Disahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja Ternyata Keinginan Jokowi Sejak Dulu, Kini Sudah Menjadi Nyata
Jika melihat ke belakang, keinginan Presiden Jokowi ini sudah disampaikan sejak ia dilantik bersama Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI
Meski sempat terjadi interupsi dan walkout dari Fraksi Demokrat, akhirnya RUU Cipta Kerja pun disahkan menjadi UU.
Sementara di luar ruang sidang, buruh masih menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah untuk menolak pengesahan tersebut.
Tetap pangkas hak pekerja
UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law.
Oleh karena itu, pengesahan RUU Cipta Kerja tersebut akan berdampak terhadap 1.203 pasal dari 79 UU yang terkait dan terbagi dalam 7.197 daftar inventarisasi masalah.
Meski pembahasan klaster ketenegakerjaan sempat ditunda untuk menyerap aspirasi buruh, namun UU yang telah disahkan tetap memuat berbagai pasal yang bisa memangkas hak pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, masih ada sejumlah aturan yang ditolak buruh dalam UU Cipta kerja.
Pertemuannya dengan Presiden Jokowi pada menit-menit akhir tak mengubah keberadaan pasal-pasal tersebut.
Pertama, yakni menuntut upah minimum kota (UMK) serta upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan. Selain itu, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang.
Buruh juga menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.
Kemudian, buruh juga menolak adanya outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.
Lalu, buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing untuk mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.
"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU Nomor 13 Tahun 2003," ujar Iqbal.
Mogok hingga gugat ke MK
Merespons pengesahan UU Cipta Kerja, buruh pun menggelar mogok nasional selama tiga hari dari 6-8 Oktober.