and clean", alias tidak tumpang tindih dengan status lahan lainnya.
Menurut data yang dihimpun RKWB, tiga kampung tua yang telah dilegalisasi, yaitu Tanjungriau, Tanjunggundap, dan Sungai Binti memang telah dibebaskan dari hak pengelolaan lahan (HPL) BP Batam.
Meski demikian, masih terdapat sejumlah area pengalokasian lahan (PL) di dalam ketiga lokasi kampung tua tersebut. Kampung tua Tanjungriau di kecamatan Sekupang memiliki jumlah alokasi PL 241 m².
Sementara itu, kampung tua Sei Binti, kecamatan Sagulung, memiliki luas alokasi PL 176 m², sedangkan kampung tua Tanjunggundap memiliki luas alokasi PL 15 m².
"Kami mengharapkan agar PL-PL tersebut dapat dicabut," tegas Machmur.
Jadi Ranperda RTRW Batam?
Permasalahan status sejumlah lahan kampung tua di Kota Batam membuat pengesahan rancangan peraturan daerah (Randperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tengah digodok DPRD Kota Batam mengalami penundaan.
Badan pembentukan peraturan daerah (Bapemperda) DPRD Kota Batam menemui beragam persoalan, salah satunya menyangkut status lahan.
Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto mengatakan, semestinya, Perda ini sudah selesai pada bulan Juni 2020.
• RKWB Desak Proses Legalisasi Kampung Tua di Batam Tetap Berjalan
• Status Kampung Tua Belum Jelas, Ganggu Pengesahan Ranperda RTRW Batam, Ini Langkah DPRD
Secara umum, permasalahan kampung tua di Kota Batam adalah berupa adanya tumpang tindih lahan dengan HPL BP Batam, sesuai dengan Kepres nomor 41 tahun 1973.
Cak Nur menegaskan, untuk menyelesaikan masalah ini, lahan kampung tua harus terlebih dahulu dibebaskan dari HPL BP Batam.
Dengan demikian sesuai dengan rekomendasi DPRD Kota Batam, perlu didorong adanya revisi Kepres terkait selaku landasan hukum agar proses legalitas kampung tua dapat berjalan dengan semestinya.
"Setelah dikeluarkan dari HPL BP Batam, maka ada wewenang pemerintah kota (Pemko) Batam untuk menentukan kebijakan selanjutnya," jelas Cak Nur.
Kebijakan terkait lahan kampung tua, menurut Cak Nur dapat berupa pembebasan uang wajib tahunan otorita (UWTO), atau pun pembagian sertifikat hak milik, dan lain sebagainya.
Rekomendasi DPRD Kota Batam tersebut telah ditujukan kepada penjabat sementara (Pjs) Gubernur Kepri, Bahtiar Baharuddin, tertanggal 1 Oktober 2020. Adapun isi rekomendasinya berupa:
1. Memfasilitasi Pemko Batam, BP Batam dan badan pertanahan nasional (BPN) untuk mengusulkan revisi Kepres nomor 41 tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam, yaitu pencabutan HPL BP Batam dari perkampungan tua.
2. Perkampungan tua di luar HPL BP Batam program sertifikasi dan hak masyarakat terkait pertanahan agar tetap diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Cak Nur berharap Pjs Gubernur Kepri dapat meneruskan usulan rekomendasi tersebut kepada pemerintah pusat melalui pimpinan lembaga atau kementerian untuk ditindaklanjuti.(TribunBatam.id/Hening Sekar Utami)