Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Serikat Pekerja di Bintan Datangi Kantor DPRD

Ketua Konsulat Cabang FSPMI Bintan Andi menyebut, alasan pekerja menolak UU Cipta Kerja itu karena terlalu banyak hak-hak pekerja yang dirugikan

Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.ID/ALFANDI SIMAMORA
SERIKAT PEKERJA - Suasana saat serikat pekerja Kabupaten Bintan mendatangi kantor DPRD Bintan untuk memberikan surat penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

Editor: Dewi Haryati

TRIBUNBINTAN.com, BINTAN - Sejumlah pekerja yang tergabung di Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kabupaten Bintan mendatangi Kantor DPRD Bintan, Rabu (7/10/2020).

Kedatangan mereka itu untuk menyampaikan sikap menolak omnibus law UU Cipta Kerja.

"Kami dari serikat pekerja Bintan menolak keras pengesahan Omnimbus Law UU Cipta Kerja yang sudah ditetapkan DPR-RI," ucap Ketua Konsulat Cabang FSPMI Bintan, Andi Sihaloho usai menggelar pertemuan dengan DPRD Bintan dan Kadisnaker Bintan.

Andi menyebut, alasan pekerja menolak UU Cipta Kerja itu karena terlalu banyak hak-hak pekerja yang dirugikan.

Karena itu, mereka mengadakan audensi dengan DPRD Bintan dan Disnaker Bintan dan berharap aspirasi mereka disampaikan ke pusat.

Buruh Blokir Akses Jalan Gerbang Tol Sadang, Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja

Fadli Zon Minta Maaf: Sebagai Anggota DPR Saya Tidak Dapat Cegah Pengesahan UU Cipta Kerja

"Tadi kita sudah audensi dengan Komisi I DPRD Bintan dan suratnya sudah kita sampaikan. DPRD dan Pemerintah berjanji, dalam Minggu ini akan membuatkan surat kepada Presiden untuk menyampaikan ada 9 penolakan dari pekerja/ buruh di Bintan," ujarnya.

Adapun 9 poin penolakan yang diajukan oleh serikat buruh di Bintan, pertama terkait upah.

Dalam aturan Cipta Kerja ini, UMK dan UMSK ditiadakan, yang ada itu upah provinsi.

Kemudian, ada penghapusan komponen inflasi dalam penentuan upah minimum.

"Padahal sebelumnya komponen menentukan upah minimum itu adalah inflasi dan juga pertumbuhan ekonomi, namun sekarang dengan disahkannya RUU ini, hanya pertumbuhan ekonomi saja.

Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia itu di bawah 5. Jadi coba kita bayangkan hanya naik 3 persen, mau bagaimana buruh bisa sejahtera,” tuturnya.

Poin kedua terkait pesangon, ada yang dikurangi dan ada juga yang dihapuskan.

“Kemudian, menghilangkan uang penghargaan masa kerja 24 tahun dan menghilangkan uang pesangon PHK akibat peleburan, penggantian status kepemilikan perusahaan, perusahaan merugi, pekerja meninggal dunia dan pekerja pensiun,” terangnya.

Berikutnya, poin ketiga terkait status kerja. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup.

Ke empat, terkait jam kerja. Memperpanjang jam kerja lembur dari 3 jam perhari dan 14 jam per minggu menjadi 4 jam perhari dan 18 jam perminggu.

Kemudian, terkait waktu istirahat dan cuti yang dihapuskan dan hilangkan dengan adanya Omnimbus Law UU Cipta Kerja.

Ke enam terkait pemutusan hubungan kerja, ke tujuh terkait pembebasan penggunaan outsourcing. Ke delapan terkait jaminan sosial dan poin ke sembilan terkait tenaga kerja asing.

"Jadi 9 penolakan itu sudah kita sampaikan dan kita berikan surat kepada DPRD Bintan dan Disnaker Bintan untuk menyampaikan kepada Kementerian terkait dan Presiden. Kita akan menunggu dalam dua atau tiga hari ini," ungkapnya.

Menanggapi itu, Kadisnaker Bintan, Indra Hidayat yang turut hadir dalam pertemuan itu mengatakan, pemerintah akan meneruskan aspirasi dari serikat pekerja ke tingkat lebih atas.

“Baik itu ke Kementerian Tenaga Kerja maupun Presiden,” katanya.

Indra berharap aspirasi ini nanti mendapat perhatian dari Pusat dalam rangka mengakomodir keinginan para pekerja.

"Kita berharap hal-hal yang menjadi tuntutan pekerja dapat diakomodir dan diatur di dalam aturan turunannya," tutupnya. (tribunbatam.id/Alfandi Simamora)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved